Minggu, 21 Juni 2015

MANAJEMEN_INVESTASI_ASURANSI_SYARIAH

MAKALAH
MANAJEMEN INVESTASI ASURANSI SYARIAH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen Investasi syariah”
Dosen Pengampu: Bapak Marwini, S. HI., M. A., M. S.I.

Oleh Kelompok 6:
Ulfatun Nazilah                      (120721100096)
Hosniawati                              (120721100091)
Moh Ali Fadlal                       (120721100093)
Moh Zairi                               (120721100097)
Iswatul Hasanah                     (120721100098)

PROGRAM STUDY EKONOMI SYARI’AH 5.A
FAKULTAS ILMU-ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta inayah-Nya, sehingga kami dapat merasakan betapa indahnya alam semesta ini. Begitu pula ribuan kata syukur tak lupa kami lantunkan kapada Rabbul Izzati  karena dengan nikmat kesehatan yang Dia berikan, kami dapat melaksanakan rutinitas kami sehari-hari. Demikian pula dengan terlaksananya makalah ini berjalan sesuai dengan kehendak-Nya.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada pemuda sejati, pembawa risalah penuh arti, dialah nabi kita nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju ke alam yang terang benderang seperti saat ini. Begitu pula dengan diutusnya beliau ke muka bumi ini merupakan suatu keberkahan bagi umat islam.
Dan inilah tugas makalah yang telah kami susun, namun kami hanyalah seorang mahasiswa yang masih dalam tahap pembelajaran yang kemungkinan sekali banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan kami kedepan.
Akhirnya kami ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penyelesaian makalah ini.
Sekian Terima Kasih
Kelompok 6

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A.    BAB I PENDAHULUAN
1.     Latar belakang
2.     Rumusan Masalah
3.     Tujuan
B.    BAB II PEMBAHASAN
1.     Definisi asuransi syariah
2.     Dasar hukum
3.     Produk dan jasa asuransi syariah berbasis investasi
4.     Skema pengelolaan asuransi syariah berbasis investasi
5.     Instrument investasi pada asuransi syariah dan manfaatnya
6.     Pembinaan dan pengawasan asuransi syariah
7.     Fatwa DSN tentang asuransi syariah
C.    BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Saat ini topik tentang Ekonomi Islam masih gempar-gemparnya diseluruh dunia, terutama dalam lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Ada banyak tren-tren yang mengatas namakan dirinya syariah, padahal tidak pernah sama sekali ada kecocokan dengan syariah.Hal ini mambuat perkembangan Ekonomi Islam menjadi pesat di dunia, yang berimbas pula ke Indonesia.
Indonesia pun mengalami banyak perkembangan dalam mengikuti tren Ekonomi Islam ini terutama dalam lembaga keuangan, walaupun ada yang bilang masih sangat lambat dibandingkan Negara-negara lain. Semua itu tentu menarik minat umat muslim untuk berpartisipasi didalamnya, baik sebagai pengusaha, pegawai, maupun nasabah di lembaga-lembaga keuangan syariah. Maka dari itu peminat akan lembaga keuangan keuangan syariah akan meningkat, baik perbankan syariah, pegadaian syariah, asuransi syariah, dll.Para investor juga mulai banyak tertarik untuk berinvestasi didalamnya.
Namun semua itu tidak mudah dijalankan sesuai kehendak kita, karena kita sebagai umat Islam insyaAllah akan mendapat jalan keluar dengan melakukan suatu pekerjaan yang sudah dibolehkan oleh-Nya. Makadari itu, perlu kiranya mengulas sedikit tentang bagaimana manajemen investasi asuransi yang sesuai dengan prinsip dan konsep Islam.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1.     Bagaimana definisi asuransi syariah?
2.     Bagaimanadasar hukum asuransi syariah?
3.     Apa saja produk dan jasa asuransi syariah yang berbasis investasi?
4.     Bagaimana skema pengelolaan asuransi syariah yang berbasis investasi?
5.     Apa instrument investasi pada asuransi syariah dan manfaatnya?
6.     Bagaimana pembinaan dan pengawasan asuransi syariah?
7.     Bagaimanafatwa DSN tentang asuransi syariah?
C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang manajemen investasi pada asuransi syariah, melalui pembahasan: definisi asuransi syariah, dasar hukum, produk dan jasa asuransi syariah berbasis investasi, skema pengelolaan asuransi syariah berbasis investasi, instrument investasi pada asuransi syariah dan manfaatnya, pembinaan dan pengawasan asuransi syariah,dan fatwa DSN tentang asuransi syariah.

BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Asuransi
Kata asuransi sudah tidak asing lagi kita dengar, dimana asuransi sebagai upaya dalam mendapatkan jaminan atas risiko yang terjadi.[1]Hal ini disebabkan karena tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara sempurna, meskipun dengan menggunakan berbagai alat analisis.[2]
Ada banyak pendapat mengenai definisi asuransi, dan banyak istilah yang berbeda dari berbagai negara, seperti dalam bahasa Belanda, Prancis, Inggris, dan dalam bahasa Latin. Di Indonesia, asuransi (insurance) sering diistilahkan dengan “pertanggungan”.[3]Pengertian asuransi dapat ditemukan dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.[4]
Dalam pasal 246 KUH Dagang, asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian, karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, dan yang akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti. Sehingga dalam asuransi mengandung empat unsure, yaitu: pihak tertanggung, pihak penanggung, suatu peristiwa, dan kepentingan.[5]
Pada dasarnya asuransi syariah adalah asuransi yang operasionalnya berdasarkan syariat Islam, untuk menghindari risiko mendatang yang tidak bisa diprediksi dan bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Pengertian asuransi dalam perspektif Ekonomi Islam puntidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional, namun mempunyai konsep yang berbeda dari asuransi konvensional. Asuransi syariah/at-ta’min/takaful atau tadhamun/al-Aqilah dalam beberapa literatur, secara terminology adalah tentang tolong menolong dan secara umum asuransi adalah sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya musibah dalam kehidupan, dimana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.[6]
Pada prakteknya, istilah asuransi syariah yang lebih dikenal di Indonesia adalah takaful, yang pertama kali digunakan oleh Dar Al Mal Al Islami, sebuah perusahaan asuransi Islam di Geneva yang berdiri pada tahun 1983. Takaful dalam bahasa arab artinya saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam al-Qur’an, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha: 40 yang artinya: “…bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?...”.[7]
B.    Dasar Hukum
Secara pasti tidak ada dalil al-Qur’an yang menjelaskan tentang asuransi syariah, dikarenakan asuransi yang ada sekarang tidak ada pada zaman Rasul.Al-Qur’an hanya memberikan aturan tentang muamalah secara garis besar saja, dan hukum-hukum dalam muamalah bersifat terbuka.Artinya terbuka bagi para mujtahid untuk mengembangkan pikirannya selagi tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.Ketetapan para mujtahid biasanya menggunakan cara sebagai berikut:
1.     Maslahah Mursalah/untuk kemaslahatan umum.
2.     Melakukan interpretasi atau penafsiran hokum secara analogi (metode Qiyas)[8]
Hasil ijtihad ulama’ pun berbeda-beda tentang hukum asuransi syariah, ada 4 pendapat diantaranya:[9]
1.     Asuransi dalam segala bentuknya haram menurut ketentuan hukum Islam.
Pendapat ini disampaikan oleh Sayyid Sabiq, yang didukung oleh Abdullah al-Qalqili dan Muhammad Yusuf al-Qardhowi. Alasan diharamkan diantaranya:
a.      Asuransi hakikatnya sama dengan judi.
b.     Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti.
c.      Mengandung unsur riba/rente.
d.     Mengandung unsur eksploitasi karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang prem yang telah dibayarkan.
e.      Premi-premi yang telah dibayarkan oleh pemegang polis diputar dalam praktik riba(kredit berbunga).
f.      Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tunai (cash and carry).
g.     Hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis yang berarti mendahului takdir Tuhan yang MahaKuasa.
2.     Asuransi dalam segala bentuknya dapat diterima dalam syariat Islam.
Pendapat ini disampaikan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syariah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Universitas Kairo), dan Abdurrahman Isa pengarang Al-Mu’amalat Al-Hasitsah wa Ahkamuha. Alasannya karena:
a.      Tidak ada nash al-Qur’an dan al-Hadits yang melarang asuransi.
b.     Ada kesepakatan/kerelaan kedua belah pihak.
c.      Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d.     Mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat dinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan.
e.      Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profitand loss sharing (PLS).
f.      Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah).
g.     Diqiyaskan dengan system pensiun seperti Taspen.
Landasan hukum yang digunakan oleh mujtahid yang membolehkan diantaranya:[10]
1)     Al-Qur’an
a)     Perintah Allah mempersiapkan masa depan dalam:
(1)  QS. Al-Hasyr yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.(18)”[11]
(2)  Dan QS. Yusuf yang artinya: “Dia(Yusuf) berkata: "Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan ditangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.(47)Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.(48)Setelah itu akan datang tahun, dimana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur).(49)"[12]
b)     Perintah Allah untuk saling menolong dan bekerjasama dalam:
(1)  QS. Al-Maidah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban), dan qalaid(hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitul Haram; mereka mencari kurnia dan keridhaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.(2)”[13]
(2)  Dan QS. Al-Baqarah yang artinya: “Bulan Ramadhan adalah(bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (185)”[14]
c)     Perintah Allah untuk melindungi dalam keadaan susah dalam:
(1)  QS. Al-Quraisy yang artinya: “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.(4)”[15]
(2)  Dan QS. Al-Baqarah yang artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman, dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, “Dia (Allah) berfirman: "Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".(126)”[16]
d)     Perintah Allah untuk bertawakkal dan Optimis Berusaha dalam:
(1)  QS. Al-Taghabun yang artinya: “Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.(11)”[17]
(2)  Dan QS. Luqman yang artinya: “Sesungguhnya hanya disisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.(34)”[18]
2)     Sunnah Nabi SAW[19]
a)     Hadits tentang aqilah, “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., dia berkata; Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu kewanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari).
b)     Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad bersabda: “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang muslim, maka Allah SWT. akan menghilangkan kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat. (HR. Muslim).
c)     Hadits tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya. Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW.: “Lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya.” (HR. Bukhari).
d)     Hadits tentang mengurus anak yatim(kifl-al-yatim). Diriwayatkan dari Sabal bin Saad r.a., Mengatakan Rasulullah telah bersabda: “Saya dan orang yang menanggung anak yatim nanti akan disurga seperti ini.” Rasulullah bersabda sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari yang tengah. (HR. Bukhari).
e)     Hadits tentang menghindari risiko. Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., bertanya seseorang kepada Rasulullah SAW. tentang (untanya): “Apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakal pada (Allah SWT)?” Bersabda Rasulullah SAW.: “Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakkallah kepada Allah SWT. (HR. At-Tirmidzi).
f)      Hadits tentang Piagam Madinah. “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Nabi SAW., dikalangan mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yastrib, dan orang yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka. Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia yang lain. Kaum Muhajirin dan Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) meraka, bahu membahu membayar diyat diantara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang adil di antara mukminin.”
3)     IjtihadUlama’ (Fatwa sahabat, Ijma’, Qiyas, Istihsan, piagam madinah, dan qawaid al-fiqh(syar’u manqablana[20])).
3.     Asuransi social dapat diterima dan asuransi komersil tidak diterima.
Pendapat ini disampaikan olehMuhammad Abu Zahrah. Asuransi social boleh sesuai alasan pendapat kedua, dan asuransi yang bersifat ekonomis tidak diterima dengan alasan yang sama dengan pendapat pertama.
4.     Asuransi adalah syubhat
Hal ini diakibatkan oleh perjanjian yang tidak jelas kebolehannya dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. K. H. Ahmad Azhar Basyir M. A, menegaskan bahwa perjanjian asuransi dengan asas gotong royong menuntut agar mental para tertanggung benar-benar siap, dan bukan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya seperti halnya asuransi konvensional.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat dikatakan bahwa konsep yang dapat dipraktekkan dalam asuransi takaful adalah sebagaimana yang telah dipraktikkan di Negara tetangga (Malaysia), atau Asuransi Takaful Keluarga di Indonesia.
Dalam peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur dalam beberapa tempat, antara lain:[21]
1.     Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246-308.
2.     KUH Perdata pasal 1774.
3.     Peraturan perundang-undangan diluar KUHD dan KUH Perdata, seperti:
a)     UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
b)     UU No.33 tahun 1964 tentang Dana Pertanggung Wajib Kecelakaan Penumpang.
c)     UU No.34 tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dll.
Sementara asuransi syariah masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam UU, namun secara teknis operasional sudah ada acuannya, yaitu mengacu pada SK Dirjen  Lembaga Keuangan dan beberapa Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Disamping itu, diatur pula dalam beberapa Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah, Fatwa DSN-MUI No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Mudharabah Musyarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah, Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah.[22]
C.    Produk dan jasa Asuransi Syari’ah Berbasis investasi
            Disbanding sektor perbankan, asuransi syariah banyak yang diabaikan dalam leteratur karena berbagai alasan yang tanpaknya sulit untuk dijelaskan selain karena sifat khusus asuransi. Awalnya, kehalalan asuransi masih diperdebatkan oleh umat islam, sebagai berpendapat bahwa kalkulasi probabilitas bias dianggap bertentangan dengan takdir tuhan.
            Namun, sebagian ulama’ lain berpendapat bahwa asuransi jiwa dapat dijalankan berdasarkan prinsip mkutualitas(kebersamaan) tanpa melibatkan unsure gharar, riba, dan masyir. Inilah yang menjadi dasar hukum operasional takaful.
            Takafuladalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arabkafala, yang berarti memrhatikan kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu pratik ketika para partisipan suatu kelompok sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian atau kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan menerima mamfaat financial dari dari dana sebagamana yang telah ditetapkan dalam bentuk kontrak asuransi untuk membantu menutup kerugian atau kerusakan itu.
            Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan atas solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota yang sepakat untuk sama-sama menanggung kerugian tertentu yang sibayarkan dari asset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktik itu sesuai dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual insurance), karena para anggota menjadi penjamin (insurer) dan juga terjamin (insured).
            Menurut mervyn K. lewis dan latifa  M. Algaud (2007: 277-8)[23], ada 3 (tiga) jenis produk takaful yang ditawarkan:
1.     Takaful umum
Produk ini menawarkan perlindungan atau jaminan terhadap risiko yang bersifat umum untuk perusahaan ataub indivdu.Termasuk dalam produk ini adalah asuransi kendaraan, asuransi kebakaran, kompensasi kerja, asuransi muatan kapal, asuransi rekayasa, property, trnspor dan sebagainya.
2.     Takaful keluarga (asuransi jiwa islam)
Produk ini memberikan jaminan untuk partisipasi individu atau badan-badan usaha dalam jangka panjang yang biasnya berkisar antara 10 sampai 40 tahun.Di antara produknya adalah perencanaan medis, pendidikan, kecelakaan, perkawinan, perencanaan pensium, hipotik dan sebagainya.
3.     Retakaful
Sedikit sekali perusahaan yang bergerak di bidang ini dan umumnya terdapat dibahama, malasyian, arab Saudi, dan sudan. Perusahaan retakaful menawarkan jaminan untuk perusahaan takaful terhadap berbagai risiko, kerugian, atau penipisan modal dan cadangan yang disebabkan oleh pembukuan klaim yang tinggi.
Produk asuransi syariah dari sisi manfaat proteksi kepada nasabah, pada dasarnya tidak terlalu berbeda dengan produk asuransi konvebsional. Perbedaan yang mendasar adalah dari sisi kepemilikan dana serta pengelolaan dana dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi syar’ah yang disebut juga takaful syari’ahakan menghindari transaksi-transaksi yang mengandung riba, sehingga mamfaat yang diperoleh atau yang dibayarkan kepada nasabah juga menghindari dari riba.
Takaful syai’ah umumnya adalah kontrak jangka pendek untuk melindungi potensi kerugian material akibat bencana.Premi yang dibayar anggota disebut tabarru (kontribusi, donasi). Premi ini diinvestasikan melalui skim mudharabah oleh perusahaan takaful, dan keuntungannya dialokasikan untuk pemegang tabarru dan manajemen. Setiap surplus, setelah dikurangi ganti rugi, biaya cadangan dan operasional, dibagi diantara semua partisipan atau diantara mereka yang tidak membuat klaim, sesuai dengan proporsi mereka diperusahaan, artinya kesamaan dengan asuransi konvensional terletak pada keseluruhan kontribusi investasi para anggota, seperti premi-premi, dalam dana tabrru; perbedaannya terletak pada basis investasi pada mudharabah dan hak para partisipan atas setiap surplus tabarru.
Beberapa hal yang membedakan asuaransi syariah dengan asuransi konvensional antara lain:
a.      Perusahaan berfungsi sebagai pengelola pemegang amanah dari para peserta asuransi, bukan sebagai pemilikn dana.
b.     Hubungam antara perusahaan dengan peserta berdasarkan hubungan mudharabah (kerja sama) antara pengelola (mudharib) pemilik dana (sahibul maal).
c.      Premi asuransi (takaful) terdiri dari dana / rekening yang diinvestasikan (jika komponen investasi) dan dana atau rekening untuk membayar mamfaat asuransi yang disebut rekening tabarru’
d.     Dari total dana yang terkumpul, investasi dilakukan ke dalam instrument investasi berdasarkansyariah .dari hasil investasi inilah, baik peserta maupun perusahaan akan melakukan bagu hasil dengan awal. Dari bagi hasil inilah perusahaan akan menutup biaya operasional serta memperoleh keuntungan.
e.      Semua mekanisma pengelolaan dana dan investasi dari perusahaan diawsi oleh dewan pengawas syariah.
Umumnya perusahaan asuransi menawarkan produk-produknya dalam bentuk individu  (seperti asuransi jiwa, rawat inap) atau dalam bentuk kumpulan (seperti rawat jalan).apabila dana mencukupi ada baiknya melindungi diri dari keluarga dengan jenis-jenis asuransi diatas. Namun, dalam hal adanya keterbatasan dana untuk membayar premi, proteksi minimumyang diperlukan keluarga adalah asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.
Menurut undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang usaha peransuransian takaful pun terdiri dari dua jenis yaitu asuransi takaful umum (Asuransi kerugian)dan asuransi takaful keluarga (asuransi jiwa).Asuransi umum sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Perusahaan asuransi secara umum dibidang properti dan kerugian memiliki peluang investasi lebih besar dibandingkan perusahaan asuransi jiwa. Sebagai contoh, perusahaan asuransi properti dan kerugian disyaratkan untuk menginvestasikan sejumlah minimum dana dalam bentuk obligasi dan hipotik yang memenuhi syarat. Sepanjang jumlah minimum itu terpenuhi,perusahaan asuransi properti dan kerugian bebas mengalokasikan investasinya pada kelompok-kelompok aktiva lain yang memenuhi syarat.[24]
Adapun asuransi jiwa (kelurga) dalam ekonomi Islam, tujuan pokok takaful adalah mengganti kerugian tertentu dari dana yang telah ditentukan, yang menetapkan bersama-sama oleh para pemegang polis, tetapi dikelola oleh perusahaan takaful. Polis bukan untuk menjamin jiwa seseorang, melainkan sebagai transaksi keuangan dengan landasan prinsip pertamagotong royong demi kesejahteraan pihak terjamin dana atau orang yang berada dalam tanggungannya, kedua unsure gharar dapat dihindari jika polis didasarkan atas prinsip mudharabah, kontak bagi hasil antara pemilik modal, yakni pemegang polis, dan pengusaha, yakni perusahaan takaful, dengan rasio yang telah ditentukan, ketiga tiap polis ditetapkan untuk periode atau termin terntentu. Misalnya, selama 10 atau 15 tahun sehingga menggelimasi ketidakpastisan dalam pereode kontrak dan tidak menjadi polis seumur hidup.
Khususnya untuk proteksi terhadap meninggalkannya kepala keluarga, produk asuransi jiwa mempunyai tiga jenis produk, yaitu[25]:
a.      Asuransi “term life” (berjangka) adalah proteksi asuransi tanpa komponen nilai tunai (tabungan). Produk ini hanya membayar mamfaat jika tertanggung meninggal dunia dalam periode masa kontrak. Pada perusahaan asuransi syari’ah memberikan keuntungan perusahaan kepada tertanggung, sesuai kesepakatan yang dibuat di muka, maskipun tertangung meninggal dunia.
b.     Asuransi “Endowment” atau “whole life” yang merupakan gabumgan komponen proteksi dan komponen nilai tunai (tabungan) baik untuk masa kontrak tertentu atau masa kontrak seumur hidu.
c.      Asuransi “unit lingk”, merupakan produk kombinasi antara komponen proteksi dan investasi, pada produk ini , tertanggung dapat memilih paket-paket investasi yang disediakan oleh perusahaan asuransi.
D.    Skema Pengelolaan  Asuransi Syariah Berbasis Investasi
Prinsip utama dalam asuaransi takaful adalah ta’awun ‘ala  al-birr wawa  al-taqwa (tolong menolongllah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa)  dan al-ta’min (rasa aman). Dengan prinsip ini asuransi takaful telah menjadikan semua anggotanya sebagai keluarga besar, dimana satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung resiko, musibah yang dialami salah satu anggota akibat karena satu musibah, seperti kematian, kecelakaan, dan kebakaran, akan dibantu oleh anggota takaful lainnya. Hal ini disebabkan karena transaksi yang dibuat di dalam takaful (berdasarkan) syariat adalah akad takaful (saling menanggung), bukan akad tabadul (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan pertanggungan.[26]
Kenapa saling menanggung (takaful) bukan saling menukar (tabadul), prinsip saling menanggung di antara para peserta takaful, karena dana dari shahibul maal(peserta takaful) telah diinvestasikan yang keuntungannya di bagi, baik peserta maupun perusahaan.
Dalam asuransi takaful syariah seluruh premi yang dibayar peserta dimasukkan kie dalam rekening “tabarru”, yaitu rekening yang digunakan untuk membayar klaim kepada peserta.Besarnya nominal premi yang disetor bergantung pada jenis takaful yang dipilih.
Kemudian uang angsuran premi premi yang disetor itu dimasukkan ke dalam “kumpulan dana peserta” untuk diinvestasikan pada proyek-proyek atau pembiayaan-pembiayaan yang sesuai dengan syari’ah. Keuntungan yang diperoleh dari investasi itu akan diasukkan kembali ke dalam “kumpulan dana peserta”.
Sedangkan dalam asuransi takaful keluarga (jiwa) setiap premi takaful yang dibayar dimasukkan kedalam dua rekening tabungan dan rekening tabarru”. Rekening tabungan adalah rekening tabungan peserta yang akan digunakan untuk membayar klaim kepada ahli waris, jika peserta mening gal dunia sebelum pertanggungan berakhir. Penyisihan premi yang disetor peserta kiepada rekening tanbarru’ prosentasenya ditentukan sesuai dengan kelompok peserta asuransi takaful dan jangka waktu pertanggungan.
Selain skema diatas, polis yang dibayar oleh nasabah (pemegang polis) yang oleh perusahaan dikelola atau diinvestasikan untuk usaha-usaha produktif yang dibenarkan oleh syara’, sehingga hasil investasi itu akan dibagikan kepada nasabah melalui pembayaran mamfaat. 
Mekanisme  pengelolaan dana takaful berbeda dengan pengelolaan asuransi konvensional, letak perbedaannya adalah bahwa premi asuransi konvensional salah satu cirinya adalah dibolehkannya bertukar dana (tabadul). Misalnya, perusahaan penerbit premi asuransi konvensional dapat memberikan pilihan, katakanlah, lima dana berbeda kepada pemegangpremi, yang bias berupa dana, ekuitas khusus, dana property untuk realestate, dana saham internasional, dana dari deposeto pasar uang (yang pada dasarnya adalah dana bersama pasar uang),dan dana sekuritas bunga tetap berjangka panjang. Nasabah boleh melakukan pertukaran dana selama satu tahun secara gratis, perusahaan menawarkan pertukaran ini dengan cara membuat pasar modal sendiri, yaitu menjual unit-unit (saham) yang dibeli dari satu nasabah lainnya.
Berbeda dengan asuransi takaful, maskipun segi ini diadopsi namun harus tetep melaksanakan prinsip mudharabah, karena masing-masing investasi dana terpisah tetap berjalan dengan wewenang pihak mudharib. Namun, maskipun pada saat yang sama, investasi seamacam itu menambah keragaman produk yang masih menjadi persoalan bagi perusahaan takaful. Karena itu, yang terpenting adalah transaksinya bebas dari bunga, spekulasi dan penipuan (tidak transparan).
E.    Instrumen Investasi pada Asuransi Syari’ah dan Mamfaatnnya
            Perjanjian (akad) yang digunakan dalam asuransi takaful pada dasarnya merupakan suatu konsep investasi. Umumnya menggunakan konsep akad mudharabah, namun di indonesia ada yang menggunakan konsep akad lainnya dalam hubungan antara perusahaan asuransi takaful dengan para pesertanya.
            Menurut fatwa ulama’ DSN tentang pedoman umum asuransi syariah, selain takaffulberkaitan dengan dana premi khusus, hasil investasi ditambahkan kedalam dana tabarru’. Asuransi syariah berhak memperoleh ujrah(fee) atas pengelolaan dana tabrru’ yang dasasnya ditentukansesuai dengan prinsip yang adil dan wajar. Hal ini dapat ditemui pada asuransi haji.
            Khusus pada asuransi haji, misalnya, asuransi syariah berkewajiban membayar klaim kepada jama’ah haji sebagai peserta asuransi berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
            Akad asuransi haji adalah akad tabarru’ (hibah) yang bertujuan untuk menolong sesame jama’ah haji yang terkena musibah, akad dilakukan antara jama’ah haji sebagai pemberi tabarru’ dengan asuransi syari’ah yang bertindak sebagai pengelola dana hibah.
            Adapun secara rinci konsep perjanjian yang terdapat masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut:
1.     Takaful kelurga
Perusahaan takaful dan peserta mengikatnya dalam perjanjian al-mudharabahdengan hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian.
2.     Takaful umum
Perusahaan takaful dan peserta mengikatnya dalam perjanjian al-mudharabahdengan hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian.Pesrta takaful umum bisa perseorangan, perusahan, atau yayasan, atau lembaga berbadab hukum lainnya.
Konsep al-mudharabahyang diterapkan pada asuransi islam mempunyai tiga unsur, yaitu sebagai berikut:
a.      Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi, perusahaan dimanahkan untuk mengenvestasikan dan mengusahakan pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam bentuk musyarakah, mudharabah, murabahah, dan wadi’ah yang dihalalkan syara’.
b.     Perjanjian antara pesera dan perusahaan asuransi berbentuk perkongsian untuk bersama-bersama menanggung risiko usaha dengan prinsip bagi hasil yang porsinya masing-masing telah disepakati bersama.
c.      Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi telah ditetapkan bahwa sebelum bagain keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha dan investasi, terlebih dahulu diselasaikan klaim mamfaat takaful dari para peserta yang mengalami musibah.
Baik dalam takaful kelurga maupun pada takaful umum, dana takaful yang berhasil dihimpun hanya boleh diinvestasikan ke dalam proyek-proyek ataupun pembiayaan lainnya yang sesuai dengan syari’ah. Artinya, proyek-proyek bukan hanya menguntunkan saja, akan tetapi juga tidak boleh bertentangan dengan atau diharamkan oleh islam. (kamaen A. perawata-atmadja, 1996 : 238).


Mamfaat (klaim) berinvestasi takaful
Menurut karnaen  (1996: 238-239)[27], manfaat atau klaim atupun santunan terhadap investasi takaful yang dapat diperoleh bagi peserta asuransi takaful keluarga dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu.
a.      Bagi peserta yang masih hidup hingga berakhirnya masa kontrak, akan memperoleh:
1.     Seluruh iurannya yang ada dalam rekening peserta ditambah
2.     Porsi investasi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta ditambah;
3.     Kelebihan dari dana konstribusinya yang ada pada rekening khusus (tabarru’) setelah dikurangi pembayaran klaim dan biaya operasional.
b.     Bagi peserta yang meninggal sebelum berakhirnya masa kontrak, ahli warisnya akan memperoleh:
1.     Seluruh iurannya tersebut yang ada dalam rekening peserta ditambah
2.     Porsi investasi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta ditambah;
3.     Santunan berupa sisa kewajiban untuk menyetor konstribusi dihitung dari saat meninggalnya sampai berakhirnya masa kontrak, dana yang dimaksud ini diambilkan dari rekening ksusus tabarru’ para peserta yang memang disediakan untuk itu.
c.      Peserta yang mengundurkan diri  sebelum berakhirnya masa kontrak akan memperoleh:
d.     Seluruh iurannya tersebut yang ada dalam rekening peserta ditambah
1.     Seluruh iurannya yang ada dalam rekening peserta ditambah
2.     Porsi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta.
Sementara itu mamfaat atau santunan yang diperoleh bagi peserta asuransi takaful umum adalah sebagai berikut:
a.      Apabila dalam masa kontrak terjadi musibah, maka peserta akan memperoleh santunan sebanyank kerugian yang diderita yang sesuai dengan perhitungan kerugian yang wajar.
b.     Apabila hingga akhirnhya masa kontrak tidak terjadi musibah, maka peserta akan memperoleh porsi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta, dana pembayaran klaim takaful tersebut diambilkan dari kumpulan uang pembayaran premi peserta.
Adapun pembagian keuntungan dari hasil pembagian tersebut, baik pada takfuul keluarga maupun takaful umum, akan dibagikan kepada perusahaan dan pserta takaful sesuai dengan prinsip al-mudharabah dengan porsi pembagian yang telah disepakti sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 diatas.
F.     Pembinaan dan Pengawasan Asuransi syari’ah
Sebagaimana asuransi konvensional, pembinaan dan pengawasan asuransi sayri’ah dilikukan oleh mentri keungan repuplik indonesia. Hal ini berdasarkan undang-undang no.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menyatakan “Pembianaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh menteri”.
Namun seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada asuaransi syariah terdapat dewan pwngawas syariah, dewan pengawas syari’ah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh dewan syari’ah nasional (DSN) pada seluruh asuransi.
Dewan syariah nasional (DSN) merupakan bagian dari majelis ulama’ indonesia (MUI) yang bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syari’ah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sector keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana. Anggota DSN terdiri dari para ulama’ praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah.Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewengan mengelurkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syari’ah seta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syari’ah di indonesia.
Anggota DPS dalam perusahaan asuransi harus terdiri atas para pakar dibidang syariah muamala yang juga memiliki pengatahuan umum bidang asuransi.Persyaratan anggota DPS ditetapkan oleh DSN.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otaritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesusaian produk asuransi dengan ketentuan dan prinsip syari’ah.  DPS berfunsi mengawasi prinsip operasional yang digunakan, produk asuransi yang ditawarkan, serta investasi yang dilakukan oleh manajemen asuransi itu tidak keluar koridor yang telah ditentukan syari’at islam. Dengan adanya dewan pengawas syari’ah, asuransi takaful sebagai bentuk asuransi islam tidak akan keluar dari ajaran islam yang sebenarnya.
G.   Fatwa DSN tentang Asuransi Syariah
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah masih menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh DSN MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.[28]Berikut ini fatwa DSN MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah menetapkan bahwa:[29]
Pertama : Ketentuan Umum
1.     Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2.     Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
3.     Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
4.     Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
5.     Premi adalah kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
6.     Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Kedua: Akad dalam Asuransi
1.     Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarru‘.
2.     Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah.
3.     Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan :
a.      Hak & kewajiban peserta dan perusahaan;
b.     Cara dan waktu pembayaran premi;
c.      Jenis akad tijarah dan/atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Ketiga: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah & Tabarru’
1.     Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal(pemegang polis);
2.     Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah & Tabarru’
1.     Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2.     Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya
1.     Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
2.     Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.
Keenam : Premi
1.     Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’.
2.     Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
3.     Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta.
4.     Premi yang berasal dari jenis akad tabarru’ dapat diinvestasikan.
Ketujuh : Klaim
1.     Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
2.     Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
3.     Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
4.     Klaim atas akad tabarru‘, merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
Kedelapan : Investasi
1.     Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
2.     Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.
Kesembilan : Reasuransi
Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syari’ah.
Kesepuluh : Pengelolaan
1.     Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2.     Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah).
3.     Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
Kesebelas : Ketentuan Tambahan
1.     Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.
2.     Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
3.     Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Jakarta, 17 Oktober 2001.
Fatwa DSN-MUI Nomor.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah diatas sudah secara jelas memberikan ketentuan dan aturan tentang bagaimana seharusnya Asuransi Syariah agar tidak keluar dari prinsip-prinsip Ekonomi Islam.

BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1.     Asuransi syariah secara terminology adalah tentang tolong menolong dan secara umum asuransi adalah sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya musibah dalam kehidupan, dimana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.
2.     Landasan hukum yang membolehkan diantaranya:Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, dan Ijtihad yang meliputi Fatwa sahabat, Ijma’, Qiyas, dan Istihsan.
3.     Menurut mervyn K. lewis dan latifa  M. Algaud (2007: 277-8), ada 3 (tiga) jenis produk takaful yang ditawarkan: Takaful umum, Takaful keluarga (asuransi jiwa islam), dan Retakaful.
4.     Dalam asuransi syariah adalah saling menanggung (takaful), bukan saling menukar (tabadul). Prinsip saling menanggung di antara para peserta takaful, karena dana dari shahibul maal (peserta takaful) telah diinvestasikan yang keuntungannya di bagi, baik peserta maupun perusahaan.
5.     Umumnya asuransi syariah menggunakan konsep akad mudharabah, namun di indonesia ada yang menggunakan konsep akad lainnya dalam hubungan antara perusahaan asuransi takaful dengan para pesertanya. Manfaat atau klaim ataupun santunan terhadap investasi takaful yang dapat diperoleh bagi peserta asuransi takaful keluarga dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu: Bagi peserta yang masih hidup hingga berakhirnya masa kontrak, Bagi peserta yang meninggal sebelum berakhirnya masa kontrak, Peserta yang mengundurkan diri  sebelum berakhirnya masa kontrak, Seluruh iurannya tersebut yang ada dalam rekening peserta ditambah. Sementara itu manfaat atau santunan yang diperoleh bagi peserta asuransi takaful umum adalah sebagai berikut:
a.      Apabila dalam masa kontrak terjadi musibah, maka peserta akan memperoleh santunan sebanyank kerugian yang diderita yang sesuai dengan perhitungan kerugian yang wajar.
b.     Apabila hingga akhirnhya masa kontrak tidak terjadi musibah, maka peserta akan memperoleh porsi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta, dana pembayaran klaim takaful tersebut diambilkan dari kumpulan uang pembayaran premi peserta.
6.     Sebagaimana asuransi konvensional, pembinaan dan pengawasan asuransi sayri’ah dilikukan oleh mentri keungan repuplik indonesia. Hal ini berdasarkan undang-undang no.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menyatakan “Pembianaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh menteri”.
7.     Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah masih menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh DSN MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Arif, M. Nur Rianto.2012. Lembaga Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoretis Praktis. Bandung: Pustaka Setia
Ali, Hasan. 2004. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, & Praktis. Jakarta: Kencana
Aziz, Abdul. 2010. Manajemen Investasi Syariah. Bandung: Alfabeta
Dewi, Gemala. 2004. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana
Fabozzi, Frank J. 1999. Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis. Jakarta: Kencana
Kasmir.2012. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.Jakarta: Rajawali Press
Lubis, Suhrawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam.Jakarta: Sinar Grafika
Lubis, Suhrawardi K. dan Farid Wajdi. 2012. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika
Mushaf Aisyah; al-Qur’an dan Terjemah Untuk Wanita. 2010. Bandung: Jabal
Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong. 2008. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: Grasindo
Soemitra, Andri.2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana




[1] M. Nur Rianto  Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoretis Praktis (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 209.
[2] Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 260.
[3] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 72.
[4]Ibid., Lihat juga Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya...261, M. Nur Rianto  Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoretis Praktis…210, Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), 151, dan Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi (Jakarta: Grasindo, 2008), 103.
[5] Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi…102, lihat juga Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis…151.
[6] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), 245.
[7] Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), 122, lihat juga Mushaf Aisyah; al-Qur’an dan Terjemah Untuk Wanita (Bandung; Jabal, 2010), 314.
[8] Menurut Masjfuk  Zuhdi dikutip dalam bukunya Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam…74.
[9] Ibid75-77. Lihat juga Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 81-85.
[10] Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis…161-169.
[11]Mushaf Aisyah; al-Qur’an dan Terjemah Untuk Wanita (Bandung; Jabal, 2010), 548.
[12] Ibid,…241.
[13] Ibid,…106.
[14] Ibid,… 28.
[15] Ibid,…602.
[16] Ibid,…19.
[17] Ibid,…557.
[18] Ibid,…414.
[19] Dalam bukunya Ali,2004:113-124, yang dikutip dari buku Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis…167-169.
[20] Hasan Ali. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, & Praktis (Jakarta: Kencana, 2004), 104-105.
[21]Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi…104.
[22] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah…252.
[23] Menurut mervyn K. lewis dan latifa  M. Algaud (2007: 277-8) Lihat di bukunya Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal 194.
[24] Frank J. Fabozzi, Manajemen Investasi (Jakarta: Salemba Empat, 1999), 165.
[25]Menurut Eko P. Pratama, 2004: 165, lihat di bukunya Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syariah…196.
[26]Ibid.
[27]Ibid…200.
[28] Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia…128.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar