Minggu, 07 Juni 2015

STABILITAS_EKONOMI_DALAM_BERBAGAI_SISTEM

MAKALAH
STABILITAS EKONOMI DALAM BERBAGAI SISTEM

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Makro Islam”
Dosen Pengampu: Dzikrulloh, S.E.I., M. SEI

Disusun Oleh:
Lilik Wulandari
120721100014
Savira
120721100069
Zamzamatul M
120721100018
Iswatul Hasanah
120721100098
Masjinawati
120721100044
Ulfatun Nazilah
120721100096
Hosniyawati
120721100091
Dewi Nurhuda
120721100046
Ilmiyatul Mansuroh
120721100139
Husni Mubarok
120721100115
Moh. Alif Bahtiar
120721100059
Muhlis
120721100127

PRODI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS ILMU-ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
PERIODE 2014

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hambaNya menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolonganNya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik, makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen pengajar mata kuliah Ekonomi Moneter yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama karena pertolongan Allah SWT.
Makalah ini memuat tentang “Stabitas Ekonomi Dalam Berbagai Sistem” yang mana peyusun yakin bahwa makalah ini masih memerlukan revisi karena begitu banyak kekurangan yang ada dari berbagai sisi. Kami ucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang telah mendukung dalam rangka penyusunan makalah ini, semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat memberikan tambahan wawasan ilmu kita semua. Amin….       

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I                         PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Rumusan masalah
1.3.Tujuan Masalah
BAB II            PEMBAHASAN
2.1.Pandangan Aliran Monetarist tentang Uang
2.2.Pandangan Aliran Keynesians tentang uang
2.3.Pandangan Ekonom Austria tentang Uang
2.4.Pemikiran Masadul Alam Choudry tentang Uang
2.5.Pemikiran Umer Chapra tentang Uang
2.6.Upaya Stabilisasi Mata Uang Emas (Dinar) dalam Konsep Ekonomi
BAB III          PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Berbicara tentang stabilitas ekonomi dalam berbagai sistem, pasti tidak akan terlepas bahasannya dari uang, karena secara umum sistem yang dimaksud disini adalah keuangan. Stabilitas sistem keuangan sebenarnya belum memiliki definisi konkrit yang telah diterima secara nasional maupun internasional. Ada banyak definisi tentang stabilitas sistem keuangan yang pada pokoknya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan atau lembaga keuangan memasuki tahap yang tidak selalu stabil, dan pada saat tertentu sistem tersebut telah menghambat kegiatan ekonomi.
Perekonomian yang tidak stabil, akan menimbulkan biaya yang tinggi bagi perekonomian dan masyarakat. Sehingga stabilitas ekonomi sangat penting untuk memperlancar perekonomian nasional. Stabilitas ekonomi bias dilakukan lewat pengelolaan besaran ekonomi, struktur pasar, dan sector-sektor lain. Disamping itu, perlu juga adanya dukungan kebijakan fiskal dan moneter serta reformasi struktural.
Makalah ini penulis susun sebagai acuan yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan “Stabilitas Ekonomi dalam Berbagai Sistem”. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya kepada penulis, dan semoga menjadi investasi penulis kelak di akhirat. Amien…. 
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pandangan aliran monetarist tentang uang?
2.      Bagaimana pandangan aliran Keynesians tentang uang?
3.      Bagaimana pandangan ekonom Austria tentang uang?
4.      Bagaimana pemikiran Masudul Alam Choudry tentang uang?
5.      Bagaimana pemikiran Umer Chapra tentang uang?
6.      Bagaimana upaya stabilisasi mata uang emas (Dinar) dalam konsep ekonomi?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pandangan aliran monetarist tentang uang.
2.      Untuk mengetahui pandangan aliran Keynesians tentang uang.
3.      Untuk mengetahui pandangan ekonom Austria tentang uang.
4.      Untuk mengetahui pemikiran Masudul Alam Choudry tentang uang.
5.      Untuk mengetahui pemikiran Umer Chapra tentang uang.
6.      Untuk mengetahui upaya stabilisasi mata uang emas (Dinar) dalam konsep ekonomi.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Aliran Monetaris tentang uang
Apa yang diungkapkan oleh Monetarist sesungguhnya adalah seperti pandangan Teoristis Kuantitas Uang,  yaitu yang berasal dari teori Jean Bodin, kemudia John Locke, David Hume, David Richardo, John Stuart Mill, lalu berpuncak pada Irving Fisher dalam periode 1920-an dan 1930-an, dan kemudian Milton Friedman dalam periode 1960-an dan 1970-an. Teori mereka yang pokok adalah adanya hubungan antara kuantitas uang dan harga-harga, dimana money supply merupakan factor penentu utama tingkat harga.
Namun aliran monetarist (disebut juga Teori Kuantitas Uang Modern) berpendapat lebih luas lagi, yaitu bahwa perubahan money supply tidak hanya mempengaruhi tingkat harga, tetapi lebih luas lagi, bahwa dalam jangka pendek money supply juga merupakan determinan penting yang dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian. Menurut kaum Monetarist, antara money supply dan GNP terdapat hubungan langsung dan meyakinkan. Hubingan itu tidak lain adalah monetary velocity yang dapat ditaksir (predictable). Oleh karena itu, suatu perubahan money supply akan mengakibatkan perubahan dalam aggregate spending dan GNP dengan jumlah yang dapat diramalkan. Jika money supply ditingkatkan selama periode resersi, maka kenaikan spending pertama-tama akan meningkatkan kesempatan kerja (employment) dan output riil. Sedangkan apabila perekonomian sudah mendekati full-employment, maka kenaikan GNP (karena kenaikan money supply) akan disertai kenaikan harga-harga.
Dalam pembahasan tentang permintaan uang oleh masyarakat, Monetarist sangat menitik beratkan perhatian pada permintaan uang untuk tujuan transaksi. Permintaan akan uang masyarakat itu dirumuskan sebagai suatu fraksi tertentu dari penghasilan mereka (Md = kY), suatu kenaikan money supply akan meningkatkan Y (GNP), kenaikan Y ini baru akan berhenti apabila money demand = money supply (Md = Ms). Jadi income akan terus meningkat sampai seluruh kenaikan money supply diserap ke dalam kenaikan permintaan uang untuk transaksi (transaction demand). Dalam hubungan ini, monetarist sama sekali tidak menyinggung pengaruhnya terhadap tingkat bunga.
Oleh karena Md = kY, maka Md akan sama dengan Ms hanya bila income sama dengan sutu fraksi tertentu yang dikalikan dengan money supply (Y= 1/k Ms). Factor pengali (1/k) ini tidak lain adalah velocity of money (V). Velocity ini akan tetap konstan selama k tidak berubah.
Pendangan kaum monetarist meneganai volecity ini sangat kaku (inflexible), yakni bahwa factor V itu tidak berubah alias konstan. Yang perlu ditekankan hanyalah bahwa velocity itu dapat diramalkan. Tapi belakangan sebagian besar kaum monetarist hanya menekankan bahwa velocity itu mestinya dapat diramalkan, dan tidak perlu kosntan. Dengan kata lain, jika money supply meningkat, maka GNP juga akan naik  dengan jumlah yang dapat diketahui, karena permintaan akan uang mempunyain hubungan yang meyakinkan dengan GNP. Permintaan akan uang mungkin saja tergantung kepada tingkat bunga, tetapi hubungan seperti itu adalah stabil dan predictable. Situasi yang ideal bagi bank sentra adalah suatu velocity yang stabil, ataupun kalau berubah, perubahan itu terjadi perlahan-lahan dan dapat diramalkan selama periode waktu tertentu. Ini merupakan asumsi utama aliran Monetarist. Jika misalnya velocity itu stabil atau predictable, maka bank sentral dapat mempengaruh hampir seluruh spending, yaitu secara sederhana dengan menyesuaikan money supply terhadap velocity yang diketahui itu. Dengan demikian, maka kebijaksanaan moeneter saja akan diperlukan dan cukup untuk mengendalikan seluruh spending
2.2 Pandangan Aliran Keynesians tentang uang
Berbeda dengan kaum monetarist, kaum Keynesians berpendapat bahwa money supply mempengaruhi GNP melalui jalur yang tidak lansung dan tidak meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa velocity tidak stabil baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dijelaskan oleh Keynesians dengan tiga cara:
2.2.1   Katakanlah bank sentral meningkatkan money supply melalui open market operations (membeli surat berharga pemerintah). Tetapi kanaikan likuiditas ini tidak dibelanjakan oleh masyarakat, melainkan disimpan di rumah (hoarding). Memang, money supply naik, tetapi GNP tidak berubah. Maka velocity turun, inilah yang disebut likuiditi trap.
2.2.2   Perubahan money supply itu tidak akan memengaruhi GNP apabila pada saat yang sama terjadi perubahan permintaan akan uang. Di sini Keynesians menggunakan fungsi money demand yang tergantung juga pada tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan memengaruhi permintaan investasi dan income kalau tingkat bunga tidak berubah, maka investasi dan GNP tidak akan berubah. Misalnya, terjadi kenaikan money supply. Tapi apabila diimbangi oleh kenaikan money demand, dengan cara dan jumlah tertentu, maka tingkat bungan tidak akan berubah, sehingga GNP juga tidak berubah.
2.2.3   Katakanlah seperti anggapan monetarist bahwa masyarakat tidak ingin memegang kelebihan uang dalam bentuk kas. Maka apabila ada tambahan uang kas (karena peningkatan money supply), kelebihan itu akan segera dibelanjakannya. Dalam dunia monetarist, kelebihan uang ka situ akan dibelanjakan (oleh masyarakat) untuk asset riil (barang dan jasa), karena itu secara lansung meningkatkan GNP. Tetapi dalam dunia Keynesians, masyarakat akan membelanjakan kelebihan uang ka situ untuk assets finansiil: harga harga surat berharga itu akan naik, dan tingkat  bunganya turun. Tetapi GNP masih belum terpengaruh. Nah, kalau turunnya tingkat bunga itu bisa mendorong pengusaha ataupun konsumen meningkatkan keinginan meminjam dana, dan lalu dibelanjakan untuk barang dan jasa, barulah GNP akan naik. Jadi menurut Keynesians, jalur money supply memengaruhi GNP itu tidak lansung dan tidak pasti.
Itulah sebabnya Keynesians menggambarkan hubungan antara uang dan tingkat bunga. Sedangkan monetarist menggambarkan hubungan antara uang dan income. Keynesians sangat menekankan motif spekulatif dalam memegang uang, sedang monetarist lebih menekankan motif transaksi.
Jadi kesimpulan pandangan utama Keynesians ialah : perubahan money supply hanya dapat memengaruhi aggregate spending dan GNP, apabila pertama tama tingkat bunga berubah, dan kemudian hanya juka business spending atau consumers spending sensitive terhadap perubahan tingkat bunga itu.
Menurut Monetarist sumber kestabilan perekonomian adalah: tingkat harga. Jika, misalnya, konsumsi dan investasi tidak naik cukup cepat untuk mengimbangi turunnya investment spending semula, maka unemployment yang terjadi akan menurunkan harga harga. Suatu stok uang yang tetap dengan harga harga yang lebih rendah berarti money supply rill yang lebih besar. Ini akan merangsang ‘spendin’ secara lansung melalui teori kuantitas.
Sedangkan menurut Keynesians, money supply rill yang lebih besar ini akan menurunkan tingkat bunga, dan investment spending selanjutnya masih akan tetap naik. Menurut Keynesians, respon terhadap price effect ada dua:
a.    Harga harga jarang sekali turun
b.    Spending effect terlalu lambat berjalur untuk mencapai full employment.
Analisis Keynesians dalam kaitannya dengan kebijaksanaan bank sentral adalah menitikberatkan pada kredit.
Menurut Keynesians, uang itu tidaklah begitu penting sampai perjalanannya hingga ketangan spender yang potensial. Transaksi pinjam menimjam mungkin diperlukan untuk emnimdahkan uang dari pemegangnya (pemegang uang nganggur) karena para peminjam (borrower) yang membutuhkannya untuk dibelanjakan.
Monetarist menolak pandangan di atas. Menurut mereka, setiap orang yang memegang uang adalah bertindak pula sebagai spender. Jadi yang perlu diperhatikan adalah uang, dan uang itu memengaruhi GNP secara lansung.
2.3      Pandangan Ekonom Austria tentang uang
Terhadap kenyataan adanya inflasi, krisis perbankan dan krisis ekonomi, para pemikir ekonomi dari Austria menyalahkan penggunaan fiat money sebagai penyebab utama terjadinya berbagai macam krisis tersebut. Mereka mengusulkan diterapkannya 100% reserver gold standard. Para ekonom Australia beranggapan bahwa system ini lebih superior dibandingkan dengan system fiat money yang ada. Karena dapat mencegah terjadinya inflasi dan memelihara kestabilan harga-harga secara umum.[1] Sistem gold standard sudah menggantikan sistem Bimatallisme yang digunakan oleh imperium Roma dan imperium Persia serta Negara-negara di dunia sampai pertengahan abad ke-19.[2]
Para ekonom Australia berpendapat bahwa dengan menggunakan fiat money pemerintah dengan bebas akan dapat mencetak uang tanpa mempertimbangkan kebutuhan dari transaksi di sector riil. Di samping itu, pencetakan uang akan
ITEMS
MONETARIST
KEYNESIANS
Velocity of money
Predictable dan (agak)
Konstan
Tidak konstan dan
Unpredictable
Ms  GNP
a. predictable
b. langsung:Ms Ms  GNP
a. unpredictable
b. tidak langsung:
Ms  tk.bunga  GNP
Diagram
a. absis : uang
b. ordinat : income
a. absis : uang
b. ordinat : tk. Bunga
Harga uang (dipasar uang)
*tingkat harga umum
*tingkat bunga
Fungsi Md
Stabil
Tidak stabil
Ms  tingkat bunga
            Jk. Pendek:
            Jk. Panjang :


Tk. Bunga turun
Tk. Bunga naik

Tk. Bunga turun
a. tergantung pada
    sensitivitas   GNP
b. Umumnya : turun, karena:
    1.periode interim cukup
       Panjang
    2. adanya wealth effect

Uang atau kredit
Uang
Kredit
Definisi uang
M1, tapi akhirnya juga M2 dan M3
Menggolongkan setiap
ukuran tunggal monetary
policy
Kebijaksanaan yang
 disarankan

Moneter
Fiscal

Menghasilkan bagi otoritas moneter. Hal tersebut sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
Real revenue from printing money
Dimana  yang tinggi akan menyebabkan tingkat tingkat inflasi ( ) yang tinggi, sehingga implikasinya adalah suatu nilai nominal yang lebih tinggi pula dari tingkat suku bunga (R = r +  ). Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan uang yang tinggi akan menghasilkan tingkat pajak yang lebih tinggi pula dari pajak memegang uang (tax for holding money).
Para ekonom Australia mempunyai sudut pandang yang lebih radikal dibandingkan dengan para ekonom monetaris maupun Keynesians dalam melihat inflasi. Ekonom Austria mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan dari volume money suplay. Adapun harga-harga yang meningkat yang terjadi setelah peningkatan money suplay merupkan konsekuensi dari inflasi, meski bukan merupakan inflasi itu sendiri. Jika inflasi adalah peningkatan money suplay, maka penyebab inflasi adalah pencetakan uang oleh pemerintah untuk membiayai anggaran deficit dan penciptaan kredit oleh system fractional reserve banking. Peningkatan money suplay tanpa diimbangi dengan peningkatan cadangan emas atau commodity money lainnya akan memberikan efek yang harmful terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu ekonom Australia, Ludwig Von Mises bahkan berpendapat bahwa penciptaan kredit melalui fractional reserve lending oleh perbankan mirip dengan pencetakan uang. Hanya cara uang tersebut masuk ke dalam sirkulasi yang berbeda …………………” by lowing the interest rate they charge, banks can intensify the demand for credit. Then, by satisfying this demand,they can increase the quantity of fiduciary media in circulation”.
Cara mengatasi seignorage dan penciptaan kredit oleh perbankan, menurut ekonom Austria, adalah dengan menggunakan kombinasi antara 100% reserve dan standart emas. Dengan demikian,ekspansi kredit besar-besaran oleh system perbankan akan dapat dieliminir. Dengan membuat uang convertible terhadap emas akan mengakhiri terjadinya inflationary government policies karena peningkatan kuantitas uang harus diimbangi dengan kenaikan cadangan emas. Di sisn musti dicatat, bahwa tingkat harga, secara umum, tidak akan stabil 100%. Karena mencapai tingkat harga yang “super stabil” adalah tidak mungkin, yang menurut ekonom Austria sendiri hal ini merupakan tindakan yang unnecessary.
Terdapat dua keuntungan lain dari rendahnya tingkat inflasi dalam system 100% reserve gold standard. Yang pertama adalah rendahnya tingkat suku bunga, ini tidak disebabkan karena bank sentral merendahkan suku bunga, namun karena peminjam uang menanggung risiko yang lebih keci dalam system ini. Jika tingkat suku bunga masih merefleksikan kelangkaan modal, maka naik turunnya siklus bisnis akan dapat dihindari, sehingga pertumbuhan ekonomi akan sustainable.
Keuntungan kedua dengan diterapkannya 100% reserve gold standard, menurut ekonom Austria adalah akan membatasi keleluasaan pemerintah untuk menerapkan anggaran defisit. Karena dengan system ini, pemerintah mau tidak mau harus melakukan anggaran berimbang. Dalam system ini, seluruh program pemerintah harus didanai dengan menggunakan pola taxation, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ekonom Austria juga menambahkan, selain beberapa keuntungan diatas, aka nada keuntungan lain yang akan diperoleh pemerintah suatu Negara jika system tersebut diterapkan oleh banyak Negara didunia, yakni meningkatnya perdagangan internasional, ini disebabkan risiko kurs nilai tukar akan dengan sendirinya tereliminir.
2.4      Pemikiran Masudul Alam Choudury tentang uang
Chaundury melakukan analisis ekonomi moneternya berdasarkan teori endogeneos money,ia berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan stabil ketika ditunjang oleh sistem 100% reserve. dalam analisis berikut ini akan diperlihatkan bagaimana hubungan antara sektor riil dengan moneter dalam teori endogenous money. Kuadran pertama, menjelaskan hubungan antara currency value of spending (C) yang merupakan representasi dari volume sektor moneter dengan real value spending (yang merupakan representasi dari sektor riil). Dalam diagram satu inilah dapat dilihat bagaimana keseimbangan antara sektor riil dengan moneter. Mekanisme terbentuknya keseimbangan tersebut  merupakan output dari keterkaitan antara kuadran pertama dengan dengan ketiga kuadran lainnya. Kuadran kedua, menerangkan hubungan antara real value of spending (P.Q) dengan  rate value profit (P). Dari kesemua hubungan kuadran kedua merupakan kuadran yang paling utama, karena dalam kuadran inilah dapat dilihat perbedaan antara keseimbangan umum dalam ekonomi islam dengan ekonomi konvensional. rate of profit (P) dan interest rate (r) dalam kedua sistem ekonomi baik islam maupun konvensional masing-masing dijadikan sebagai intermediation instrument antara sektor riil dengan sektor finansiil. Perbedaan akan terlihat  bagaimana hubungan suku bunga dengan real value of spending dalam kurva IS ekonomi konvensional bila di bandingkan dengan hubungan antara rate of profi t(P) dan real value of spending (P.Q) yang berbanding lurus. Rate of profit (P) berhubungan linier positif terhadap real value of spending artinya apabila dalam suatu perekonomian nilai rate of profit meningkat maka akan diikuti secara proporsional peningkatan real value of spending . Kuadran ketiga menggambarkan hubungan antara  rate of profit dengan harga (p). Akhirnya pada diagram empt digambarkan bagaimana hubungan antara price (p) dengan currency value of spending (C). hubungan antara rate of profit dengan harga dapat dijelaskan  dari fenomena naik turunnya harga. dalam teori endegenous money-nya Choundry, naik turunnya harga disebabkan karena pergerakan aggregate demand. Lebih spesifik lagi,pergerakan AD ini semata-mata karena perubahan di sektor riil dan bukannya sektor moneter. Karena kenaikan harga disebabkan oleh perubahan dalam real value of spending (P.Q) sedangkan rate of profit berbanding lurus dengan real value of spending (P.Q) maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa perubahan harga dapat disebabkan karena perubahan pada rate of profit (P), dan keduanya akan berhubungan positif seperti yang terlihat dalam kuadran ketiga.
Dalam  kuadrat empat, diterangkan bagaimana keseimbangan dalam financial sector terbentuk. Hubungan yang terjadi dalam kuadran empat dipengaruhi oleh hubungan yang terjadi pada kuadran kedua, hal ini dapat dijelaskan karena islam menghendaki currency value of spending adalah representasi  dari real value of spending. sedangkan harga adalah biaya moneter yang berfungsi untuk menyeimbangkan antara volume sektor riil dengan sektor finansiil. Maka semakin besar volume sektor riil akan berdampak pada penembahan di sektor finansiil. Maka sektor riil berhubungan positif dengan tingkat harga (p), dalam diagram ketiga , maka harga juga akan berhungan secara positif dengan besarnya aktivitas atau volume dalam sektor moneter.  Dalam diagram empat terlihat bagaimana harga dibanding lurus dengan currency value of spending. Kalau kita perhatikan, pemikiran Choundry, dengan endogenous money dan 100% reserve, sangat mirip dengan pemikiran ekonon Austria.   

2.5 Pemikiran Umar Capra tentang uang
Ekonomi dalam pandangan Islam bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan kebutuhan bagi manusia dan sarana yang lazim agar bisa hidup dan bekerja untuk mencapai tujuan yang tinggi (sebagai hamba Allah yang sholeh), sehingga ekonomi hanya merupakan sarana penunjang bagi pelakunya dan menjadi pelayan bagi aqidah dan risalah yang diyakini.[3] Hal ini yang menjadi dasar pertimbangan bagi para pakar ekonomi Islam agar semua kegiatan perekonomian selalu sesuai dengan koridor Islam, seperti kebijakan moneter, pengembangan moneter, dan lain-lain.
Menurut Chapra, terdapat tiga sumber pengembangan moneter dalam rangka menjamin pertumbuhan moneter yang cukup dan tidak berlebihan. Dua diantaranya bersifat domestic yaitu pembiayaan deficit Negara dengan meminjam dari bank sentral dan pengembangan deposit dengan cara menciptakan bank-bank kredit komersial.
Dengan menggunakan formula dasar Keynes, permintaan akan uang versi Chapra adalah sebagai berikut:
Md  = f (Y, S, µ), dimana
Y    = barang dan jasa yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan. Dan investasi produktif yang selaras dengan nilai islam.
S     = nilai-nilai moral dan social (termasuk zakat) yang nantinya akan berpengaruh terhadap proses alokasi dan distribusi sumber daya. Ini akan berpengaruh terhadap Md yang tidak dipergunakan untuk conspicuous consumption.
µ     = rate of profit. Suku bunga tidak diperkenankan dalam proses financial intermediation.
Dalam rangka mencapai stabilisasi, Chapra mengusulkan beberapa instrument kebijakan moneter  berikut ini:
2.5.1   Target Pertumbuhan pada M dan M0
Secara berkala, bank sentral harus menetapkan pertumbuhan penawaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi yang dapat dipertahankan dan stabilitas dalam nilai uang. Untuk membantu tujuan diatas, bank sentral harus membuat total M0, sebagian diperuntukkan bagi pemerintah dan sebagian lain untuk bank-bank komersial dan lembaga-lembaga khusus keuangan. M0 yang diperuntukkan bagi pemerintah, harus berupa pinjaman tanpa bunga guna memungkinkan pemerintah membiayai proyek-proyek sosialnya, termasuk penyediaan perumahan, fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi kalangan miskin.
M0 yang disediakan untuk bank komersial, terutama dalam bentuk pinjaman mudharabah, harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif maupun kuantitatif utama untuk mengendalikan kredit.
2.5.2   Public Share of Demand Deposit
   Dalam jumlah tertentu, demand deposit bank-bank komersial, katakanlah maksimum sampai 25%, harus diserahkan kepada pemerintah guna memungkinkannya membiayai proyek-proyek yang secara social menguntungkan, sementara system bagi hasil belum dimungkinkan. Jumlah ini diluar yang telah diberikan kepada pemerintah oleh bank sentral dalam rangka memperoleh landasan keuangan (M0). Ada tiga alas an pendukung ide ini. Pertama, bank komersial bertindak sebagai agen Negara dalam memobilisasikan dana macet dalam masyarakat. Kedua, the banks do not pay any return on demand deposits;  ketiga, jika deposit ini diasuransikan sepenuhnya, Negara tidak perlu menanggung risiko.
2.5.3   Statutory Reserve Requirement
Bank komersial diharuskan memiliki cadangan dalam jumlah tertentu, katakanlah 10-20% dari demand deposit mereka dengan bank sentral. Jumlah cadangan ini bias bervariasi tergantung kepada kebijakan moneter dari bank sentral.
Rasionalisasi di balik pemberlakuan cadangan hanya terhadap demand deposit, sebagaimana telah disebutkan berkaitan dengan hakikat equity deposit mudharabah dalam perekonomian islam.  Statutory Reserve Requirement ini juga akan membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank.
2.5.4   Credit Ceiling
Perilaku penawaran uang mencerminkan suatu interaksi yang kompleks dari berbagai sector perekonomian internal maupun eksternal. Dari sini, kiranya perlu ditetapkan batas kredit yang boleh dilakukan bank-bak komersial untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target-target moneter. Langkah ini harus dilakukan secara hati-hati, terutama dalam pengalokasian batas antar bank secara individual agar tidak mengancam kompetisi yang sehat antar bank itu sendiri.
2.6    Upaya stabilisasi mata uang emas dalam konsep ekonomi
Dalam bagian ini yang pertama harus kita kupas adalah makna dari kestabilan nilai mata uang menurut teori ekonomi. Ini di perlukan karena keberadaan uang dalam sebuah perekonomian memberikan arti yang penting. Ketidak adilan dari alat ukur yang diakibatkan adanya instabilitas nilai tukar uang akan mengakibatkan perekonomian tidak berjalan pada titik keseimbangan. Hal ini akan semakin mempersulit untuk merealisasiakan keadilan dalam sosila ekonomi da kesejahteraan social. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu melakukan pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalan system yang dianutnya. Stabilitas harga berarti terjaminnya keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian akan relative berada dalam kondisi yang memungkinkan teralokasinya sumber daya secara merata, terdistribusinya pendapatan, optimum growth, full employment, dan stabilitas perekonomian. Menurut teori ekonomi, kestabilan nilai mata uang dapat dibagi kedalam dua aspek. Pertama, kestabilan nilai mata uang dilihat dari berfluktuatifnya nilai uang terhadap harga barang dan jasa, yang lebih lanjut kita rasakan dengan adanya inflasi dan deflasi (kestabilan nilai uang dalam konteks closed-economy). Kedua, kestabilan nilai mata uang dilihat dari berfluktuatifnya nilai uang terhadap nilai uang mata uang Negara lain yang lebih lanjut kita rasakan dengan adanya depresiasi dan apresiasi mata uang (kestabilan nilai uang dalm konteks open-economy). Segala fenomena tentang uang dari keempat hal tersebut menjadikan stabilitas nilai mata uang akan terganggu. Selanjutnya ada baiknya kita menjelaskan kestabilan nilai standard emas (dinar) dilihat dari dua aspek diatas, yakni aspek closed-economy dan open-economy. untuk menjelaskan kestabilan nilai standard emas dalam konteks closed-economy, akan digunakan pendekatan quantity theory of money, sedangkan untuk menjelaskan kesatbilan dalam konteks open-economy akan dipakai pendekatan monetarist model.
2.6.1   Kestabilan Dinar (Emas) Menurut Quantity Theory of Money
Seperti kita ketahui bersama bahwa dinar dan dirham sudah digunakan sebagi mata uang sejak sebelum risalah islam diturunkan lewat rosulullah. Dalam perkembangan selanjutnya Negara-negara didunia tetap makai standar emas dalam perekonomian internasional. Meskipun waktu tetapnya tidak dapat dipastikan, namun gold standard ini mulai diterapkan dalm kurun waktu 1880 sampai dengan 1890. Dalam standard emas ini mata uang Negara didunia dinilai berdasrkan berapa nilai mata uang tersebut dalam menghargai emas. misalnya Negara A senilai 0,1 ons emas dan Negara B senilai 0,2 ons emas, maka 1 unit B senilai dengan dua kali harga A. dengan demikian, nilai tukar keduanya adalah 1B = 2A. dengan menggunakan standard emas maka dapt dijelaqskan pula bagaimana mekanisme keseimbangan neraca pembayaran di setiap Negara yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat harga secara umum di masing-masing Negara. Berikut ini juga akan terlihat bagaimana perubhan money supply akan berpengaruh tehadap tingkat harga secara umum, sebagaimana diutarakan oleh David Hume. Dengan  fomulasi MV=PQ4, dimana M (money supply), V (velocity of money-average number of times each dollar is spent), P (price level), dan Q (quantity or number of transaction paid for with money) kita akan melihat bagaimana mekanismenya berjalan. Negara X yang neraca pembayarannya (selanjutnya akan disingkat akan menjadi BoP, artinya balance of payment) mengalami deficit pada saat yang bersamaan akan mengalami ouflow dari emas, ini berarti money supply juaga ikut berkurang yang selanjutnya akan menurunkan tingkat harga secara umum (ingat rumusan quantity theory of money diatas). Sebaliknya, negara Y yang mengalami surplus BoP akan mendapati aliran masuk emas kedalam Negara tersebuat (artinya money supply ikut naik), asumsi ceteris paribus dengan formulasi quantity theory of money harga-harga ikut naik juga namun demikian, Negara X yang BoP-nya deficit akan mengalami kenaikan ekspor secara tajam akibat harga-harga yang turun, sebaliknya Negara Y ayng BoP-nya surplus akan mengalami penurunan tingkat ekspor akibat kenaikan harga-harga secara umum. Kondisi kedua Negara yang berkebalikan tersebut mendorong kepada tercapainya keseimbangan neraca pembayaran dimasing-masing Negara.
Negara X (difisit)
Gold outflow (MS↓, maka p↓, asumsi V dan T tetap), akibat P↓, maka x↑, sehingga terjadi Gold inflow, kembali equilibrium.
Negara Y (surplus BoP)
Gold inflow (MS↑maka P↑, asumsi V dan T tetap), akibat P↑ maka x↓, sehingga terjadi   Gold outflow, kembali equilibrium.
Dari mekanisme transmisi diatas dapat dipahami mengapa tingkat harga pada rezim standard emas relative stabil mengingat peningkatan money supplysangat dibatasi oleh persediaan atau stock emas sehingga pergerakan harga-harga juga tidak terlalu fluktuastif. Tidak demikian halnya dengan rezim fiat money.  Dalam garik berikut ini akan diperlihatkan tingkat harga padsa rezim gold standard yang terjadi di amerika serikat dan inggris.
Dari kedua grafik diatas, tampak bahwa tingkat haarga-harga secara umum relative stabil dan tidak seluktuatif dibandingkan ketika tidak lagi menggunakan standard.
Selanjtunya, akan diberikan ringkasan tingkat harga, real out pout dan pertumbuhan uang di amerika dan inggris pada masa rezim gold standard, interwar periode dan post word-war II.
Sejarah perang dunia 1 menunjukkan standard emas pada masa itu berhasil karena menggunakan  managed internasional standard dimana bank central mempunyai peranan dalam mengatur supply emas. Ditambah lagi dengan adanya pasar uang dan pemusatan internasional capital dilondon serta penggunaan poundsterling sebgai mata uang kunci telah berperan penting terhadap berhasilnya sitem standard emas meskipun cadangan emas yang dimiliki terbatas. Disamping itu adanya kerjasama antara Negara-negara yang tergabung dalam system managed gold standard turut menjaga tercapainya kestabilan harga dalam jangka waktu yang panjang. Artinya system standard emas tidak  akan berhasil dalam mengatasi persisten shocks  yang terjadi diluar control Negara yang bersangkutan jika tidak dilakukan secara bersama. Oleh sebab itulah fiduciary money standard yang didasrkan atas pertumbuhan moneter yang terprediksi dan teratur dapat menghasilkan stabilitas tingkat harga dan output yang lebih baik dari pada kembali pada standard emas. Yang harus menjadi perhatian sebenarnya adalah begaimana dalam system  fiduciary money, menurut Bordo: “is tu ensure that such a rule is maintained and taha a commitment be made to the goal of long-run price stability.” 

2.6.2   Kestabilan Standart Emas (Dinar) dalam Perspektif Monetarist Model
Dalam perkonomian yang islami, permintaan akan uang dipengaruhi oleh aggregate output (Y) dan rate of return on investment (r). Sehingga bisa kita formulasikan sebagai berikut:
   (2.1)
M menurut money stock dan p adalah tingkat harga. Bisa kita lihat bahwa persamaan diatas mirip dengan liquidity preference function. Namun demikian, penggantian komponen i (interest rate) dengan r (rate of return) mempunyai implikasi yang luas. Salah satunya adalah bahwa dalam fungsi diatas, uang tidak bersubstitusi dengan interest bearing bond dan derivatives.
Money supply dapat diformulasikan sebagai berikut:
     (2.2)
m adalah money multiplier dan H adalah high powered money (base money). Sehingga persamaan money multiplier sebagai berikut:
        (2.3)
Rr dan Re adalah required reserve ratio dan excess reserves, yang masing-masing merupakan persentase dari deposits (D). sedangkan C, representasi dari currency dalam peredaran.
High powered money diambil dari neraca bank sentral yang jumlahnya sama dengan volume kredit domestic dan international reserve.
       (2.4)
Perlu kita catat bahwasanya money dalam perekonomian dapat dipengaruhi oleh bank sentral melalui H dan system perbankan melalui m.
Sisi aset bank sentral dalam perekonomian yang islami berbeda dengan bank sentral konvensional, karena tidak mengandung interest bearing bond. Namun diganti dengan aset finansial yang di back-up oleh transaksi riil, yakni Q. Di samping itu, selain mencakup international reserve (F) juga berstandarkan emas (G). Sehingga high powered money dalam perekonomian islami sama dengan:
           (2.5)
Maka money supply dalam perekonomian islami dapat diformulasikan sebagai berikut:
  (2.6)
Dari persamaan money supply diatas, kita bisa melihat bahwa bank sentral dapat menaikkan besaran money supply dengan cara meningkatkan salah satu dari ketiga komponen yang ada dalam persamaan tersebut. Namun demikian, kemampuan perbankan untuk menyaluran kredit domestik sangatlah terbatas, tidak demikian halnya dengan sistem fiat money.  Kenapa demikian? Di samping adanya keterbatasan komponen G, bank sentral tidak bisa menyalurkan uang tanpa adanya transaksi riil di masyarakat.
Selanjutnya, untuk menentukan tingkat kestabilan nilai tukar, kita akan menggunakan pendekatan purchasing power parity (PPP). Dengan paradigma PPP, nilai tukar suatu negara ditentukan oleh rasio antara tingkat harga dalam negeri dan luar negeri.
         (2.7)
E adalah exchange rate (nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri), P harga dalam negeri dan P* harga luar negeri. Kemudian kita akan menggunakan paradigma perfect capital mobility untuk mendeskripsikan kondisi interest parity, sebagi berikut:
         (2.8a)
dimana i tingkat bunga dala negeri, i* tingkat bunga luar negeri, dan e tingkat ekspektasi depresiasi atas mata uang domestik. Perlu kita catat disini bahwa rate of return dari foreign asset merupakan penambahan antara i* dan e.
Dalam perekonomian islami, kondisi return parity-nya adalah:
`(2.8b)
Mensubstitusikan persamaan (2.7) dan (2.8b) ke dalam persamaan (2.1), kita akan mendapatkan fungsi permintaan uang dalam perkonomian islami dibawah ini:
  (2.9)
Maka keseimbangan pasar uang (persamaan 2.9 dan 2.6) adalah
    (2.10)
sehingga
   (2.11)
Dengan pendekatan monetarist model maka persamaan keseimbangan nilai tukar dalam standart emas (dinar) bisa kita amati dalam persamaan (2.11). Dari persamaan tersebut dapat kita lihat bahwa nilai tukar daalam standart emas (dinar) relatif stabil dibandngkan system fiat money. Ada beberapa keuntungan lainnya, di antaranya adalah:
2.6.1.1 Money supply tidak bisa dinaikkan semaunya sendiri oleh otoritas moneter karena akan sangat dibatasi oleh cadangan devisa dan cadangan emasnya, hal ini berpengaruh pada terjaganya kestabilan nilai tukar yang ujungnya adalah terjaganya nilai uang itu sendiri.
2.6.1.2 Uang yang beredar di masyarakat akan terserap oleh sektor riil sehingga akan membawa keseimbangan antara sector moneter (finansial) dan sektor riil (∆Q > 0).
2.6.1.3 Kalaupun terjadi apresiasi ataupun depresiasi nilai tukar tetapi fenomena tersebut seiring pertumbuhan output akibat volume transaksi di sektor riil.
Namun demikian, menurut ekonom Austria, meskipun bagi mereka sistem standart emas lebih superior disbanding sistem fiat money, mereka gagal dalam menjelaskan dua hal yang menjadi hambatan tersendiri bagi kembalinya sistem standard emas, yaitu:
a.         Bagaimana implikasi ekonomi dari sistem yang berubah dari fiat money ke gold standard.
b.        Proses transisi itu sendiri belum bisa dijelaskan oleh mereka.
2.6.3   Kestabilan Dinar Menurut Pandangan Umar Vadillo
Dalam kelompok ini terdapat nama-nama seperti Zaim Saidi (PIRAC), Ismail Yusanto (SEM Institute), Abdul Razzaq Lubis (PAID Malaysia), dan tentu saja Umar Vadillo sebagai sosok yang dianggap penggagas utama kembalinya uang dinar (dalam arti monetisasi) ke dalam perekonomian.
Menurut kelompok ini, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai intrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas dan perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya dolar Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dolar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi dan non-ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi.
Dalam pandangan kelompok ini, dengan menggunakan dinar, akan terhindar dari inflasi. Penurunan nilai dinar atau dirham, menurut Abdul Razzaq, memang masih akan mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Di antaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tetapi keadaan ini kecil kemungkinannya, karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi di samping memakan investasi yang besar juga, juga waktu yang lama. Tetapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan disimpan menjadi cadangan devisa Negara, tidak langsung dilempar ke pasaran. Dengan demikian, pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nlai emas di pasaran bisa ditekan seinimal mungkin. Di sinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara. Pemaknaan selembar kertas, menurut Razzaq, yang pada dirinya tak bernilai itu, dengan nominal tertentu-katakanlah Rp10.000 atau Rp15.000-dengan sendirinya menciptakan alat tukar bagi suatu transaksi yang tidak riil. Jika kita menukar sebuah rumah, katakanlah senilai Rp100 juta, adakah tukar-menukar ini nyata? Setarakah, dalam nilainya yang intrinsik, antara sebuah rumah- dengan segala bahan bangunan yang digunakan untuk itu-dengan 2000 potong kertas yang masing-masing dimaknai sebagai pecahan Rp50.000? Bagaimana kalau tiba-tiba lembar-lembar kertas bernominal tertentu itu dinyatakan tidak lagi bernilai, sebagaimana dilakukan oleh Muhathir atas pecahan 500 dan 1000 ringgit Malaysia, sejak Oktober 1998?
Pandangan kelompok pecinta dinar ini sebenarnya hampir sama dengan pemikiran ekonom Austria. Namun pandangan pecinta dinar ini lebih ekstrim lagi karena mereka tidak hanya mensyaratkan adanya standar emas, namun juga kembali ke bentuk monetisasi emas.[4]
Umat islam dari zaman dahulu (sejak zaman Rasul) memang sudah akrab dengan mata uang yang terbuat dari emas (dinar) dan perak (dirham), dan telah digunakan secara praktis sejak kelahiran islam hingga runtuhnya Khalifah Utsmaniyah di Turki pasca perang dunia 1. Dinar dan dirham yang digunakan orang Arab waktu itu tidak didasarkan pada nilai nominalnya, melainkan menurut beratnya. Sebab, dinar dan dirham tersebut dianggap sebagai mata uang yang dicetak, mengingat bentuk timbangan dirham yang tidak sama dan karena kemungkinan terjadinya penyusutan berat akibat peredarannya.[5]

BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1.      Aliran monetarist (Teoritisi Kuantitas Uang Modern) berpendapat bahwa perubahan money supply mempengaruhi tingkat harga, dalam jangka pendek money supply dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian. Antara money supply dan GNP terdapat hubungan langsung dan meyakinkan (monetary velocity dapat ditaksir), sehingga perubahan money supply mengakibatkan perubahan dalam aggregate spending dan GNP dengan jumlah yang dapat diramalkan.
2.      Kaum Keynesians berpendapat  berbeda dengan monetarist, mereka berpendapat bahwa money supply mempengaruhi GNP melalui jalur yang tidak langsung dan tidak meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa velocity tidak stabil baik dalam jangka pendekmaupun dalam jangka panjang. Kebijaksanaan bank sentral adalah menitik beratkan pada kredit. Setiap orang yang memegang uang bukanlah spender.
3.      Ekonomi Austria berpendapat bahwa dengan menggunakan fiat money pemerintah bebas mencetak uang (yang akan menghasilkan bagi otoritas moneter) tanpa mempertimbangkan kebutuhan transaksi di sector riil. Mereka mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan dari volume money supply, inflasi disebabkan percetakan uang oleh pemerintah untuk membiayai anggaran defisit dan penciptaan kredit oleh sistem fractional reserve banking, dan bisa diatasi menggunakan kombonasi antara 100 % reserve dan standart emas. Rendahnya tingkat inflasi dalam sistem 100 % reserve gold standard akan mendatangkan banyak keuntungan bagi pemerintah.
4.      Choudury berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan stabil ketika ditunjang oleh sistem 100 % reserve. Pemikirannya mirip dengan pemikir ekonomi Austria.
5.      Menurut Chapra, terdapat 3 sumber pengembangan moneter dalam rangka menjamin pertumbuhan moneter yang cukup dan tidak berlebihan, yaitu:
a.       Pembiayaan defisit negara dengan meminjam dari bank sentral
b.      Pengembangan deposit dengan cara menciptakan bank-bank kredit komersial
c.       Moneterisasi balance of payment surplus
Chapra mengusulkan beberapa instrument kebijakan moneter, yaitu:
a.       Target pertumbuhan pada M dan M0
b.      Public share of demand deposit
c.       Statutory reserve requirement
d.      Credit ceiling
6.      Ibnu Khaldun mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu melakukan pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalam sistem yang dianutnya.  Stabilitas harga berarti terjaminnya keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian relatif stabil. Untuk menjelaskan kestabilan nilai standard emas (dinar) dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:
a.       Kestabilan dinar (emas) menurut Quantity Theory of Money (closed-economy).
b.      Kestabilan standard emas (dinar) dalam perspektif Monetarist Model (open-economy)
Kestabilan dinar menurut pandangan Umar Vadillo, nilai nominal dan intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu, menggunakannya akan terhindar dari inflasi. Pemikiran ini hampir sama dengan ekonom Austria.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman.  2010. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Raja Persada
Lubis, Suhrawardi K. dan Farid Wajdi. 2012. Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta: Graha Ilmu
Yunus, Jamal Lulail. 2009. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang: UIN-Malang Press


[1] Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami ( Jakarta: Raja Persada. 2010 ). Hlm., 93-96
[2] Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, 2012, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 18-19
[3] Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm 15.
[4] Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami ( Jakarta: Raja Persada. 2010 ). Hlm., 97-109
[5]Eko Suprayitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 198-199.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar