MAKALAH
MANAJEMEN
INVESTASI ASURANSI SYARIAH
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen Investasi
syariah”
Dosen Pengampu: Bapak Marwini, S. HI., M. A., M. S.I.
Oleh Kelompok 6:
Ulfatun Nazilah (120721100096)
Hosniawati (120721100091)
Moh Ali Fadlal (120721100093)
Moh Zairi (120721100097)
Iswatul Hasanah (120721100098)
PROGRAM
STUDY EKONOMI SYARI’AH 5.A
FAKULTAS
ILMU-ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta inayah-Nya,
sehingga kami dapat merasakan betapa indahnya alam semesta ini. Begitu pula
ribuan kata syukur tak lupa kami lantunkan kapada Rabbul Izzati karena dengan nikmat kesehatan yang Dia
berikan, kami dapat melaksanakan rutinitas kami sehari-hari. Demikian pula
dengan terlaksananya makalah ini berjalan sesuai dengan kehendak-Nya.
Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan pada pemuda sejati, pembawa risalah penuh
arti, dialah nabi kita nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju ke alam yang terang benderang seperti saat ini. Begitu pula
dengan diutusnya beliau ke muka bumi ini merupakan suatu keberkahan bagi umat
islam.
Dan
inilah tugas makalah yang telah kami susun, namun kami hanyalah seorang
mahasiswa yang masih dalam tahap pembelajaran yang kemungkinan sekali banyak
kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan kami kedepan.
Akhirnya
kami ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penyelesaian
makalah ini.
Sekian Terima Kasih
Kelompok
6
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
A.
BAB
I PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
2.
Rumusan
Masalah
3.
Tujuan
B.
BAB
II PEMBAHASAN
1.
Definisi asuransi syariah
2.
Dasar hukum
3.
Produk dan jasa asuransi
syariah berbasis investasi
4.
Skema pengelolaan asuransi
syariah berbasis investasi
5.
Instrument investasi pada asuransi
syariah dan manfaatnya
6.
Pembinaan dan pengawasan
asuransi syariah
7.
Fatwa DSN tentang
asuransi syariah
C.
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Saat ini topik tentang
Ekonomi Islam masih gempar-gemparnya diseluruh dunia, terutama dalam
lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Ada banyak tren-tren yang
mengatas namakan dirinya syariah, padahal tidak pernah sama sekali ada
kecocokan dengan syariah.Hal ini mambuat perkembangan Ekonomi Islam menjadi
pesat di dunia, yang berimbas pula ke Indonesia.
Indonesia pun mengalami
banyak perkembangan dalam mengikuti tren Ekonomi Islam ini terutama dalam
lembaga keuangan, walaupun ada yang bilang masih sangat lambat dibandingkan
Negara-negara lain. Semua itu tentu menarik minat umat muslim untuk
berpartisipasi didalamnya, baik sebagai pengusaha, pegawai, maupun nasabah di
lembaga-lembaga keuangan syariah. Maka dari itu peminat akan lembaga keuangan
keuangan syariah akan meningkat, baik perbankan syariah, pegadaian syariah,
asuransi syariah, dll.Para investor juga mulai banyak tertarik untuk
berinvestasi didalamnya.
Namun semua itu tidak mudah
dijalankan sesuai kehendak kita, karena kita sebagai umat Islam insyaAllah akan
mendapat jalan keluar dengan melakukan suatu pekerjaan yang sudah dibolehkan
oleh-Nya. Makadari itu, perlu kiranya mengulas sedikit tentang bagaimana manajemen
investasi asuransi yang sesuai dengan prinsip dan konsep Islam.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1.
Bagaimana definisi asuransi syariah?
2.
Bagaimanadasar hukum asuransi syariah?
3.
Apa saja produk dan jasa
asuransi syariah yang berbasis investasi?
4.
Bagaimana skema pengelolaan
asuransi syariah yang berbasis investasi?
5.
Apa instrument investasi
pada asuransi syariah dan manfaatnya?
6.
Bagaimana pembinaan dan
pengawasan asuransi syariah?
7.
Bagaimanafatwa DSN tentang asuransi syariah?
C.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mengetahui tentang manajemen investasi pada asuransi syariah,
melalui pembahasan: definisi asuransi syariah, dasar hukum, produk dan jasa asuransi
syariah berbasis investasi, skema pengelolaan asuransi syariah berbasis investasi,
instrument investasi pada asuransi syariah dan manfaatnya, pembinaan dan
pengawasan asuransi syariah,dan fatwa DSN tentang asuransi syariah.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi Asuransi
Kata asuransi sudah tidak asing lagi kita dengar, dimana
asuransi sebagai upaya dalam mendapatkan jaminan atas risiko yang terjadi.[1]Hal
ini disebabkan karena tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang secara sempurna, meskipun dengan menggunakan
berbagai alat analisis.[2]
Ada banyak pendapat mengenai definisi asuransi, dan
banyak istilah yang berbeda dari berbagai negara, seperti dalam bahasa Belanda,
Prancis, Inggris, dan dalam bahasa Latin. Di Indonesia, asuransi (insurance)
sering diistilahkan dengan “pertanggungan”.[3]Pengertian
asuransi dapat ditemukan dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian.[4]
Dalam pasal 246 KUH Dagang, asuransi atau pertanggungan
merupakan suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan menikmati suatu
premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari
kerugian, karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang
diharapkan, dan yang akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti.
Sehingga dalam asuransi mengandung empat unsure, yaitu: pihak tertanggung, pihak
penanggung, suatu peristiwa, dan kepentingan.[5]
Pada dasarnya asuransi syariah adalah asuransi yang
operasionalnya berdasarkan syariat Islam, untuk menghindari risiko mendatang
yang tidak bisa diprediksi dan bisa membahayakan diri sendiri maupun orang
lain. Pengertian asuransi dalam perspektif Ekonomi Islam puntidak jauh berbeda
dengan asuransi konvensional, namun mempunyai konsep yang berbeda dari asuransi
konvensional. Asuransi syariah/at-ta’min/takaful atau tadhamun/al-Aqilah dalam
beberapa literatur, secara terminology adalah tentang tolong menolong dan
secara umum asuransi adalah sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya
musibah dalam kehidupan, dimana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan
bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi
seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang
diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.[6]
Pada prakteknya, istilah asuransi syariah yang lebih
dikenal di Indonesia adalah takaful, yang pertama kali digunakan oleh Dar Al
Mal Al Islami, sebuah perusahaan asuransi Islam di Geneva yang berdiri pada
tahun 1983. Takaful dalam bahasa arab artinya saling menanggung atau menanggung
bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam al-Qur’an, namun ada sejumlah kata
yang seakar dengan kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha: 40 yang
artinya: “…bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan
memeliharanya?...”.[7]
B.
Dasar Hukum
Secara pasti tidak ada dalil al-Qur’an yang menjelaskan
tentang asuransi syariah, dikarenakan asuransi yang ada sekarang tidak ada pada
zaman Rasul.Al-Qur’an hanya memberikan aturan tentang muamalah secara garis
besar saja, dan hukum-hukum dalam muamalah bersifat terbuka.Artinya terbuka
bagi para mujtahid untuk mengembangkan pikirannya selagi tidak bertentangan
dengan al-Qur’an dan al-Hadits.Ketetapan para mujtahid biasanya menggunakan
cara sebagai berikut:
1.
Maslahah Mursalah/untuk kemaslahatan umum.
2.
Melakukan interpretasi atau penafsiran hokum secara analogi (metode
Qiyas)[8]
Hasil ijtihad ulama’ pun berbeda-beda tentang hukum
asuransi syariah, ada 4 pendapat diantaranya:[9]
1.
Asuransi dalam segala bentuknya haram menurut ketentuan hukum Islam.
Pendapat
ini disampaikan oleh Sayyid Sabiq, yang didukung oleh Abdullah al-Qalqili dan
Muhammad Yusuf al-Qardhowi. Alasan diharamkan diantaranya:
a.
Asuransi hakikatnya sama dengan judi.
b.
Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti.
c.
Mengandung unsur riba/rente.
d.
Mengandung unsur eksploitasi karena pemegang polis kalau tidak bisa
melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang prem yang
telah dibayarkan.
e.
Premi-premi yang telah dibayarkan oleh pemegang polis diputar dalam
praktik riba(kredit berbunga).
f.
Asuransi termasuk akad sharfi,
artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tunai (cash and
carry).
g.
Hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis yang berarti mendahului
takdir Tuhan yang MahaKuasa.
2.
Asuransi dalam segala bentuknya dapat diterima dalam syariat Islam.
Pendapat
ini disampaikan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa (Guru Besar Hukum
Islam pada Fakultas Syariah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar
Universitas Kairo), dan Abdurrahman Isa pengarang Al-Mu’amalat Al-Hasitsah wa Ahkamuha. Alasannya karena:
a.
Tidak ada nash al-Qur’an dan al-Hadits yang melarang asuransi.
b.
Ada kesepakatan/kerelaan kedua belah pihak.
c.
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d.
Mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat
dinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan.
e.
Asuransi termasuk akad mudharabah,
artinya akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan
perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profitand loss sharing (PLS).
f.
Asuransi termasuk koperasi (syirkah
ta’awuniyah).
g.
Diqiyaskan dengan system pensiun seperti Taspen.
Landasan
hukum yang digunakan oleh mujtahid yang membolehkan diantaranya:[10]
1)
Al-Qur’an
a)
Perintah Allah mempersiapkan masa depan dalam:
(1) QS. Al-Hasyr yang artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.(18)”[11]
(2) Dan QS. Yusuf yang artinya: “Dia(Yusuf) berkata: "Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun
(berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu
biarkan ditangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.(47)Kemudian setelah itu
akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu
simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit
gandum) yang kamu simpan.(48)Setelah itu akan datang tahun, dimana manusia diberi
hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur).(49)"[12]
b)
Perintah Allah untuk saling menolong dan bekerjasama dalam:
(1)
QS. Al-Maidah yang artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman! janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar kesucian Allah, dan jangan
(melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban), dan qalaid(hewan-hewan kurban yang diberi
tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitul Haram;
mereka mencari kurnia dan keridhaan Tuhannya. Tetapi apabila
kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidil Haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh,
Allah sangat berat siksa-Nya.(2)”[13]
(2) Dan QS. Al-Baqarah yang artinya: “Bulan Ramadhan adalah(bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Quran,
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa diantara
kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar
kamu bersyukur. (185)”[14]
c)
Perintah Allah untuk melindungi dalam keadaan susah dalam:
(1) QS. Al-Quraisy yang artinya: “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.(4)”[15]
(2) Dan QS. Al-Baqarah yang artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah
(negeri Mekah) ini negeri yang aman, dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan
kepada penduduknya, yaitu diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, “Dia (Allah) berfirman: "Dan kepada orang yang kafir akan Aku
beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan
itulah seburuk-buruk tempat kembali".(126)”[16]
d)
Perintah Allah untuk bertawakkal dan Optimis Berusaha dalam:
(1) QS. Al-Taghabun yang artinya: “Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin
Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi
petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.(11)”[17]
(2) Dan QS. Luqman yang artinya: “Sesungguhnya hanya disisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya
besok. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.(34)”[18]
2)
Sunnah Nabi SAW[19]
a)
Hadits tentang aqilah,
“Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., dia berkata; Berselisih dua orang wanita
dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu kewanita
yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang
dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan
peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan
terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau
perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah
(diyat) yang dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua
laki-laki). (HR. Bukhari).
b)
Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang. Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad bersabda: “Barangsiapa yang menghilangkan
kesulitan duniawinya seorang muslim, maka Allah SWT. akan menghilangkan
kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah urusannya di dunia dan
di akhirat. (HR. Muslim).
c)
Hadits tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya. Diriwayatkan
dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW.: “Lebih baik
jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya,
daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang
meminta-minta kepada manusia lainnya.” (HR. Bukhari).
d)
Hadits tentang mengurus anak yatim(kifl-al-yatim).
Diriwayatkan dari Sabal bin Saad r.a., Mengatakan Rasulullah telah bersabda:
“Saya dan orang yang menanggung anak yatim nanti akan disurga seperti ini.”
Rasulullah bersabda sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari yang tengah. (HR.
Bukhari).
e)
Hadits tentang menghindari risiko. Diriwayatkan dari Anas bin Malik
r.a., bertanya seseorang kepada Rasulullah SAW. tentang (untanya): “Apa (unta)
ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakal pada (Allah SWT)?” Bersabda
Rasulullah SAW.: “Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakkallah kepada Allah
SWT. (HR. At-Tirmidzi).
f)
Hadits tentang Piagam Madinah. “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Nabi SAW., dikalangan
mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yastrib, dan orang yang
mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka. Sesungguhnya
mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia yang lain. Kaum Muhajirin dan
Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) meraka, bahu membahu membayar diyat diantara mereka dan mereka
membayar tebusan tawanan dengan cara yang adil di antara mukminin.”
3)
IjtihadUlama’ (Fatwa sahabat, Ijma’, Qiyas, Istihsan, piagam madinah,
dan qawaid al-fiqh(syar’u manqablana[20])).
3.
Asuransi social dapat diterima dan asuransi komersil tidak diterima.
Pendapat
ini disampaikan olehMuhammad Abu Zahrah. Asuransi social boleh sesuai alasan
pendapat kedua, dan asuransi yang bersifat ekonomis tidak diterima dengan
alasan yang sama dengan pendapat pertama.
4.
Asuransi adalah syubhat
Hal ini
diakibatkan oleh perjanjian yang tidak jelas kebolehannya dalam al-Qur’an
maupun al-Hadits. K. H. Ahmad Azhar Basyir M. A, menegaskan bahwa perjanjian
asuransi dengan asas gotong royong menuntut agar mental para tertanggung
benar-benar siap, dan bukan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya seperti
halnya asuransi konvensional.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat dikatakan bahwa
konsep yang dapat dipraktekkan dalam asuransi takaful adalah sebagaimana yang
telah dipraktikkan di Negara tetangga (Malaysia), atau Asuransi Takaful
Keluarga di Indonesia.
Dalam peraturan perundang-undangan tentang perasuransian
di Indonesia diatur dalam beberapa tempat, antara lain:[21]
1.
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246-308.
2.
KUH Perdata pasal 1774.
3.
Peraturan perundang-undangan diluar KUHD dan KUH Perdata, seperti:
a)
UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
b)
UU No.33 tahun 1964 tentang Dana Pertanggung Wajib Kecelakaan Penumpang.
c)
UU No.34 tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dll.
Sementara asuransi syariah masih terbatas dan belum
diatur secara khusus dalam UU, namun secara teknis operasional sudah ada
acuannya, yaitu mengacu pada SK Dirjen
Lembaga Keuangan dan beberapa Keputusan Menteri Keuangan (KMK).
Disamping itu, diatur pula dalam beberapa Fatwa DSN-MUI No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah, Fatwa DSN-MUI No.
51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Mudharabah
Musyarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006
tentang akad Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi dan Reasuransi Syariah, Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006
tentang akad Tabarru’ pada Asuransi
Syariah dan Reasuransi Syariah.[22]
C.
Produk
dan jasa Asuransi Syari’ah Berbasis investasi
Disbanding sektor perbankan,
asuransi syariah banyak yang diabaikan dalam leteratur karena berbagai alasan
yang tanpaknya sulit untuk dijelaskan selain karena sifat khusus asuransi.
Awalnya, kehalalan asuransi masih diperdebatkan oleh umat islam, sebagai
berpendapat bahwa kalkulasi probabilitas bias dianggap bertentangan dengan
takdir tuhan.
Namun, sebagian ulama’ lain
berpendapat bahwa asuransi jiwa dapat dijalankan berdasarkan
prinsip mkutualitas(kebersamaan) tanpa melibatkan unsure gharar, riba, dan masyir. Inilah yang
menjadi dasar hukum operasional takaful.
Takafuladalah kata benda yang
berasal dari kata kerja bahasa arabkafala, yang berarti memrhatikan
kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu pratik ketika para partisipan
suatu kelompok sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap
kerugian atau kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau
bencana, ia akan menerima mamfaat financial dari dari dana sebagamana yang
telah ditetapkan dalam bentuk kontrak asuransi untuk membantu menutup kerugian
atau kerusakan itu.
Pada hakikatnya, konsep takaful
didasarkan atas solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para
anggota yang sepakat untuk sama-sama menanggung kerugian tertentu yang
sibayarkan dari asset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktik itu
sesuai dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi
bersama (mutual insurance), karena
para anggota menjadi penjamin (insurer)
dan juga terjamin (insured).
Menurut mervyn K. lewis dan
latifa M. Algaud (2007: 277-8)[23],
ada 3 (tiga) jenis produk takaful yang ditawarkan:
1. Takaful
umum
Produk ini menawarkan perlindungan atau
jaminan terhadap risiko yang bersifat umum untuk perusahaan ataub
indivdu.Termasuk dalam produk ini adalah asuransi kendaraan, asuransi
kebakaran, kompensasi kerja, asuransi muatan kapal, asuransi rekayasa,
property, trnspor dan sebagainya.
2. Takaful
keluarga (asuransi jiwa islam)
Produk
ini memberikan jaminan untuk partisipasi individu atau badan-badan usaha dalam
jangka panjang yang biasnya berkisar antara 10 sampai 40 tahun.Di antara
produknya adalah perencanaan medis, pendidikan, kecelakaan, perkawinan,
perencanaan pensium, hipotik dan sebagainya.
3. Retakaful
Sedikit sekali perusahaan yang bergerak
di bidang ini dan umumnya terdapat dibahama, malasyian, arab Saudi, dan sudan.
Perusahaan retakaful menawarkan jaminan untuk perusahaan takaful terhadap
berbagai risiko, kerugian, atau penipisan modal dan cadangan yang disebabkan
oleh pembukuan klaim yang tinggi.
Produk
asuransi syariah dari sisi manfaat proteksi kepada nasabah, pada dasarnya tidak
terlalu berbeda dengan produk asuransi konvebsional. Perbedaan yang mendasar
adalah dari sisi kepemilikan dana serta pengelolaan dana dan investasi yang
dilakukan oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi syar’ah yang disebut
juga takaful
syari’ahakan menghindari transaksi-transaksi yang mengandung riba,
sehingga mamfaat yang diperoleh atau yang dibayarkan kepada nasabah juga
menghindari dari riba.
Takaful
syai’ah umumnya adalah kontrak jangka pendek untuk melindungi potensi kerugian
material akibat bencana.Premi yang dibayar anggota disebut tabarru (kontribusi,
donasi). Premi ini diinvestasikan melalui skim mudharabah oleh perusahaan
takaful, dan keuntungannya dialokasikan untuk pemegang tabarru dan manajemen.
Setiap surplus, setelah dikurangi ganti rugi, biaya cadangan dan operasional,
dibagi diantara semua partisipan atau diantara mereka yang tidak membuat klaim,
sesuai dengan proporsi mereka diperusahaan, artinya kesamaan dengan asuransi
konvensional terletak pada keseluruhan kontribusi investasi para anggota,
seperti premi-premi, dalam dana tabrru; perbedaannya terletak pada basis
investasi pada mudharabah dan hak para partisipan atas setiap surplus tabarru.
Beberapa
hal yang membedakan asuaransi syariah dengan asuransi konvensional antara lain:
a. Perusahaan
berfungsi sebagai pengelola pemegang amanah dari para peserta asuransi, bukan
sebagai pemilikn dana.
b. Hubungam
antara perusahaan dengan peserta berdasarkan hubungan mudharabah (kerja sama)
antara pengelola (mudharib) pemilik dana (sahibul maal).
c. Premi
asuransi (takaful) terdiri dari dana / rekening yang diinvestasikan (jika
komponen investasi) dan dana atau rekening untuk membayar mamfaat asuransi yang
disebut rekening tabarru’
d. Dari
total dana yang terkumpul, investasi dilakukan ke dalam instrument investasi
berdasarkansyariah .dari hasil investasi inilah, baik peserta maupun perusahaan
akan melakukan bagu hasil dengan awal. Dari bagi hasil inilah perusahaan akan
menutup biaya operasional serta memperoleh keuntungan.
e. Semua
mekanisma pengelolaan dana dan investasi dari perusahaan diawsi oleh dewan
pengawas syariah.
Umumnya
perusahaan asuransi menawarkan produk-produknya dalam bentuk individu (seperti asuransi jiwa, rawat inap) atau
dalam bentuk kumpulan (seperti rawat jalan).apabila dana mencukupi ada baiknya
melindungi diri dari keluarga dengan jenis-jenis asuransi diatas. Namun, dalam
hal adanya keterbatasan dana untuk membayar premi, proteksi minimumyang
diperlukan keluarga adalah asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.
Menurut
undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang usaha peransuransian takaful pun terdiri
dari dua jenis yaitu asuransi takaful umum (Asuransi kerugian)dan asuransi
takaful keluarga (asuransi jiwa).Asuransi umum sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Perusahaan
asuransi secara umum dibidang properti dan kerugian memiliki peluang investasi
lebih besar dibandingkan perusahaan asuransi jiwa. Sebagai contoh, perusahaan
asuransi properti dan kerugian disyaratkan untuk menginvestasikan sejumlah
minimum dana dalam bentuk obligasi dan hipotik yang memenuhi syarat. Sepanjang
jumlah minimum itu terpenuhi,perusahaan asuransi properti dan kerugian bebas
mengalokasikan investasinya pada kelompok-kelompok aktiva lain yang memenuhi
syarat.[24]
Adapun
asuransi jiwa (kelurga) dalam ekonomi Islam, tujuan pokok takaful adalah
mengganti kerugian tertentu dari dana yang telah ditentukan, yang menetapkan
bersama-sama oleh para pemegang polis, tetapi dikelola oleh perusahaan takaful.
Polis bukan untuk menjamin jiwa seseorang, melainkan sebagai transaksi keuangan
dengan landasan prinsip pertamagotong royong demi
kesejahteraan pihak terjamin dana atau orang yang berada dalam tanggungannya,
kedua unsure gharar dapat dihindari jika polis
didasarkan atas prinsip mudharabah, kontak bagi hasil antara pemilik modal,
yakni pemegang polis, dan pengusaha, yakni perusahaan takaful, dengan rasio
yang telah ditentukan, ketiga tiap polis ditetapkan untuk
periode atau termin terntentu. Misalnya, selama 10 atau 15 tahun sehingga
menggelimasi ketidakpastisan dalam pereode kontrak dan tidak menjadi polis
seumur hidup.
Khususnya
untuk proteksi terhadap meninggalkannya kepala keluarga, produk asuransi jiwa
mempunyai tiga jenis produk, yaitu[25]:
a.
Asuransi “term life”
(berjangka) adalah proteksi asuransi tanpa komponen nilai tunai (tabungan). Produk ini hanya membayar mamfaat jika
tertanggung meninggal dunia dalam periode masa kontrak. Pada perusahaan
asuransi syari’ah memberikan keuntungan perusahaan kepada tertanggung, sesuai
kesepakatan yang dibuat di muka, maskipun tertangung meninggal dunia.
b.
Asuransi
“Endowment” atau “whole life” yang merupakan gabumgan komponen proteksi dan
komponen nilai tunai (tabungan) baik untuk masa kontrak tertentu atau masa
kontrak seumur hidu.
c.
Asuransi “unit
lingk”, merupakan produk kombinasi antara komponen proteksi dan investasi, pada
produk ini , tertanggung dapat memilih paket-paket investasi yang disediakan
oleh perusahaan asuransi.
D.
Skema
Pengelolaan Asuransi Syariah Berbasis
Investasi
Prinsip utama dalam asuaransi takaful adalah ta’awun ‘ala
al-birr wawa al-taqwa (tolong
menolongllah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Dengan prinsip ini
asuransi takaful telah menjadikan semua anggotanya sebagai keluarga besar,
dimana satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung resiko, musibah
yang dialami salah satu anggota akibat karena satu musibah, seperti kematian,
kecelakaan, dan kebakaran, akan dibantu oleh anggota takaful lainnya. Hal ini
disebabkan karena transaksi yang dibuat di dalam takaful (berdasarkan) syariat
adalah akad takaful (saling menanggung), bukan akad tabadul (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi
konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan pertanggungan.[26]
Kenapa saling menanggung (takaful) bukan saling menukar (tabadul),
prinsip saling menanggung di antara para peserta takaful, karena dana dari shahibul
maal(peserta takaful) telah diinvestasikan yang keuntungannya di bagi,
baik peserta maupun perusahaan.
Dalam asuransi takaful syariah seluruh premi yang
dibayar peserta dimasukkan kie dalam rekening “tabarru”, yaitu rekening yang
digunakan untuk membayar klaim kepada peserta.Besarnya nominal premi yang
disetor bergantung pada jenis takaful yang dipilih.
Kemudian uang angsuran premi premi yang disetor itu
dimasukkan ke dalam “kumpulan dana peserta” untuk diinvestasikan pada
proyek-proyek atau pembiayaan-pembiayaan yang sesuai dengan syari’ah.
Keuntungan yang diperoleh dari investasi itu akan diasukkan kembali ke dalam
“kumpulan dana peserta”.
Sedangkan dalam asuransi takaful keluarga (jiwa)
setiap premi takaful yang dibayar dimasukkan kedalam dua rekening
tabungan dan rekening tabarru”. Rekening tabungan
adalah rekening tabungan peserta yang akan digunakan untuk membayar klaim
kepada ahli waris, jika peserta mening gal dunia sebelum pertanggungan
berakhir. Penyisihan premi yang disetor peserta kiepada rekening tanbarru’ prosentasenya
ditentukan sesuai dengan kelompok peserta asuransi takaful dan jangka waktu
pertanggungan.
Selain skema diatas, polis yang dibayar oleh nasabah
(pemegang polis) yang oleh perusahaan dikelola atau diinvestasikan untuk
usaha-usaha produktif yang dibenarkan oleh syara’, sehingga hasil investasi itu
akan dibagikan kepada nasabah melalui pembayaran mamfaat.
Mekanisme pengelolaan dana takaful
berbeda dengan pengelolaan asuransi konvensional, letak perbedaannya adalah
bahwa premi asuransi konvensional salah satu cirinya adalah dibolehkannya
bertukar dana (tabadul). Misalnya, perusahaan
penerbit premi asuransi konvensional dapat memberikan pilihan, katakanlah, lima
dana berbeda kepada pemegangpremi, yang bias berupa dana, ekuitas khusus, dana
property untuk realestate, dana saham internasional, dana dari deposeto pasar
uang (yang pada dasarnya adalah dana bersama pasar uang),dan dana sekuritas
bunga tetap berjangka panjang. Nasabah boleh melakukan pertukaran dana selama
satu tahun secara gratis, perusahaan menawarkan pertukaran ini dengan cara
membuat pasar modal sendiri, yaitu menjual unit-unit (saham) yang dibeli dari
satu nasabah lainnya.
Berbeda dengan asuransi takaful, maskipun segi ini diadopsi namun harus tetep melaksanakan
prinsip mudharabah, karena masing-masing investasi dana terpisah tetap berjalan
dengan wewenang pihak mudharib.
Namun, maskipun pada saat yang sama, investasi seamacam itu menambah keragaman
produk yang masih menjadi persoalan bagi perusahaan takaful. Karena itu, yang
terpenting adalah transaksinya bebas dari bunga, spekulasi dan penipuan (tidak
transparan).
E.
Instrumen
Investasi pada Asuransi Syari’ah dan Mamfaatnnya
Perjanjian (akad) yang
digunakan dalam asuransi takaful pada dasarnya merupakan
suatu konsep investasi. Umumnya menggunakan konsep akad mudharabah, namun di
indonesia ada yang menggunakan konsep akad lainnya dalam hubungan antara
perusahaan asuransi takaful dengan para pesertanya.
Menurut fatwa ulama’ DSN tentang
pedoman umum asuransi syariah, selain takaffulberkaitan
dengan dana premi khusus, hasil investasi ditambahkan kedalam dana tabarru’.
Asuransi syariah berhak memperoleh ujrah(fee)
atas pengelolaan dana tabrru’ yang
dasasnya ditentukansesuai dengan prinsip yang adil dan wajar. Hal ini dapat
ditemui pada asuransi haji.
Khusus pada asuransi haji, misalnya,
asuransi syariah berkewajiban membayar klaim kepada jama’ah haji sebagai
peserta asuransi berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
Akad asuransi haji adalah akad
tabarru’ (hibah) yang bertujuan untuk menolong sesame jama’ah haji yang terkena
musibah, akad dilakukan antara jama’ah haji sebagai pemberi tabarru’ dengan
asuransi syari’ah yang bertindak sebagai pengelola dana hibah.
Adapun secara rinci konsep
perjanjian yang terdapat masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Takaful
kelurga
Perusahaan
takaful dan peserta mengikatnya dalam perjanjian al-mudharabahdengan hak
dan kewajiban sesuai dengan perjanjian.
2. Takaful
umum
Perusahaan
takaful dan peserta mengikatnya dalam perjanjian al-mudharabahdengan hak
dan kewajiban sesuai dengan perjanjian.Pesrta takaful umum bisa perseorangan,
perusahan, atau yayasan, atau lembaga berbadab hukum lainnya.
Konsep al-mudharabahyang
diterapkan pada asuransi islam mempunyai tiga unsur, yaitu sebagai berikut:
a. Dalam
perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi, perusahaan dimanahkan
untuk mengenvestasikan dan mengusahakan pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam
bentuk musyarakah, mudharabah, murabahah, dan wadi’ah yang dihalalkan syara’.
b. Perjanjian
antara pesera dan perusahaan asuransi berbentuk perkongsian untuk
bersama-bersama menanggung risiko usaha dengan prinsip bagi hasil yang porsinya
masing-masing telah disepakati bersama.
c. Dalam
perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi telah ditetapkan bahwa
sebelum bagain keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha dan investasi,
terlebih dahulu diselasaikan klaim mamfaat takaful dari para peserta yang
mengalami musibah.
Baik dalam takaful kelurga maupun pada takaful umum,
dana takaful yang berhasil dihimpun hanya boleh diinvestasikan ke dalam
proyek-proyek ataupun pembiayaan lainnya yang sesuai dengan syari’ah. Artinya,
proyek-proyek bukan hanya menguntunkan saja, akan tetapi juga tidak boleh
bertentangan dengan atau diharamkan oleh islam. (kamaen A. perawata-atmadja,
1996 : 238).
Mamfaat (klaim) berinvestasi takaful
Menurut karnaen
(1996: 238-239)[27],
manfaat atau klaim atupun santunan terhadap investasi takaful yang dapat
diperoleh bagi peserta asuransi takaful keluarga dapat dikelompokkan ke dalam
tiga jenis, yaitu.
a. Bagi
peserta yang masih hidup hingga berakhirnya masa kontrak, akan memperoleh:
1. Seluruh
iurannya yang ada dalam rekening peserta ditambah
2. Porsi
investasi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta ditambah;
3. Kelebihan
dari dana konstribusinya yang ada pada rekening khusus (tabarru’) setelah dikurangi pembayaran klaim dan biaya
operasional.
b. Bagi
peserta yang meninggal sebelum berakhirnya masa kontrak, ahli warisnya akan
memperoleh:
1. Seluruh
iurannya tersebut yang ada dalam rekening peserta ditambah
2. Porsi
investasi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta ditambah;
3. Santunan
berupa sisa kewajiban untuk menyetor konstribusi dihitung dari saat
meninggalnya sampai berakhirnya masa kontrak, dana yang dimaksud ini diambilkan
dari rekening ksusus tabarru’ para peserta yang memang disediakan untuk itu.
c. Peserta
yang mengundurkan diri sebelum
berakhirnya masa kontrak akan memperoleh:
d. Seluruh
iurannya tersebut yang ada dalam rekening peserta ditambah
1. Seluruh
iurannya yang ada dalam rekening peserta ditambah
2. Porsi
bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta.
Sementara itu mamfaat atau santunan yang diperoleh
bagi peserta asuransi takaful umum adalah sebagai berikut:
a. Apabila
dalam masa kontrak terjadi musibah, maka peserta akan memperoleh santunan
sebanyank kerugian yang diderita yang sesuai dengan perhitungan kerugian yang
wajar.
b. Apabila
hingga akhirnhya masa kontrak tidak terjadi musibah, maka peserta akan
memperoleh porsi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta, dana
pembayaran klaim takaful tersebut diambilkan dari kumpulan uang pembayaran
premi peserta.
Adapun pembagian
keuntungan dari hasil pembagian tersebut, baik pada takfuul keluarga maupun
takaful umum, akan dibagikan kepada perusahaan dan pserta takaful sesuai dengan
prinsip al-mudharabah dengan porsi pembagian yang telah disepakti sebelumnya.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 diatas.
F.
Pembinaan
dan Pengawasan Asuransi syari’ah
Sebagaimana
asuransi konvensional, pembinaan dan pengawasan asuransi sayri’ah dilikukan
oleh mentri keungan repuplik indonesia. Hal ini berdasarkan undang-undang no.2
tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menyatakan “Pembianaan dan
pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh menteri”.
Namun
seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada asuaransi syariah terdapat
dewan pwngawas syariah, dewan pengawas syari’ah (DPS) adalah badan independen
yang ditempatkan oleh dewan syari’ah nasional (DSN) pada seluruh asuransi.
Dewan
syariah nasional (DSN) merupakan bagian dari majelis ulama’ indonesia (MUI)
yang bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syari’ah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan sector keuangan pada khususnya, termasuk usaha
bank, asuransi dan reksadana. Anggota DSN terdiri dari para ulama’ praktisi dan
pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah
muamalah.Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun.
DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewengan mengelurkan fatwa atas
jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syari’ah seta mengawasi
penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syari’ah di indonesia.
Anggota
DPS dalam perusahaan asuransi harus terdiri atas para pakar dibidang syariah
muamala yang juga memiliki pengatahuan umum bidang asuransi.Persyaratan anggota
DPS ditetapkan oleh DSN.
Dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan
otaritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesusaian produk asuransi
dengan ketentuan dan prinsip syari’ah.
DPS berfunsi mengawasi prinsip operasional yang digunakan, produk
asuransi yang ditawarkan, serta investasi yang dilakukan oleh manajemen
asuransi itu tidak keluar koridor yang telah ditentukan syari’at islam. Dengan
adanya dewan pengawas syari’ah, asuransi takaful sebagai bentuk asuransi islam
tidak akan keluar dari ajaran islam yang sebenarnya.
G.
Fatwa DSN tentang Asuransi
Syariah
Dalam menjalankan usahanya,
perusahaan asuransi dan reasuransi syariah masih menggunakan pedoman yang
dikeluarkan oleh DSN MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari’ah.[28]Berikut
ini fatwa DSN MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah menetapkan
bahwa:[29]
Pertama : Ketentuan Umum
1.
Asuransi Syariah (Ta’min,
Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong
di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2.
Akad yang sesuai dengan
syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm
(penganiayaan), risywah (suap),
barang haram dan maksiat.
3.
Akad tijarah adalah
semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
4.
Akad tabarru’
adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan
tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
5.
Premi adalah kewajiban
peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
6.
Klaim adalah hak peserta
Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
Kedua: Akad dalam Asuransi
1.
Akad yang dilakukan antara
peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarru‘.
2.
Akad tijarah yang
dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’
adalah hibah.
3.
Dalam akad,
sekurang-kurangnya harus disebutkan :
a.
Hak & kewajiban peserta
dan perusahaan;
b.
Cara dan waktu pembayaran
premi;
c.
Jenis akad tijarah dan/atau
akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi
yang diakadkan.
Ketiga: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah & Tabarru’
1.
Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul
mal(pemegang polis);
2.
Dalam akad tabarru’
(hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong
peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai
pengelola dana hibah.
Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah & Tabarru’
1.
Jenis akad tijarah dapat
diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela
melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan
kewajibannya.
2.
Jenis akad tabarru’ tidak
dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya
1.
Dipandang dari segi jenis
asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
2.
Sedangkan akad bagi kedua
jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.
Keenam : Premi
1.
Pembayaran premi didasarkan
atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’.
2.
Untuk menentukan besarnya
premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel
mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan,
dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
3.
Premi yang berasal dari
jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil
investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta.
4.
Premi yang berasal dari
jenis akad tabarru’ dapat diinvestasikan.
Ketujuh : Klaim
1.
Klaim dibayarkan
berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
2.
Klaim dapat berbeda dalam
jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
3.
Klaim atas akad tijarah sepenuhnya
merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
4.
Klaim atas akad tabarru‘,
merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati
dalam akad.
Kedelapan : Investasi
1.
Perusahaan selaku pemegang
amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
2.
Investasi wajib dilakukan
sesuai dengan syariah.
Kesembilan : Reasuransi
Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syari’ah.
Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syari’ah.
Kesepuluh : Pengelolaan
1.
Pengelolaan asuransi
syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai
pemegang amanah.
2.
Perusahaan Asuransi Syariah
memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad
tijarah (mudharabah).
3.
Perusahaan Asuransi Syariah
memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
Kesebelas : Ketentuan Tambahan
1.
Implementasi dari fatwa ini
harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.
2.
Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
3.
Fatwa ini berlaku sejak
tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Jakarta, 17
Oktober 2001.
Fatwa DSN-MUI
Nomor.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah diatas sudah
secara jelas memberikan ketentuan dan aturan tentang bagaimana seharusnya
Asuransi Syariah agar tidak keluar dari prinsip-prinsip Ekonomi Islam.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1.
Asuransi syariah secara terminology adalah tentang tolong menolong dan
secara umum asuransi adalah sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya
musibah dalam kehidupan, dimana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan
bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi
seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang
diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.
2.
Landasan hukum yang membolehkan diantaranya:Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW,
dan Ijtihad yang meliputi Fatwa sahabat, Ijma’, Qiyas, dan Istihsan.
3.
Menurut mervyn K. lewis
dan latifa M. Algaud (2007: 277-8), ada
3 (tiga) jenis produk takaful yang ditawarkan: Takaful umum, Takaful keluarga (asuransi jiwa islam), dan Retakaful.
4.
Dalam asuransi syariah
adalah saling menanggung (takaful),
bukan saling menukar (tabadul). Prinsip
saling menanggung di antara para peserta takaful, karena dana dari shahibul
maal (peserta takaful) telah diinvestasikan yang keuntungannya di bagi,
baik peserta maupun perusahaan.
5. Umumnya
asuransi syariah menggunakan konsep akad mudharabah, namun di indonesia ada
yang menggunakan konsep akad lainnya dalam hubungan antara perusahaan asuransi
takaful dengan para pesertanya. Manfaat atau klaim ataupun santunan terhadap
investasi takaful yang dapat diperoleh bagi peserta asuransi takaful keluarga dapat
dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu: Bagi peserta yang masih hidup hingga
berakhirnya masa kontrak, Bagi peserta yang meninggal sebelum berakhirnya masa
kontrak, Peserta yang mengundurkan diri
sebelum berakhirnya masa kontrak, Seluruh iurannya tersebut yang ada
dalam rekening peserta ditambah. Sementara itu manfaat atau santunan yang
diperoleh bagi peserta asuransi takaful umum adalah sebagai berikut:
a. Apabila
dalam masa kontrak terjadi musibah, maka peserta akan memperoleh santunan
sebanyank kerugian yang diderita yang sesuai dengan perhitungan kerugian yang
wajar.
b. Apabila
hingga akhirnhya masa kontrak tidak terjadi musibah, maka peserta akan
memperoleh porsi bagi hasil investasi dari dana pada rekening peserta, dana
pembayaran klaim takaful tersebut diambilkan dari kumpulan uang pembayaran
premi peserta.
6. Sebagaimana
asuransi konvensional, pembinaan dan pengawasan asuransi sayri’ah dilikukan
oleh mentri keungan repuplik indonesia. Hal ini berdasarkan undang-undang no.2
tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menyatakan “Pembianaan dan
pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh menteri”.
7.
Dalam menjalankan usahanya,
perusahaan asuransi dan reasuransi syariah masih menggunakan pedoman yang
dikeluarkan oleh DSN MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Arif, M. Nur Rianto.2012. Lembaga
Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoretis Praktis. Bandung: Pustaka Setia
Ali, Hasan. 2004. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu
Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, & Praktis. Jakarta: Kencana
Aziz,
Abdul. 2010. Manajemen Investasi Syariah.
Bandung: Alfabeta
Dewi, Gemala. 2004. Aspek-Aspek
Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta:
Kencana
Fabozzi, Frank J. 1999. Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis. Jakarta:
Kencana
Kasmir.2012. Bank dan Lembaga
Keuangan Lainnya.Jakarta: Rajawali Press
Lubis, Suhrawardi K. 2000. Hukum
Ekonomi Islam.Jakarta: Sinar Grafika
Lubis,
Suhrawardi K. dan Farid Wajdi. 2012. Hukum
Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika
Mushaf Aisyah; al-Qur’an dan Terjemah Untuk
Wanita. 2010. Bandung: Jabal
Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong. 2008. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: Grasindo
Soemitra, Andri.2009. Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
[1] M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga
Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoretis Praktis (Bandung: Pustaka Setia,
2012), 209.
[2] Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta:
Rajawali Press, 2012), 260.
[3] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar
Grafika, 2000), 72.
[4]Ibid., Lihat juga Dr.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya...261,
M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah. Suatu Kajian
Teoretis Praktis…210, Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis (Jakarta: Kencana,
2010), 151, dan Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi (Jakarta: Grasindo,
2008), 103.
[5] Elsi Kartika Sari dan
Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi…102,
lihat juga Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga
Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis…151.
[6] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
(Jakarta: Kencana, 2009), 245.
[7] Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan &
Perasuransian Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), 122, lihat
juga Mushaf Aisyah; al-Qur’an dan Terjemah Untuk Wanita (Bandung; Jabal, 2010),
314.
[8] Menurut Masjfuk Zuhdi dikutip dalam bukunya Suhrawardi K.
Lubis, Hukum Ekonomi Islam…74.
[9] Ibid…75-77. Lihat juga Suhrawardi K. Lubis
dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam
(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 81-85.
[10] Nurul Huda dan
Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam:
Tinjauan Teoretis dan Praktis…161-169.
[11]Mushaf Aisyah;
al-Qur’an dan Terjemah Untuk Wanita (Bandung; Jabal, 2010), 548.
[12] Ibid,…241.
[13] Ibid,…106.
[14] Ibid,… 28.
[15] Ibid,…602.
[16] Ibid,…19.
[17] Ibid,…557.
[18] Ibid,…414.
[19] Dalam bukunya
Ali,2004:113-124, yang dikutip dari buku Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis
dan Praktis…167-169.
[20] Hasan Ali. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu
Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, & Praktis (Jakarta: Kencana,
2004), 104-105.
[21]Elsi Kartika Sari dan
Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi…104.
[22] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah…252.
[23] Menurut mervyn K.
lewis dan latifa M. Algaud (2007: 277-8)
Lihat di bukunya Abdul Aziz, Manajemen
Investasi Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal 194.
[24] Frank J. Fabozzi, Manajemen Investasi (Jakarta: Salemba
Empat, 1999), 165.
[25]Menurut Eko P.
Pratama, 2004: 165, lihat di bukunya Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syariah…196.
[26]Ibid.
[27]Ibid…200.
[28] Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan &
Perasuransian Syariah di Indonesia…128.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar