MAKALAH
STABILITAS
EKONOMI DALAM BERBAGAI SISTEM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah “Makro Islam”
Dosen Pengampu: Dzikrulloh, S.E.I., M. SEI
Disusun Oleh:
Lilik Wulandari
|
120721100014
|
Savira
|
120721100069
|
Zamzamatul M
|
120721100018
|
Iswatul Hasanah
|
120721100098
|
Masjinawati
|
120721100044
|
Ulfatun Nazilah
|
120721100096
|
Hosniyawati
|
120721100091
|
Dewi Nurhuda
|
120721100046
|
Ilmiyatul Mansuroh
|
120721100139
|
Husni Mubarok
|
120721100115
|
Moh. Alif Bahtiar
|
120721100059
|
Muhlis
|
120721100127
|
PRODI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS ILMU-ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
PERIODE 2014
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hambaNya menyelesaikan
makalah ini. Tanpa pertolonganNya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik, makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas
makalah yang diberikan oleh dosen pengajar mata kuliah Ekonomi Moneter yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama karena pertolongan
Allah SWT.
Makalah ini memuat tentang “Stabitas Ekonomi Dalam Berbagai Sistem”
yang mana peyusun yakin bahwa makalah ini masih memerlukan revisi karena begitu
banyak kekurangan yang ada dari berbagai sisi. Kami ucapkan terima kasih dari
berbagai pihak yang telah mendukung dalam rangka penyusunan makalah ini, semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat memberikan tambahan
wawasan ilmu kita semua. Amin….
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Rumusan masalah
1.3.Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Pandangan Aliran Monetarist tentang Uang
2.2.Pandangan Aliran Keynesians tentang uang
2.3.Pandangan Ekonom Austria tentang Uang
2.4.Pemikiran Masadul Alam Choudry tentang Uang
2.5.Pemikiran Umer Chapra tentang Uang
2.6.Upaya Stabilisasi Mata Uang Emas (Dinar) dalam Konsep Ekonomi
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berbicara tentang stabilitas ekonomi dalam berbagai sistem, pasti
tidak akan terlepas bahasannya dari uang, karena secara umum sistem yang
dimaksud disini adalah keuangan. Stabilitas sistem keuangan sebenarnya belum
memiliki definisi konkrit yang telah diterima secara nasional maupun
internasional. Ada banyak definisi tentang stabilitas sistem keuangan yang pada
pokoknya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan atau lembaga keuangan memasuki
tahap yang tidak selalu stabil, dan pada saat tertentu sistem tersebut telah
menghambat kegiatan ekonomi.
Perekonomian yang tidak stabil, akan menimbulkan biaya yang tinggi
bagi perekonomian dan masyarakat. Sehingga stabilitas ekonomi sangat penting
untuk memperlancar perekonomian nasional. Stabilitas ekonomi bias dilakukan
lewat pengelolaan besaran ekonomi, struktur pasar, dan sector-sektor lain.
Disamping itu, perlu juga adanya dukungan kebijakan fiskal dan moneter serta
reformasi struktural.
Makalah ini penulis susun sebagai
acuan yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan “Stabilitas Ekonomi dalam
Berbagai Sistem”. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
kepada penulis, dan semoga menjadi investasi penulis kelak di akhirat. Amien….
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pandangan aliran monetarist tentang uang?
2.
Bagaimana
pandangan aliran Keynesians tentang uang?
3.
Bagaimana
pandangan ekonom Austria tentang uang?
4.
Bagaimana
pemikiran Masudul Alam Choudry tentang uang?
5.
Bagaimana pemikiran
Umer Chapra tentang uang?
6.
Bagaimana upaya
stabilisasi mata uang emas (Dinar) dalam konsep ekonomi?
1.3
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pandangan aliran monetarist tentang uang.
2.
Untuk
mengetahui pandangan aliran Keynesians tentang uang.
3.
Untuk
mengetahui pandangan ekonom Austria tentang uang.
4.
Untuk
mengetahui pemikiran Masudul Alam Choudry tentang uang.
5.
Untuk
mengetahui pemikiran Umer Chapra tentang uang.
6.
Untuk
mengetahui upaya stabilisasi mata uang emas (Dinar) dalam konsep ekonomi.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Aliran Monetaris tentang uang
Apa
yang diungkapkan oleh Monetarist sesungguhnya adalah seperti pandangan
Teoristis Kuantitas Uang, yaitu yang
berasal dari teori Jean Bodin, kemudia John Locke, David Hume, David Richardo,
John Stuart Mill, lalu berpuncak pada Irving Fisher dalam periode 1920-an dan
1930-an, dan kemudian Milton Friedman dalam periode 1960-an dan 1970-an. Teori
mereka yang pokok adalah adanya hubungan antara kuantitas uang dan harga-harga,
dimana money supply merupakan factor penentu utama tingkat harga.
Namun
aliran monetarist (disebut juga Teori Kuantitas Uang Modern) berpendapat lebih
luas lagi, yaitu bahwa perubahan money supply tidak hanya mempengaruhi tingkat
harga, tetapi lebih luas lagi, bahwa dalam jangka pendek money supply juga
merupakan determinan penting yang dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian.
Menurut kaum Monetarist, antara money supply dan GNP terdapat hubungan langsung
dan meyakinkan. Hubingan itu tidak lain adalah monetary velocity yang
dapat ditaksir (predictable). Oleh karena itu, suatu perubahan money
supply akan mengakibatkan perubahan dalam aggregate spending dan GNP
dengan jumlah yang dapat diramalkan. Jika money supply ditingkatkan selama
periode resersi, maka kenaikan spending pertama-tama akan meningkatkan
kesempatan kerja (employment) dan output riil. Sedangkan apabila perekonomian
sudah mendekati full-employment, maka kenaikan GNP (karena kenaikan
money supply) akan disertai kenaikan harga-harga.
Dalam
pembahasan tentang permintaan uang oleh masyarakat, Monetarist sangat menitik
beratkan perhatian pada permintaan uang untuk tujuan transaksi. Permintaan akan
uang masyarakat itu dirumuskan sebagai suatu fraksi tertentu dari penghasilan
mereka (Md = kY), suatu kenaikan money supply akan meningkatkan Y (GNP),
kenaikan Y ini baru akan berhenti apabila money demand = money supply (Md =
Ms). Jadi income akan terus meningkat sampai seluruh kenaikan money
supply diserap ke dalam kenaikan permintaan uang untuk transaksi (transaction
demand). Dalam hubungan ini, monetarist sama sekali tidak menyinggung
pengaruhnya terhadap tingkat bunga.
Oleh
karena Md = kY, maka Md akan sama dengan Ms hanya bila income sama dengan sutu
fraksi tertentu yang dikalikan dengan money supply (Y= 1/k Ms). Factor pengali
(1/k) ini tidak lain adalah velocity of money (V). Velocity ini
akan tetap konstan selama k tidak berubah.
Pendangan
kaum monetarist meneganai volecity ini sangat kaku (inflexible), yakni
bahwa factor V itu tidak berubah alias konstan. Yang perlu ditekankan hanyalah
bahwa velocity itu dapat diramalkan. Tapi belakangan sebagian besar kaum
monetarist hanya menekankan bahwa velocity itu mestinya dapat diramalkan, dan
tidak perlu kosntan. Dengan kata lain, jika money supply meningkat, maka GNP
juga akan naik dengan jumlah yang dapat
diketahui, karena permintaan akan uang mempunyain hubungan yang meyakinkan
dengan GNP. Permintaan akan uang mungkin saja tergantung kepada tingkat bunga,
tetapi hubungan seperti itu adalah stabil dan predictable. Situasi yang
ideal bagi bank sentra adalah suatu velocity yang stabil, ataupun kalau
berubah, perubahan itu terjadi perlahan-lahan dan dapat diramalkan selama
periode waktu tertentu. Ini merupakan asumsi utama aliran Monetarist. Jika
misalnya velocity itu stabil atau predictable, maka bank sentral dapat mempengaruh
hampir seluruh spending, yaitu secara sederhana dengan menyesuaikan money
supply terhadap velocity yang diketahui itu. Dengan demikian, maka
kebijaksanaan moeneter saja akan diperlukan dan cukup untuk mengendalikan
seluruh spending
2.2 Pandangan Aliran Keynesians tentang uang
Berbeda dengan
kaum monetarist, kaum Keynesians berpendapat bahwa money supply mempengaruhi
GNP melalui jalur yang tidak lansung dan tidak meyakinkan, terutama karena
anggapan bahwa velocity tidak stabil baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Hal ini dijelaskan oleh Keynesians dengan tiga cara:
2.2.1
Katakanlah bank sentral meningkatkan
money supply melalui open market operations (membeli surat berharga pemerintah).
Tetapi kanaikan likuiditas ini tidak dibelanjakan oleh masyarakat, melainkan
disimpan di rumah (hoarding). Memang, money supply naik, tetapi GNP tidak
berubah. Maka velocity turun, inilah yang disebut likuiditi trap.
2.2.2
Perubahan money supply itu tidak akan
memengaruhi GNP apabila pada saat yang sama terjadi perubahan permintaan akan
uang. Di sini Keynesians menggunakan fungsi money demand yang tergantung juga
pada tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan memengaruhi permintaan
investasi dan income kalau tingkat bunga tidak berubah, maka investasi dan GNP
tidak akan berubah. Misalnya, terjadi kenaikan money supply. Tapi apabila
diimbangi oleh kenaikan money demand, dengan cara dan jumlah tertentu, maka
tingkat bungan tidak akan berubah, sehingga GNP juga tidak berubah.
2.2.3
Katakanlah seperti anggapan monetarist
bahwa masyarakat tidak ingin memegang kelebihan uang dalam bentuk kas. Maka apabila
ada tambahan uang kas (karena peningkatan money supply), kelebihan itu akan
segera dibelanjakannya. Dalam dunia monetarist, kelebihan uang ka situ akan
dibelanjakan (oleh masyarakat) untuk asset riil (barang dan jasa), karena itu
secara lansung meningkatkan GNP. Tetapi dalam dunia Keynesians, masyarakat akan
membelanjakan kelebihan uang ka situ untuk assets finansiil: harga harga surat berharga
itu akan naik, dan tingkat bunganya
turun. Tetapi GNP masih belum terpengaruh. Nah, kalau turunnya tingkat bunga
itu bisa mendorong pengusaha ataupun konsumen meningkatkan keinginan meminjam
dana, dan lalu dibelanjakan untuk barang dan jasa, barulah GNP akan naik. Jadi
menurut Keynesians, jalur money supply memengaruhi GNP itu tidak lansung dan
tidak pasti.
Itulah
sebabnya Keynesians menggambarkan hubungan antara uang dan tingkat bunga.
Sedangkan monetarist menggambarkan hubungan antara uang dan income. Keynesians
sangat menekankan motif spekulatif dalam memegang uang, sedang monetarist lebih
menekankan motif transaksi.
Jadi
kesimpulan pandangan utama Keynesians ialah : perubahan money supply hanya
dapat memengaruhi aggregate spending dan GNP, apabila pertama tama tingkat
bunga berubah, dan kemudian hanya juka business spending atau consumers
spending sensitive terhadap perubahan tingkat bunga itu.
Menurut
Monetarist sumber kestabilan perekonomian adalah: tingkat harga. Jika,
misalnya, konsumsi dan investasi tidak naik cukup cepat untuk mengimbangi
turunnya investment spending semula, maka unemployment yang terjadi akan
menurunkan harga harga. Suatu stok uang yang tetap dengan harga harga yang
lebih rendah berarti money supply rill yang lebih besar. Ini akan merangsang
‘spendin’ secara lansung melalui teori kuantitas.
Sedangkan
menurut Keynesians, money supply rill yang lebih besar ini akan menurunkan
tingkat bunga, dan investment spending selanjutnya masih akan tetap naik.
Menurut Keynesians, respon terhadap price effect ada dua:
a.
Harga harga jarang sekali turun
b.
Spending effect terlalu lambat berjalur
untuk mencapai full employment.
Analisis
Keynesians dalam kaitannya dengan kebijaksanaan bank sentral adalah
menitikberatkan pada kredit.
Menurut Keynesians,
uang itu tidaklah begitu penting sampai perjalanannya hingga ketangan spender
yang potensial. Transaksi pinjam menimjam mungkin diperlukan untuk emnimdahkan
uang dari pemegangnya (pemegang uang nganggur) karena para peminjam (borrower)
yang membutuhkannya untuk dibelanjakan.
Monetarist
menolak pandangan di atas. Menurut mereka, setiap orang yang memegang uang
adalah bertindak pula sebagai spender. Jadi yang perlu diperhatikan adalah
uang, dan uang itu memengaruhi GNP secara lansung.
2.3
Pandangan
Ekonom Austria tentang uang
Terhadap kenyataan adanya inflasi, krisis perbankan
dan krisis ekonomi, para pemikir ekonomi dari Austria menyalahkan penggunaan fiat money sebagai penyebab utama
terjadinya berbagai macam krisis tersebut. Mereka mengusulkan diterapkannya
100% reserver gold standard. Para ekonom Australia beranggapan bahwa system ini
lebih superior dibandingkan dengan system fiat money yang ada. Karena dapat mencegah
terjadinya inflasi dan memelihara kestabilan harga-harga secara umum.[1] Sistem
gold standard sudah menggantikan sistem Bimatallisme yang
digunakan oleh imperium Roma dan imperium Persia serta Negara-negara di dunia
sampai pertengahan abad ke-19.[2]
Para
ekonom Australia berpendapat bahwa dengan menggunakan fiat money pemerintah dengan bebas akan dapat mencetak uang tanpa
mempertimbangkan kebutuhan dari transaksi di sector riil. Di samping itu,
pencetakan uang akan
ITEMS
|
MONETARIST
|
KEYNESIANS
|
Velocity of money
|
Predictable
dan (agak)
Konstan
|
Tidak
konstan dan
Unpredictable
|
Ms
|
a.
predictable
b.
langsung:Ms Ms
|
a.
unpredictable
b. tidak
langsung:
Ms
|
Diagram
|
a. absis
: uang
b.
ordinat : income
|
a. absis
: uang
b.
ordinat : tk. Bunga
|
Harga uang (dipasar uang)
|
*tingkat
harga umum
|
*tingkat
bunga
|
Fungsi Md
|
Stabil
|
Tidak
stabil
|
Ms
Jk. Pendek:
Jk. Panjang :
|
Tk. Bunga
turun
Tk. Bunga
naik
|
Tk. Bunga
turun
a.
tergantung pada
sensitivitas GNP
b.
Umumnya : turun, karena:
1.periode interim cukup
Panjang
2. adanya wealth effect
|
Uang atau kredit
|
Uang
|
Kredit
|
Definisi uang
|
M1, tapi
akhirnya juga M2 dan M3
|
Menggolongkan
setiap
ukuran
tunggal monetary
policy
|
Kebijaksanaan yang
disarankan
|
Moneter
|
Fiscal
|
Menghasilkan
bagi otoritas moneter. Hal tersebut sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
Real
revenue from printing money
Dimana
yang tinggi akan menyebabkan tingkat tingkat
inflasi (
) yang tinggi, sehingga implikasinya
adalah suatu nilai nominal yang lebih tinggi pula dari tingkat suku bunga (R =
r +
). Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan uang
yang tinggi akan menghasilkan tingkat pajak yang lebih tinggi pula dari pajak
memegang uang (tax for holding money).
Para ekonom Australia mempunyai sudut pandang yang
lebih radikal dibandingkan dengan para ekonom monetaris maupun Keynesians dalam
melihat inflasi. Ekonom Austria
mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan dari volume money suplay. Adapun
harga-harga yang meningkat yang terjadi setelah peningkatan money suplay
merupkan konsekuensi dari inflasi, meski bukan merupakan inflasi itu sendiri.
Jika inflasi adalah peningkatan money
suplay, maka penyebab inflasi adalah pencetakan uang oleh pemerintah untuk
membiayai anggaran deficit dan penciptaan kredit oleh system fractional reserve banking. Peningkatan money suplay tanpa diimbangi dengan
peningkatan cadangan emas atau commodity money lainnya akan memberikan efek
yang harmful terhadap pertumbuhan
ekonomi. Salah satu ekonom Australia, Ludwig Von Mises bahkan berpendapat bahwa
penciptaan kredit melalui fractional reserve lending oleh perbankan mirip
dengan pencetakan uang. Hanya cara uang tersebut masuk ke dalam sirkulasi yang
berbeda …………………” by lowing the interest
rate they charge, banks can intensify the demand for credit. Then, by
satisfying this demand,they can increase the quantity of fiduciary media in
circulation”.
Cara mengatasi seignorage dan penciptaan kredit oleh
perbankan, menurut ekonom Austria, adalah dengan menggunakan kombinasi antara
100% reserve dan standart emas. Dengan demikian,ekspansi kredit besar-besaran
oleh system perbankan akan dapat dieliminir. Dengan membuat uang convertible terhadap emas akan
mengakhiri terjadinya inflationary
government policies karena peningkatan kuantitas uang harus diimbangi
dengan kenaikan cadangan emas. Di sisn musti dicatat, bahwa tingkat harga,
secara umum, tidak akan stabil 100%. Karena mencapai tingkat harga yang “super
stabil” adalah tidak mungkin, yang menurut ekonom Austria sendiri hal ini
merupakan tindakan yang unnecessary.
Terdapat dua keuntungan lain dari rendahnya tingkat
inflasi dalam system 100% reserve gold
standard. Yang pertama adalah
rendahnya tingkat suku bunga, ini tidak disebabkan karena bank sentral
merendahkan suku bunga, namun karena peminjam uang menanggung risiko yang lebih
keci dalam system ini. Jika tingkat suku bunga masih merefleksikan kelangkaan
modal, maka naik turunnya siklus bisnis akan dapat dihindari, sehingga pertumbuhan
ekonomi akan sustainable.
Keuntungan kedua dengan diterapkannya 100% reserve gold standard, menurut ekonom
Austria adalah akan membatasi keleluasaan pemerintah untuk menerapkan anggaran
defisit. Karena dengan system ini, pemerintah mau tidak mau harus melakukan
anggaran berimbang. Dalam system ini, seluruh program pemerintah harus didanai
dengan menggunakan pola taxation,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ekonom Austria juga menambahkan, selain beberapa
keuntungan diatas, aka nada keuntungan lain yang akan diperoleh pemerintah
suatu Negara jika system tersebut diterapkan oleh banyak Negara didunia, yakni
meningkatnya perdagangan internasional, ini disebabkan risiko kurs nilai tukar
akan dengan sendirinya tereliminir.
2.4
Pemikiran
Masudul Alam Choudury tentang uang
Chaundury
melakukan analisis ekonomi moneternya berdasarkan teori endogeneos money,ia berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan
stabil ketika ditunjang oleh sistem 100% reserve. dalam analisis berikut ini
akan diperlihatkan bagaimana hubungan antara sektor riil dengan moneter dalam
teori endogenous money. Kuadran
pertama, menjelaskan hubungan antara currency
value of spending (C) yang merupakan representasi dari volume sektor
moneter dengan real value spending
(yang merupakan representasi dari sektor riil). Dalam diagram satu inilah dapat
dilihat bagaimana keseimbangan antara sektor riil dengan moneter. Mekanisme
terbentuknya keseimbangan tersebut
merupakan output dari keterkaitan antara kuadran pertama dengan dengan
ketiga kuadran lainnya. Kuadran kedua, menerangkan hubungan antara real value of spending (P.Q)
dengan rate value profit (P). Dari
kesemua hubungan kuadran kedua merupakan kuadran yang paling utama, karena
dalam kuadran inilah dapat dilihat perbedaan antara keseimbangan umum dalam
ekonomi islam dengan ekonomi konvensional. rate
of profit (P) dan interest rate
(r) dalam kedua sistem ekonomi baik islam maupun konvensional masing-masing
dijadikan sebagai intermediation instrument antara sektor riil dengan sektor
finansiil. Perbedaan akan terlihat
bagaimana hubungan suku bunga dengan real
value of spending dalam kurva IS ekonomi konvensional bila di bandingkan
dengan hubungan antara rate of profi t(P)
dan real value of spending (P.Q) yang
berbanding lurus. Rate of profit (P)
berhubungan linier positif terhadap real
value of spending artinya apabila dalam suatu perekonomian nilai rate of profit meningkat maka akan
diikuti secara proporsional peningkatan real
value of spending . Kuadran ketiga menggambarkan hubungan antara rate of
profit dengan harga (p). Akhirnya pada diagram empt digambarkan bagaimana
hubungan antara price (p) dengan currency value of spending (C). hubungan
antara rate of profit dengan harga dapat dijelaskan dari fenomena naik turunnya harga. dalam
teori endegenous money-nya Choundry,
naik turunnya harga disebabkan karena pergerakan aggregate demand. Lebih spesifik lagi,pergerakan AD ini semata-mata
karena perubahan di sektor riil dan bukannya sektor moneter. Karena kenaikan
harga disebabkan oleh perubahan dalam real value
of spending (P.Q) sedangkan rate of
profit berbanding lurus dengan real
value of spending (P.Q) maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa
perubahan harga dapat disebabkan karena perubahan pada rate of profit (P), dan keduanya akan berhubungan positif seperti
yang terlihat dalam kuadran ketiga.
Dalam kuadrat empat, diterangkan bagaimana
keseimbangan dalam financial sector
terbentuk. Hubungan yang terjadi dalam kuadran empat dipengaruhi oleh hubungan
yang terjadi pada kuadran kedua, hal ini dapat dijelaskan karena islam
menghendaki currency value of spending
adalah representasi dari real value of spending. sedangkan harga
adalah biaya moneter yang berfungsi untuk menyeimbangkan antara volume sektor
riil dengan sektor finansiil. Maka semakin besar volume sektor riil akan
berdampak pada penembahan di sektor finansiil. Maka sektor riil berhubungan
positif dengan tingkat harga (p), dalam diagram ketiga , maka harga juga akan
berhungan secara positif dengan besarnya aktivitas atau volume dalam sektor
moneter. Dalam diagram empat terlihat
bagaimana harga dibanding lurus dengan currency
value of spending. Kalau kita perhatikan, pemikiran Choundry, dengan
endogenous money dan 100% reserve,
sangat mirip dengan pemikiran ekonon Austria.
2.5 Pemikiran Umar Capra tentang uang
Ekonomi dalam
pandangan Islam bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan kebutuhan bagi
manusia dan sarana yang lazim agar bisa hidup dan bekerja untuk mencapai tujuan
yang tinggi (sebagai hamba Allah yang sholeh), sehingga ekonomi hanya merupakan
sarana penunjang bagi pelakunya dan menjadi pelayan bagi aqidah dan risalah
yang diyakini.[3]
Hal ini yang menjadi dasar pertimbangan bagi para pakar ekonomi Islam agar
semua kegiatan perekonomian selalu sesuai dengan koridor Islam, seperti
kebijakan moneter, pengembangan moneter, dan lain-lain.
Menurut Chapra,
terdapat tiga sumber pengembangan moneter dalam rangka menjamin pertumbuhan
moneter yang cukup dan tidak berlebihan. Dua diantaranya bersifat domestic
yaitu pembiayaan deficit Negara dengan meminjam dari bank sentral dan
pengembangan deposit dengan cara menciptakan bank-bank kredit komersial.
Dengan
menggunakan formula dasar Keynes, permintaan akan uang versi Chapra adalah
sebagai berikut:
Md = f (Y, S, µ), dimana
Y = barang dan jasa yang sesuai dengan
pemenuhan kebutuhan. Dan investasi produktif yang selaras dengan nilai islam.
S = nilai-nilai moral dan social (termasuk
zakat) yang nantinya akan berpengaruh terhadap proses alokasi dan distribusi
sumber daya. Ini akan berpengaruh terhadap Md yang tidak dipergunakan untuk conspicuous
consumption.
µ = rate of profit. Suku bunga tidak
diperkenankan dalam proses financial intermediation.
Dalam rangka mencapai stabilisasi, Chapra mengusulkan beberapa
instrument kebijakan moneter berikut
ini:
2.5.1 Target Pertumbuhan pada M dan M0
Secara
berkala, bank sentral harus menetapkan pertumbuhan penawaran uang (M) sesuai
dengan sasaran ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi yang dapat
dipertahankan dan stabilitas dalam nilai uang. Untuk membantu tujuan diatas,
bank sentral harus membuat total M0, sebagian diperuntukkan bagi pemerintah dan
sebagian lain untuk bank-bank komersial dan lembaga-lembaga khusus keuangan. M0
yang diperuntukkan bagi pemerintah, harus berupa pinjaman tanpa bunga guna
memungkinkan pemerintah membiayai proyek-proyek sosialnya, termasuk penyediaan
perumahan, fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi kalangan miskin.
M0
yang disediakan untuk bank komersial, terutama dalam bentuk pinjaman
mudharabah, harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif
maupun kuantitatif utama untuk mengendalikan kredit.
2.5.2 Public Share of Demand Deposit
Dalam
jumlah tertentu, demand deposit bank-bank komersial, katakanlah maksimum sampai
25%, harus diserahkan kepada pemerintah guna memungkinkannya membiayai
proyek-proyek yang secara social menguntungkan, sementara system bagi hasil
belum dimungkinkan. Jumlah ini diluar yang telah diberikan kepada pemerintah
oleh bank sentral dalam rangka memperoleh landasan keuangan (M0). Ada tiga alas
an pendukung ide ini. Pertama, bank komersial bertindak sebagai agen Negara
dalam memobilisasikan dana macet dalam masyarakat. Kedua, the banks do not
pay any return on demand deposits;
ketiga, jika deposit ini diasuransikan sepenuhnya, Negara tidak perlu
menanggung risiko.
2.5.3 Statutory Reserve Requirement
Bank komersial diharuskan memiliki
cadangan dalam jumlah tertentu, katakanlah 10-20% dari demand deposit
mereka dengan bank sentral. Jumlah cadangan ini bias bervariasi tergantung
kepada kebijakan moneter dari bank sentral.
Rasionalisasi di balik pemberlakuan
cadangan hanya terhadap demand deposit, sebagaimana telah disebutkan berkaitan
dengan hakikat equity deposit mudharabah dalam perekonomian islam. Statutory Reserve Requirement ini juga
akan membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan
likuiditas yang memadai bagi bank.
2.5.4 Credit Ceiling
Perilaku penawaran uang mencerminkan
suatu interaksi yang kompleks dari berbagai sector perekonomian internal maupun
eksternal. Dari sini, kiranya perlu ditetapkan batas kredit yang boleh
dilakukan bank-bak komersial untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit
sesuai dengan target-target moneter. Langkah ini harus dilakukan secara
hati-hati, terutama dalam pengalokasian batas antar bank secara individual agar
tidak mengancam kompetisi yang sehat antar bank itu sendiri.
2.6
Upaya
stabilisasi mata uang emas dalam konsep ekonomi
Dalam bagian ini yang pertama harus
kita kupas adalah makna dari kestabilan nilai mata uang menurut teori ekonomi.
Ini di perlukan karena keberadaan uang dalam sebuah perekonomian memberikan
arti yang penting. Ketidak adilan dari alat ukur yang diakibatkan adanya
instabilitas nilai tukar uang akan mengakibatkan perekonomian tidak berjalan
pada titik keseimbangan. Hal ini akan semakin mempersulit untuk merealisasiakan
keadilan dalam sosila ekonomi da kesejahteraan social. Ibnu Khaldun mengatakan
bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu melakukan pembangunan secara
berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalan system yang dianutnya. Stabilitas
harga berarti terjaminnya keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian
akan relative berada dalam kondisi yang memungkinkan teralokasinya sumber daya
secara merata, terdistribusinya pendapatan, optimum growth, full employment,
dan stabilitas perekonomian. Menurut teori ekonomi, kestabilan nilai mata uang
dapat dibagi kedalam dua aspek. Pertama, kestabilan nilai mata uang
dilihat dari berfluktuatifnya nilai uang terhadap harga barang dan jasa, yang
lebih lanjut kita rasakan dengan adanya inflasi dan deflasi (kestabilan nilai
uang dalam konteks closed-economy). Kedua, kestabilan nilai mata
uang dilihat dari berfluktuatifnya nilai uang terhadap nilai uang mata uang
Negara lain yang lebih lanjut kita rasakan dengan adanya depresiasi dan
apresiasi mata uang (kestabilan nilai uang dalm konteks open-economy).
Segala fenomena tentang uang dari keempat hal tersebut menjadikan stabilitas
nilai mata uang akan terganggu. Selanjutnya ada baiknya kita menjelaskan
kestabilan nilai standard emas (dinar) dilihat dari dua aspek diatas, yakni
aspek closed-economy dan open-economy. untuk menjelaskan
kestabilan nilai standard emas dalam konteks closed-economy, akan
digunakan pendekatan quantity theory of money, sedangkan untuk
menjelaskan kesatbilan dalam konteks open-economy akan dipakai
pendekatan monetarist model.
2.6.1 Kestabilan Dinar
(Emas) Menurut Quantity Theory of Money
Seperti kita ketahui bersama bahwa
dinar dan dirham sudah digunakan sebagi mata uang sejak sebelum risalah islam
diturunkan lewat rosulullah. Dalam perkembangan selanjutnya Negara-negara
didunia tetap makai standar emas dalam perekonomian internasional. Meskipun
waktu tetapnya tidak dapat dipastikan, namun gold standard ini
mulai diterapkan dalm kurun waktu 1880 sampai dengan 1890. Dalam standard emas
ini mata uang Negara didunia dinilai berdasrkan berapa nilai mata uang tersebut
dalam menghargai emas. misalnya Negara A senilai 0,1 ons emas dan Negara B
senilai 0,2 ons emas, maka 1 unit B senilai dengan dua kali harga A. dengan
demikian, nilai tukar keduanya adalah 1B = 2A. dengan menggunakan standard emas
maka dapt dijelaqskan pula bagaimana mekanisme keseimbangan neraca pembayaran
di setiap Negara yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat harga secara umum
di masing-masing Negara. Berikut ini juga akan terlihat bagaimana perubhan money
supply akan berpengaruh tehadap tingkat harga secara umum, sebagaimana
diutarakan oleh David Hume. Dengan
fomulasi MV=PQ4, dimana M (money supply), V (velocity
of money-average number of times each dollar is spent), P (price level),
dan Q (quantity or number of transaction paid for with money) kita akan
melihat bagaimana mekanismenya berjalan. Negara X yang neraca pembayarannya
(selanjutnya akan disingkat akan menjadi BoP, artinya balance of payment)
mengalami deficit pada saat yang bersamaan akan mengalami ouflow dari emas, ini
berarti money supply juaga ikut berkurang yang selanjutnya akan
menurunkan tingkat harga secara umum (ingat rumusan quantity theory of money
diatas). Sebaliknya, negara Y yang mengalami surplus BoP akan mendapati aliran
masuk emas kedalam Negara tersebuat (artinya money supply ikut naik), asumsi
ceteris paribus dengan formulasi quantity theory of money harga-harga ikut naik
juga namun demikian, Negara X yang BoP-nya deficit akan mengalami kenaikan
ekspor secara tajam akibat harga-harga yang turun, sebaliknya Negara Y ayng BoP-nya
surplus akan mengalami penurunan tingkat ekspor akibat kenaikan harga-harga
secara umum. Kondisi kedua Negara yang berkebalikan tersebut mendorong kepada
tercapainya keseimbangan neraca pembayaran dimasing-masing Negara.
Negara X (difisit)
Gold outflow (MS↓, maka p↓, asumsi V dan T tetap), akibat P↓, maka
x↑, sehingga terjadi Gold inflow, kembali equilibrium.
Negara Y (surplus BoP)
Gold inflow (MS↑maka P↑, asumsi V dan T tetap), akibat P↑ maka x↓,
sehingga terjadi Gold outflow, kembali
equilibrium.
Dari
mekanisme transmisi diatas dapat dipahami mengapa tingkat harga pada rezim
standard emas relative stabil mengingat peningkatan money supplysangat dibatasi
oleh persediaan atau stock emas sehingga pergerakan harga-harga juga tidak
terlalu fluktuastif. Tidak demikian halnya dengan rezim fiat money. Dalam garik berikut ini akan diperlihatkan
tingkat harga padsa rezim gold standard yang terjadi di amerika serikat dan
inggris.
Dari
kedua grafik diatas, tampak bahwa tingkat haarga-harga secara umum relative
stabil dan tidak seluktuatif dibandingkan ketika tidak lagi menggunakan
standard.
Selanjtunya,
akan diberikan ringkasan tingkat harga, real out pout dan pertumbuhan uang di
amerika dan inggris pada masa rezim gold standard, interwar periode dan post
word-war II.
Sejarah
perang dunia 1 menunjukkan standard emas pada masa itu berhasil karena
menggunakan managed internasional
standard dimana bank central mempunyai peranan dalam mengatur supply emas.
Ditambah lagi dengan adanya pasar uang dan pemusatan internasional capital
dilondon serta penggunaan poundsterling sebgai mata uang kunci telah berperan
penting terhadap berhasilnya sitem standard emas meskipun cadangan emas yang
dimiliki terbatas. Disamping itu adanya kerjasama antara Negara-negara yang
tergabung dalam system managed gold standard turut menjaga tercapainya
kestabilan harga dalam jangka waktu yang panjang. Artinya system standard emas
tidak akan berhasil dalam mengatasi persisten
shocks yang terjadi diluar control
Negara yang bersangkutan jika tidak dilakukan secara bersama. Oleh sebab itulah
fiduciary money standard yang didasrkan atas pertumbuhan moneter yang
terprediksi dan teratur dapat menghasilkan stabilitas tingkat harga dan output
yang lebih baik dari pada kembali pada standard emas. Yang harus menjadi
perhatian sebenarnya adalah begaimana dalam system fiduciary money, menurut Bordo: “is tu
ensure that such a rule is maintained and taha a commitment be made to the goal
of long-run price stability.”
2.6.2
Kestabilan Standart Emas (Dinar) dalam Perspektif Monetarist Model
Dalam perkonomian yang islami, permintaan
akan uang dipengaruhi oleh aggregate
output (Y) dan rate of return on
investment (r). Sehingga bisa kita formulasikan sebagai berikut:
M menurut money
stock dan p adalah tingkat harga. Bisa kita lihat bahwa persamaan diatas
mirip dengan liquidity preference
function. Namun demikian, penggantian komponen i (interest rate) dengan r
(rate of return) mempunyai implikasi yang luas. Salah satunya adalah bahwa
dalam fungsi diatas, uang tidak bersubstitusi dengan interest bearing bond dan derivatives.
Money supply dapat diformulasikan sebagai
berikut:
m adalah money multiplier dan H adalah high
powered money (base money). Sehingga persamaan money multiplier sebagai
berikut:
Rr dan Re adalah required reserve ratio dan excess
reserves, yang masing-masing merupakan persentase dari deposits (D). sedangkan C, representasi dari currency dalam peredaran.
High
powered money diambil dari neraca bank sentral yang jumlahnya sama dengan volume
kredit domestic dan international reserve.
Perlu kita catat bahwasanya money dalam
perekonomian dapat dipengaruhi oleh bank sentral melalui H dan system perbankan melalui m.
Sisi aset bank sentral dalam perekonomian
yang islami berbeda dengan bank sentral konvensional, karena tidak mengandung interest bearing bond. Namun diganti
dengan aset finansial yang di back-up
oleh transaksi riil, yakni Q. Di samping itu, selain mencakup international reserve (F) juga
berstandarkan emas (G). Sehingga high
powered money dalam perekonomian islami sama dengan:
Maka money supply dalam perekonomian islami dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Dari persamaan money supply diatas, kita bisa melihat bahwa bank sentral dapat
menaikkan besaran money supply dengan
cara meningkatkan salah satu dari ketiga komponen yang ada dalam persamaan
tersebut. Namun demikian, kemampuan perbankan untuk menyaluran kredit domestik
sangatlah terbatas, tidak demikian halnya dengan sistem fiat money. Kenapa demikian? Di samping adanya
keterbatasan komponen G, bank sentral tidak bisa menyalurkan uang tanpa adanya
transaksi riil di masyarakat.
Selanjutnya, untuk menentukan tingkat
kestabilan nilai tukar, kita akan menggunakan pendekatan purchasing power parity (PPP). Dengan paradigma PPP, nilai tukar
suatu negara ditentukan oleh rasio antara tingkat harga dalam negeri dan luar
negeri.
E adalah exchange
rate (nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri), P harga
dalam negeri dan P* harga luar negeri. Kemudian kita akan menggunakan paradigma
perfect capital mobility untuk
mendeskripsikan kondisi interest parity,
sebagi berikut:
dimana i tingkat bunga dala
negeri, i* tingkat bunga luar negeri,
dan e tingkat ekspektasi depresiasi
atas mata uang domestik. Perlu kita catat disini bahwa rate of return dari foreign
asset merupakan penambahan antara i*
dan e.
Dalam perekonomian islami, kondisi return parity-nya adalah:
Mensubstitusikan persamaan (2.7) dan (2.8b) ke dalam
persamaan (2.1), kita akan mendapatkan fungsi permintaan uang dalam perkonomian
islami dibawah ini:
Maka keseimbangan pasar uang (persamaan 2.9 dan 2.6)
adalah
sehingga
Dengan pendekatan monetarist
model maka persamaan keseimbangan nilai tukar dalam standart emas (dinar)
bisa kita amati dalam persamaan (2.11). Dari persamaan tersebut dapat kita
lihat bahwa nilai tukar daalam standart emas (dinar) relatif stabil dibandngkan
system fiat money. Ada beberapa keuntungan lainnya, di antaranya adalah:
2.6.1.1 Money supply tidak bisa dinaikkan
semaunya sendiri oleh otoritas moneter karena akan sangat dibatasi oleh
cadangan devisa dan cadangan emasnya, hal ini berpengaruh pada terjaganya
kestabilan nilai tukar yang ujungnya adalah terjaganya nilai uang itu sendiri.
2.6.1.2 Uang yang beredar di masyarakat akan
terserap oleh sektor riil sehingga akan membawa keseimbangan antara sector
moneter (finansial) dan sektor riil (∆Q > 0).
2.6.1.3 Kalaupun terjadi apresiasi ataupun
depresiasi nilai tukar tetapi fenomena tersebut seiring pertumbuhan output
akibat volume transaksi di sektor riil.
Namun demikian, menurut ekonom Austria, meskipun bagi
mereka sistem standart emas lebih superior disbanding sistem fiat money, mereka gagal dalam
menjelaskan dua hal yang menjadi hambatan tersendiri bagi kembalinya sistem
standard emas, yaitu:
a.
Bagaimana implikasi ekonomi dari sistem yang berubah dari
fiat money ke gold standard.
b.
Proses transisi itu sendiri belum bisa dijelaskan oleh
mereka.
2.6.3 Kestabilan Dinar
Menurut Pandangan Umar Vadillo
Dalam
kelompok ini terdapat nama-nama seperti Zaim Saidi (PIRAC), Ismail Yusanto (SEM
Institute), Abdul Razzaq Lubis (PAID Malaysia), dan tentu saja Umar Vadillo
sebagai sosok yang dianggap penggagas utama kembalinya uang dinar (dalam arti
monetisasi) ke dalam perekonomian.
Menurut
kelompok ini, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham
akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh
nilai intrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas dan perak itu
sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun
misalnya dolar Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai
dolar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi
(sekalipun semua faktor ekonomi dan non-ekonomi yang memicunya ada) tidak akan
terjadi.
Dalam
pandangan kelompok ini, dengan menggunakan dinar, akan terhindar dari inflasi.
Penurunan nilai dinar atau dirham, menurut Abdul Razzaq, memang masih akan
mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu
mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Di antaranya akibat
ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tetapi keadaan ini kecil kemungkinannya,
karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi
di samping memakan investasi yang besar juga, juga waktu yang lama. Tetapi,
andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan disimpan menjadi cadangan devisa
Negara, tidak langsung dilempar ke pasaran. Dengan demikian, pengaruh penemuan
emas terhadap penurunan nlai emas di pasaran bisa ditekan seinimal mungkin. Di
sinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh
negara. Pemaknaan selembar kertas, menurut Razzaq, yang pada dirinya tak
bernilai itu, dengan nominal tertentu-katakanlah Rp10.000 atau Rp15.000-dengan
sendirinya menciptakan alat tukar bagi suatu transaksi yang tidak riil. Jika
kita menukar sebuah rumah, katakanlah senilai Rp100 juta, adakah tukar-menukar
ini nyata? Setarakah, dalam nilainya yang intrinsik, antara sebuah rumah-
dengan segala bahan bangunan yang digunakan untuk itu-dengan 2000 potong kertas
yang masing-masing dimaknai sebagai pecahan Rp50.000? Bagaimana kalau tiba-tiba
lembar-lembar kertas bernominal tertentu itu dinyatakan tidak lagi bernilai,
sebagaimana dilakukan oleh Muhathir atas pecahan 500 dan 1000 ringgit Malaysia,
sejak Oktober 1998?
Pandangan
kelompok pecinta dinar ini sebenarnya hampir sama dengan pemikiran ekonom
Austria. Namun pandangan pecinta dinar ini lebih ekstrim lagi karena mereka
tidak hanya mensyaratkan adanya standar emas, namun juga kembali ke bentuk
monetisasi emas.[4]
Umat
islam dari zaman dahulu (sejak zaman Rasul) memang sudah akrab dengan mata uang
yang terbuat dari emas (dinar) dan perak (dirham), dan telah digunakan secara
praktis sejak kelahiran islam hingga runtuhnya Khalifah Utsmaniyah di Turki
pasca perang dunia 1. Dinar dan dirham yang digunakan orang Arab waktu itu
tidak didasarkan pada nilai nominalnya, melainkan menurut beratnya. Sebab,
dinar dan dirham tersebut dianggap sebagai mata uang yang dicetak, mengingat
bentuk timbangan dirham yang tidak sama dan karena kemungkinan terjadinya
penyusutan berat akibat peredarannya.[5]
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
1.
Aliran monetarist (Teoritisi Kuantitas Uang
Modern) berpendapat bahwa perubahan money
supply mempengaruhi tingkat harga, dalam jangka pendek money supply dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian. Antara money supply dan GNP terdapat hubungan
langsung dan meyakinkan (monetary
velocity dapat ditaksir), sehingga perubahan money supply mengakibatkan perubahan dalam aggregate spending dan GNP dengan jumlah yang dapat diramalkan.
2.
Kaum Keynesians berpendapat berbeda dengan monetarist, mereka berpendapat bahwa money supply mempengaruhi GNP melalui jalur yang tidak langsung dan
tidak meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa velocity tidak stabil baik dalam jangka pendekmaupun dalam jangka
panjang. Kebijaksanaan bank sentral adalah menitik beratkan pada kredit. Setiap
orang yang memegang uang bukanlah spender.
3.
Ekonomi Austria
berpendapat bahwa dengan menggunakan fiat money pemerintah bebas mencetak uang (yang
akan menghasilkan bagi otoritas moneter) tanpa mempertimbangkan kebutuhan
transaksi di sector riil. Mereka mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan
dari volume money supply, inflasi
disebabkan percetakan uang oleh pemerintah untuk membiayai anggaran defisit dan
penciptaan kredit oleh sistem fractional
reserve banking, dan bisa diatasi menggunakan kombonasi antara 100 % reserve
dan standart emas. Rendahnya tingkat inflasi dalam sistem 100 % reserve gold standard akan mendatangkan
banyak keuntungan bagi pemerintah.
4.
Choudury
berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan stabil ketika ditunjang oleh
sistem 100 % reserve. Pemikirannya mirip dengan pemikir ekonomi Austria.
5.
Menurut Chapra,
terdapat 3 sumber pengembangan moneter dalam rangka menjamin pertumbuhan
moneter yang cukup dan tidak berlebihan, yaitu:
a. Pembiayaan defisit negara dengan meminjam dari bank
sentral
b. Pengembangan deposit dengan cara menciptakan
bank-bank kredit komersial
c. Moneterisasi balance
of payment surplus
Chapra mengusulkan
beberapa instrument kebijakan moneter, yaitu:
a. Target pertumbuhan pada M dan M0
b. Public share of demand deposit
c. Statutory reserve requirement
d. Credit ceiling
6.
Ibnu Khaldun
mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu melakukan pembangunan
secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalam sistem yang dianutnya. Stabilitas harga berarti terjaminnya keadilan
uang dalam fungsinya sehingga perekonomian relatif stabil. Untuk menjelaskan
kestabilan nilai standard emas (dinar) dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:
a. Kestabilan dinar (emas) menurut Quantity Theory of Money (closed-economy).
b. Kestabilan standard emas (dinar) dalam perspektif Monetarist Model (open-economy)
Kestabilan dinar
menurut pandangan Umar Vadillo, nilai nominal dan intrinsik dari mata uang
dinar dan dirham akan menyatu, menggunakannya akan terhindar dari inflasi.
Pemikiran ini hampir sama dengan ekonom Austria.
DAFTAR
PUSTAKA
Karim,
Adiwarman. 2010. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Raja Persada
Lubis,
Suhrawardi K. dan Farid Wajdi. 2012. Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar
Grafika
Suprayitno,
Eko. 2005. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Yunus, Jamal Lulail. 2009. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang:
UIN-Malang Press
[1] Adiwarman
Karim, Ekonomi Makro Islami (
Jakarta: Raja Persada. 2010 ). Hlm., 93-96
[2] Suhrawardi K.
Lubis dan Farid Wajdi, 2012, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar
Grafika, hlm 18-19
[3] Jamal Lulail
Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro (Malang: UIN-Malang Press, 2009),
hlm 15.
[4] Adiwarman
Karim, Ekonomi Makro Islami (
Jakarta: Raja Persada. 2010 ). Hlm., 97-109
[5]Eko Suprayitno,
Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 198-199.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar