MAKALAH
“Struktur Modal”
Diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah “Manajemen Keuangan”
Dosen
Pengampu: Aldila Septiana, M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 11
Ulfatun Nazilah
Hosniawati
Nur Azizah
Husni Mubarak
PROGRAM
STUDY EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS ILMU-ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
KATA
PENGANTAR
Seiring
beredarnya bumi mengelilingi matahari, juga bulan yang mengelilingi bumi,
bintang-bintang yang meramaikan suasana semesta, seluruh makhluk-Nya senantiasa
mengagungkan nama Allah. Bertasbih, bertahmid melantunkan kalimat Thayyibah,
maka tidak sepatutnyalah kita sebagai
manusia yang telah Allah SWT ciptakan sebagai makhluk yang paling
sempurna untuk tidak bertasbih dan bertahmid sebagaimana makhluk yang lain.
Segala urusan kita tidak lepas dari kehendak-nya, demikian pula dengan
terlaksananya makalah ini juga merupakan kehendak-Nya yang agung.
Shalawat
serta salam mari kita curahkan pada kekasih Allah yang berakhak mulia, yang
diutus ke muka bumi untuk menyampaikan risalah, juga untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Dialah Nabi Muhammad yang bergelar Uswatun Hasanah yang sudah
sangat pantasnya untuk kita teladani sifat-sifatnya.
Dan
inilah tugas makalah yang telah kami susun, namun kami hanyalah seorang
mahasiswa yang belum menguasai sempurna teknik penulisan makalah dengan baik
dan benar. Untuk itulah kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan kami
kedepan.
Akhirnya
kami ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penyelesaian
makalah ini, khususnya kepada Ibu Aldila Septiana selaku pengampu mata kuliah
Manajemen keuangan.
Kelompok
11
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
BAB II
Pembahasan
1.
Pengertian Struktur Modal
Menurut Ahli
2. Pengertian
Struktur Modal Dalam Finansial Leverage
3.
Struktur Modal Optimal
4.
Faktor yang mempengaruhi keputusan struktur
modal
5.
Teori Struktur Modal
6.
Checklist Keputusan Struktur
Modal
BAB III Penutup
Kesimpulan
Daftar
Pustaka
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah satu keputusan
penting yang dihadapi oleh manager keuangan dalam kaitannya dengan operasional
perusahaan adalah keputusan atas Struktur Modal, yaitu keputusan keuangan yang
berkaitan dengan komposisi utang, saham prefen dan saham biasa yang harus digunakan
oleh perusahaan.
Keputusan Struktur
Modal secara langsung berpengaruh
terhadap besarnya risiko yang
ditanggung pemegang saham beserta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan. Keputusan
Struktur Modal yang diambil oleh manager
tersebut tidak saja berpengaruh terhadap profitalitas perusahaan tetapi juga
berpengaruh terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan.
Struktur Modal
merupakan pilihan pendanaan antara utang dan ekuitas. Teori yang menjelaskan
hal tersebut antara lain Teori Trade-Off, Teori Pecking Order, dan Teori
lainnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah
Pengertian Struktur Modal Menurut Para Ahli ?
2. Bagaimana
Struktur Modal Dilihat dari Finansial Leverage ?
3. Bagaimanakah
Struktur Modal Optimal ?
4. Apa
saja yang Mempengaruhi Keputusan Struktur Modal ?
5. Bagaimanakah
Teori Struktur Modal ?
6.
Bagaimanakah Checklist
Keputusan Struktur Modal ?
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Struktur Modal
Menurut Ahli
Menurut
Weston dan Copeland bahwa capital
structure or the capitalization of the firm is the permanent financing
represented by long-term debt, preferred stock and shareholder’s equity.
Sedangkan Joel G. Siegel dan Jae K. Shim mengatakan Capital Structure (struktur
modal) adalah komposisi saham biasa, saham preferen, dan berbagai kelas seperti
itu, laba yang ditahan, dan utang jangka panjang yang dipertahankan oleh
kesatuan usaha dalam mendanai aktiva.
Sehingga
dapat dimengerti bahwa struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi
finansial perusahaan yaitu antara modal yang memiliki yang bersumber dari utang
jangka panjang (long-term liabilities)
dan modal sendiri (shareholders’ equity)
yang menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan.
Struktur
modal suatu perusahaan terdiri dari long-term
debt dan shareholders’ equity,
dimana stockholder equity terdiri
dari preferred stock dan common equity, dan common equity itu sendiri
adalah terdiri dari common stock dan retained earnings.
2.
Pengertian
Struktur Modal dalam finansial leverage
1. Struktur
assets tercermin dalam sisi kanan suatu neraca, yang menunjukkan komposisi
assets yang harus dibiayai.
2. Struktur
finansial tercermin dalam sisi kanan suatu neraca, yang mencerminkan komposisi
sumber dana yang dipoergunakan untuk membiayai assets perusahaan.
3. Struktur
modal (capital) ditunjukkan utang jangka panjang dan saham preferen dengan
modal sendiri diluar utang jangka pendek. Modal sendiri termasuk modal
saham biasa, capital surplus dan laba
ditahan.
4. Leverage
finansial atau leverage factor adalah
rasio antara utang (B) terhadap total asset (TA) atau total nilai perusahaan
(V). Rasio utang dengan saham biasa dapat juga di hitung dengan rasio: B/S =
B/V + (1-B/V)
Misal
jika
B/V = 50%, B/S = 0,50/0,50 =
1,00
B/V = 25%, B/S = 0,25/0,75 =
0,33
B/V = 60%, B/S = 0,60/0,40 =
1,50
3.
Struktur
Modal Optimal
Struktur modal yang optimal
adalah struktur yang memaksimalkan harga dari perusahaan, dan hal ini biasanya
meminta rasio utang yang lebih rendah dari pada rasio yang memaksimalkan EPS
yang diharapkan.
Dengan kata lain struktur modal optimal adalah titik dimana k0 berada pada titik terendah. Pada
posisi struktur modal optimal, tidak hanya rata-rata tertimbang biaya modal
perusahaan mencapai titik terendah, namun total nilai perusahaan juga mencapai
titik tertinggi. Hal ini disebabkan semakin rendah tingkat kapitalisasi, k0 yang digunakan pada arus laba operasi
bersih perusahaan, semakin tinggi nilai sekarang bersih arus tersebut. Jadi
struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan biaya modal
perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan.
Jadi, Struktur
Modal yang Optimal adalah struktur modal yang memaksimalkan EBIT / EPS, memaksimalkan harga saham, dan meminimalkan biya modal / WACC.
Hal yang sulit adalah memperkirakan
bagaimana suatu perubahaan dalam struktur modal akan mempengaruhi harga saham .
Namun ternyata diketahui struktur modal yang dapat memaksimalkan harga saham
adalah struktur modal yang dapat meminimalkan WACC. Karena biasanya lebih mudah
meramalkan bagaimana perubahan struktur modal akan mempengaruhi WACC daripada
harga saham,kebanyakan manajer menggunakan perubahan WACC yang diramalkan untuk
membantu mereka mengambil keputusan struktur modal.
Setiap perusahaan pada tahap awal berdiri pasti
memerlukan modal untuk penetapan struktur modalnya, dan pada saat akan
memperluas usaha atau menggabungkan usahanya besar kemungkinannya akan
melakukan perubahan struktur modal yang disebabkan adanya perubahan modal atau
tambahan modal. Dua hal yang harus dilakukan perusahaan, Pertama menentukan
besarnya Kebutuhan modal kuantitatif (proses Kapitalisasi). Kedua, menentukan
sumber modal kualitatif / jenis modal yang akan ditarik (proses penentuan
Struktur Modal. Untuk menentukan Struktur Modal perusahaan dihadapkan pada
berbagai variabel yang mempengaruhinya. Terdapat 10 variabel yang mungkin akan
berpengaruh yaitu: tingkat bunga, stabilitas penjualan, tingkat pertumbuhan
penjualan, susunan aktiva, kadar risiko dari aktiva, kebutuhan modal, struktur
saingan, keadaan pasar modal, sikap manajemen, dan sikap pemberi pinjaman.
Bagi perusahaan susunan struktur modal terbaik dikatakan
sebagal Struktur Modal Optimum. Struktur modal optimum menurut pendekatan
konservatif adalah struktur modal yang menggunakan modal pinjaman maksimum 50%
dari total modal. Sedangkan menurut pendekatan biaya modal struktur modal
optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan rata-rata biaya modal
perusahaan. Metoda biaya modal ini dapat dianalisis dengan berbagai pendekatan,
dan pendekatan yang dipilih pada persoalan ini adalah Pendekatan Tradisional
yang menyatakan bahwa struktur modal optimum akan terjadi pada kondisi
rata-rata biaya modal minimum dan nilai perusahaan maksimum. Disini harus
dilakukan analisis terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap
struktur modal perusahaan dan hubungannya dengan penentuan nilai perusahaan. Sehingga harus ditentukan:
1.
Variabel yang dominan terhadap struktur modal dengan menggunakan Analisa
Faktor.
2.
Menentukan nilai perusahaan yang maksimum.
Menurut
Maness (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan struktur modal
optimal, yaitu:
1.
Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif
stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban
tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak
stabil.
2.
Operating Leverage
Perusahaan yang mengurangi leverage
operasinya lebih mampu untuk menaikkan penggunaan leverage keuangan (hutang).
3.
Corporate Taxes
Karena bunga tax-deductable, ada sebuah keuntungan jika menggunakan hutang. Marginal tax rate
perusahaan yang lebih tinggi, maka keuntungan menggunakan hutang akan lebih
tinggi, semua yang lainnya dianggap sama.
4.
Kadar Resiko dari Aktiva
Tingkat atau kadar resiko dari setiap aktiva
didalam perusahaan adalah tidak sama. Makin panjang jangka waktu penggunaan
suatu aktiva didalam perusahaan, makin besar derajat resikonya. Dan
perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tiada henti,
dalam artian ekonomis dapat mempercepat tidak digunakannya suatu aktiva,
meskipun dalam artian teknis masih dapat digunakan.
5.
Lenders dan Rating Agencies
Jika perusahaan menggunakan hutang semakin
berlebih, maka pihak lenders akan mulai meminta tingkat bunga yang lebih tinggi
dan rating agencies akan mulai menurunkan rating pada tingkat hutang
perusahaan.
6.
Internal Cash Flow
Tingkat internal cash flow yang lebih tinggi
dan lebih stabil dapat menjastifikasi sebuah tingkat leverage lebih stabil.
7.
Pengendalian
Banyak perusahaan sekarang meningkatkan
tingkat hutangnya dan memulai dengan menerbitkan hutang baru hingga repurchase
outstanding commonstock.
Tujuan dari peningkatan hutang tersebut adalah untuk mendapatkan return yang lebih tinggi., sedangkan
pembelian kembali saham bertujuan untuk lebih meningkatkan tingkat pengendalian.
8.
Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi seperti sekarang ini dan juga
kondisi pada pasar keuangan dapat mempengaruhi keputusan struktur modal. Ketika
tingkat suku bunga tinggi, mungkin keputusan pendanaan lebih mengarah pada
short-term debt, dan akan dilakukan refinance dengan long-term debt atau equity
jika kondisi pasar memungkinkan.
9.
Preferensi pihak manajemen
Preferensi manajemen terhadap resiko dan gaya
manajemen mempunyai peran dalam hubungannya dengan kombinasi debt-equity perusahaan
pada struktur modalnya.
10. Debt covenant
Uang yang dipinjam dari sebuah bank dan juga
penerbitan surat hutang dan terwujud melalui serangkaian kesepakatan (debt
covenant).
11. Agency cost
Agency cost adalah sebuah biaya yang
diturunkan guna memonitor kegiatan pihak manajemen untuk menjamin bahwa
kegiatan mereka selaras dengan persetujuan antara manajer, kreditur dan juga
para shareholders.
12. Profitabilitas
Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi,
dan penggunaan internal financing yang lebih besar dapat menurunkan penggunaan
hutang (rasio hutang).
Pada kasus
tertentu ternyata kondisinya dapat dikelompokan pada 4 faktor yang dominan
terhadap penentuan struktur modal, yaitu:
- Faktor 1: Stabilitas pendapatan dan
kebutuhan modal, komponen variabelnya: Stabilitas penjualan dan kebutuhan
modal. Dengan variabel yang dominan adalah kebutuhan modal.
- Faktor 2: Struktur pasar industri yang
terdiri variabel; struktur saingan, tingkat bunga, tingkat pertumbuhan
penjualan, dan kadar risiko dari aktiva. Variabel dominannya adalah
struktur saingan.
- Faktor 3: Risiko usaha dan keuangan,
yang terdiri variabel; sikap pemberi pinjaman, susunan aktiva, dan sikap
manejemen. Variabel dominannya adalah sikap pemberi pinjaman.
- Faktor 4: Situasi perekonomian yang
hanya terdiri variabel keadaan pasar modal, sehingga variabel dominannya
adalah variabel keadaan pasar modal.
Untuk
penentuan nilai perusahaan dengan menggunakan pendekatan Tradisional sebagai alat manajemen keuangan, diperoleh hasil bahwa nilai perusahaan akan
meningkat dengan rata-rata biaya modal perusahaan melalui cara perusahaan modal
pinjamannya. Dan struktur modal diterapkan harus mempunyai ratio hutang
maksimum sehingga mencapai struktur modal optimum. Untuk menentukan struktur modal yang optimum,
digunakan konsep cost of capital (hutang obligasi, emisi saham baru, saham biasa, laba ditahan, dan weighted average cost of
capital). Dan struktur modal yang optimum tercapai
apabila biaya modal rata-rata tertimbang adalah rendah. Karena biaya modal ini
berhubungan dengan profitabilitas, maka pada saat struktur modal optimum
diperhitungkan pula tingkat profitabilitas dengan cara ROA dan ROE.
Untuk
menghitung besarnya biaya modal dalam kaitanya dengan struktur modal dan nilai
perusahaan digunakan beberapa rumus berikut:
1.
Rumus pertama untuk menghitung return obligasi:
Ki = I/B.
Dimana:
I = bunga hutang tahunan
B = Nilai pasar obligasi yang beredar
Ki = Return dari obligasi
2. Rumus kedua untuk menghitung return saham biasa:
Ke = E/S
Dimana: :
E = Laba untuk pemegang saham biasa
S = Nilai pasar saham biasa yang beredar
Ke = Return dari saham biasa
3. Rumus ketiga untuk mengitung return bersih
perusahaan:
Ko = O/V
Dimana: :
O = Laba operasi bersih
V = Total Nilai perusahaan
Ko = Return bersih perusahaan
Struktur modal yang optimal
harus mengutamakan kepentingan pemegang saham. Oleh sebab itu pertama kalinya
perusahaan sebaiknya mendanai usahanya dengan internal financing yang berasal
dari laba ditahan dan depresiasi pada aktiva tetapnya. Laba ditahan merupakan alternatif pertama
yang digunakan untuk memodali kegiatan perusahaan. Alternatif pertama ini
cenderung tidak mencukupi kebutuhan dana yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam
mengembangkan usahanya, maka tidak terhindarkan lagi bahwa perusahaan
memerlukan external financing untuk mencukupi kebutuhan dananya.
Alternatif kedua adalah External financing
(pendanaan dari luar dapat berupa hutang, serta menerbitkan saham). Perusahaan
dapat memperoleh sumberdana dari para investor atas saham yang dijual
perusahaan kepada publik. Perusahaan dapat menerbitkan sejumlah saham biasa
untuk mencukupi kebutuhan modalnya. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh perusahaan, karena semakin banyak saham yang beredar akan menurunkan nilai
perusahaan.
Turunnya nilai perusahaan
berarti turun juga harga sahamnya, sebab investor beranggapan jika perusahaan
menerbitkan saham baru berarti suatu sinyal bagi investor bahwa perusahaan itu
memiliki prospek yang tidak menguntungkan. Jika penerbitan saham menyebabkan
sinyal negatif pada investor mengenai pandangannya terhadap perusahaan, maka
perusahaan akan mencoba untuk menghindari penjualan saham dan lebih memilih
mendapatkan modal baru dengan cara-cara lain, termasuk menggunakan utang di
luar sasaran struktur modal yang normal.
Disini perusahaan
memanfaatkan hutang dalam bentuk menerbitkan obligasi, mengambil pinjaman di
Bank atau lembaga lainnya. Dalam mengambil kebijakan hutang, manajer keuangan
harus mempertimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan hutang terhadap
struktur modalnya. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT
yang mengalir ke investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi
nilainya dan harga saham perusahaan. Harga saham perusahaan akan
mencapai titik maksimal ketika seluruh pendanaannya menggunakan hutang, tetapi
tidak ada perusahaan yang menggunakan seratus persen hutang sebab perusahaan
memperhitungkan biaya kebangkrutan dan menekan biaya-biaya kebangkrutan
tersebut.
Brigham dan houston
menambahkan bahwa ada tambahan reksiko yang dibebankan kepada para pemegang
saham biasa sebagai hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui
utang. Untuk menjelaskan hal ini misalnya ada 10 orang yang akan membentuk
sebuah perseroan yang akan memproduksi computer, asumsikan perusahaan akan
dikapitalisasi dengan 50 persen utang dan 50 persenm ekuitas, dengan lima orang
investor menempatkan modal mereka sebagai utang dan lima lainnya menempatkan
uang mereka sebagai ekuitas.
Dalam hal ini, lima orang
investor akan menanggung seluruh resiko bisnis perusahaan, sehingga saham biasa
akan dua kali lebih beresiko daripada perusahaan hanya didanai dengan ekuitas.
Jadi penggunaan hutang mengkosentrasikan resiko bisnis perusahaan kepada para
pemegang sahamnya. Oleh sebab itu menurut saya perusahaan sangat perlu untuk memperhitungkan manfaat dan biaya penggunaan
hutang mengingat perusahaan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan
pemegang saham jadi perusahaan harus lebih selektif dalam memilih lembaga
pembiayaan, suku bunga, jenis hutang.
Serta kemampuan manajer
keuangan untuk meramalkan penjualan, laba setelah pajak yang mengindikasikan
kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya mengingat para pemegang saham
menanggung resiko yang besar akibat penggunaan hutang bila terjadi kebangkrutan.
4. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Struktur Modal
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi
keputusan struktur modal:
1.
Risiko usaha atau tingkat
resiko yang inheren dalam operasi perusahaan jika perusahaan tidak menggunakan
utang. Makin besar resiko usaha perusahaan
dan makin rendah rasio utang optimalnya.
2. Posisi
pajak perusahaan. Salah satu alasan utama digunakannya utang adalah karena
bunga merupakan pengurangan pajak, selanjutnya menurunkan biaya utang efektif.
Akan tetapi jika sebagian besar laba suatu perusahaan telah dilindungi dari pajak oleh perlindungan
pajak yang berasal dari penyusutan maka bunga atas utang yang saat ini belum dilunasi atau kerugian
pajak yang dibawa keperiode berikutnya akan menghasilkan tarif pajak yang
rendah. Akibatnya tambahan utang tidak akan mamilki keunggulan yang sama jika
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tariff pajak yang efektif yang
lebih tinggi.
3. Fleksibilitas
keuangan. Atau bisa disebut kemampuan untuk menghimpun modal dengan persyaratan
yang wajar dalam kondisi yang buruk. Bendahara perusahaan tahu bahwa pasokan modal yang lancar
dibutuhkan operasi yang stabil, selanjutnya memilki arti yang sangat penting
bagi keberhasilan jangka panjang. Mereka juga tahu bahwa ketika terjadi
pengetatan uang dalam perekonomian atau ketika suatu perusahaan mengalami
kesulitan operasionalnya akan lebih mudah untuk menghimpun utang dibandingkan
modal ekuitas, dan pihak pemberi pinjaman lebih bersedia untuk mengakomodasi perusahaan yang memilki
neraca kuat. Jadi potensi kebutuhan terhadap dana dimasa depan dan kosekuensi
kekurangan dana akan mempengaruhi sasaran struktur modal. Makin besar
kemungkinan kebutuhan modal dan makin buruk konsekuensi jika tidak mampu untuk
mendapatkannya, maka makin sedikit
jumlah utang yang sebaliknya ada di dalam neraca perusahaan.
4.
Konservatisme atau
keagresifan manajerial. Beberapa menejer lebih agresif dibandingkan dengan
menejer yang lain sehingga mereka lebih bersedia untuk menggunakan utang
sebagai usaha untuk meningkatkan laba. Factor ini tidak mempengaruhi struktur modal
optimal yang sebenarnya atau struktur modal yang
memaksimalkan nilai tetapi memang ia akan mempengaruhi sasarann struktur modal perusahaan.
Keempat hal diatas memilki pengaruh yang
sangat besar pada sasaran struktur modal namun kondisi operasional dapat
menybabkan struktur modal aktual berbeda dari sasaran. Misalnya harga pasar
suatu actual suatu perusahaan mungkin karena beberapa alasan tertentu yang
berbeda jauh dibawah nilai intrinsic seperti yang diyakini oleh manajemen.
Dalam hal ini, manajemen akan enggan menerbitkan saham baru untuk menghimpun
modal sehingga manajemen mungkin akan menggunakan pendanaan utang. Bahkan
mungkin hal ini akan menyebabkan rasio utang naik diatas tingkat sasaran. Namun
diasumsikan perusahaan akan mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan
struktur modal ketingkat
sasarannya saat harga saham mendekati nilai intrinsiknya.
5. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal
menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai
perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan.
Dengan kata lain, seandainya perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan
hutang (atau sebaiknya) apakah harga saham berubah, apabila perusahaan tidak
merubah keputusan-keputusan lainnya. Dengan kata lain, kalau perubahan struktur
modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti bahwa tidak ada struktur modal yg
terbaik. Semua struktur modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah strukur
modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh sttruktur modal yg
terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga
saham, adalah struktur modal yang terbaik.
Perhatikan bahwa
modal yang dipergunakan perusahaan selalu mempunyai biaya. Biaya tersebut bisa
bersifat ekplisit (artinya nampak, dan dibayar oleh perusahaan), tetapi bisa
juga bersifat implisit (tidak nampak, bersifat oportunistic, atau
disyaratkan oleh pemodal). Bagi dana yang berbentuk hutang, maka biaya dana
mudah diidentifikasi, yaitu biaya bunganya.
Dalam pembicaraan
struktur modal ini kita menggunakan skenario bahwa hutang yang dipergunakan
adalah hutang dalam bentuk obligasi yang diperoleh dari pasar modal yang
kompetitif dan efisien. Dengan demikian maka pertimbangan risk and return
trade off akan mendasari pemilihan sumber dana tersebut. Karena bagi para
pemodal pembeli obligasi ditafsirkan mempunyai risiko yang lebih rendah
(tingkat keuntungan yang mereka peroleh lebih pasti sifatnya dari membeli
saham), maka biaya modal yang berasal dari hutang akan lebih kecil dari biaya
modal yang berasal dari modal sendiri.
Sedangkan bagi dana
yang berbentuk modal sendiri, biaya dananya tidak nampak. Meskipun demikian
tidak berarti bahwa biaya dananya lebih murah dari dana bentuk hutang. Biaya
dana (cost of capital) untuk dana dalam modal sendiri merupakan tingkat
keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik dana tersebut sebelum mereka
menyerahkan dananya ke perusahaan. Tingkat keuntungan ini belum tentu lebih
kecil apabila dibandingkan dengan bunga pinjaman.
Teori struktur modal
juga disebut juga dengan teori-teori keseimbangan, karena tujuannya adalah
untuk menyeimbangkan komposisi hutang dan modal sendiri. Ada beberapa teori
struktur modal yang dapat dianut oleh perusahaan-perusahaan.
1.
Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan
Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya
Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur
Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
Mereka yang menganut
pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan
tidak ada pajak,nilai perusahaan (biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan
merubah struktur modalnya (yaitu B/S). Pendapat ini dominan sampai dengan awal
tahun 1950-an. Ilustrasi berikut ini menunjukkan pemikiran mereka.
Misalkan PT.ABC
mempunyai 100% modal sendiri, dan diharapkan memperoleh laba bersih setiap
tahunnya sebesar Rp.10 juta. Kalau tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh
pemilik modal sendiri (= ke ) adalah 20%, maka nilai perusahaan dan
biaya modal perusahaan bisa dihitung sebagai berikut. Biaya modal perusahaan
juga bisa dihitung dengan rumus
=
ke = 10 juta/50 juta = 0,20
|
|
|
|
|
|
|
|
O Laba bersih operasi
|
|
Rp. 10 juta
|
|
F
Bunga
|
|
|
|
|
|
|
E Laba tersedia untuk poemilik saham
|
Rp.10 juta
|
|
ke Biaya modal sendiri
|
|
0,2
|
|
|
S Nilai modal sendiri
|
|
Rp.50 juta
|
|
B Nilai pasar hutang
|
|
|
|
|
V Nilai perusahaan
|
|
|
Rp.50 juta
|
|
ko Biaya modal perusahaan =
|
|
|
|
|
0,20 (50/50)
+ 0(0/50)
|
|
0,2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sekarang misalkan PT.ABC akan mengganti
sebagian modal sendiri dengan hutang. Biaya hutang (=kd), atau
tingkat keuntungannya yang diminta oleh kreditor, misalnya 60%. Untuk
menggunakan hutang tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunya
sebesar Rp.4 juta. Dengan menggunakan hutang perusahaan menjadi lebih berisiko,
dan karenanya biaya modal sendiri (=ke) naik menjadi lebih berisiko,
dan karenanya biaya modal sendiri (=ke) naik menjadi, misalnya, 22%.
Kalau laba operasi bersih tidak berubah, maka nilai perusahaan akan nampak
sebagai berikut.
O
|
Laba operasi bersih
|
Rp.10,00 juta
|
F
|
Bunga
|
Rp. 4,00 juta
|
E
|
Laba tersedia untuk
pemegang saham
|
Rp. 6,00 juta
|
ke
|
Biaya modal sendiri
|
0,22
|
S
|
Nilai modal sendiri
|
Rp. 27,27 juta
|
B
|
Nilai hutang (4
juta/0,16)
|
Rp. 25,00 juta
|
V
|
Nilai perusahaan
|
Rp. 52,27 juta
|
ko
|
Biaya modal
perusahaan
|
|
|
=0,22(27,27)+0,16(25/52,27)=
|
0,191
|
|
|
|
Jadi keadaan perusahaan
menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan hutang kerena nilai
perusahaan meningkat (atau biaya modal perusahaan menurun). Kalau misalkan
sebelum perusahaan menggunakan hutangperusahaan mempunyai jumlah lembar saham
sebanyak 1.000 lembar, maka harga sahamnya adalah Rp.50.000 per lembar. Setelah
perusahaan mengganti sebagian saham dengan hutang (yang diganti adalah sebesar
Rp.25 juta atau 500 lembar saham), maka nialai shamnya naik menjadi Rp.27,27
juta/saham = Rp.54.540
2.
Teori
Pendekatan Modigliani dan Miller
Teori MM tanpa pajak
Teori struktur modal modern yang pertama adalah Teori Modigliani dan Miller atau lebih sering
dikenal dengan teori MM. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan
atau tudak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk
membangun teori mereka. (Brigham dan Houston,2001,p.31) yaitu:
a. Tidak
terdapat agency cost
b. Tidak
ada pajak
c. Investor
dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
d. Investor
mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di
masa depan
e. Tidak
ada biaya kebangkrutan
f. Earning
Before and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.
g. Para investor adalah price-takers.
h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat
dijual pada harga pasar (market value)
Teori MM dengan
pajak. Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan
faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang
berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat
pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.
Teori mereka juga
menunjukkan kemungkinan muculnya proses arbitrase yang akan membuat harga saham
(nilai perusahaan) yang menggunakan hutang maupun tidak menggunakan hutang,
akhirnya sama. Proses
arbitrasemuncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan
dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan
resiko yang sama pula.
Dalam contoh yang
tadi (PT.ABC), pemodal dapat keuntungan yang sama tetapi dengan investasi yang lebih
kecil, apabila memiliki saham PT.ABC yang tidak memiliki hutang.Misalkan Arif
memiliki 20% saham PT.A yang menggunakan hutang. Dengan demikian maka nilai
kekayaannya adalah sebesar 0,20 x Rp.27,27 juta = Rp.5,45 juta. Sekarang
misalkan terdapat PT.INDOFOOD yang identik dengan PT.ABC yang idak mempunyai
utang. Untuk itu proses arbitase akan dilakukan sebagai berikut:
1. Jual
saham PT.ABC, memperoleh dana sebesar Rp.5,45 juta.
2. Pinjam
sebesar Rp.5,00 juta. Nilai pinjaman ini adal;ah sebesar 20% dari nilai hutang
PT.ABC.
3. Beli
20% saham PT.INDOFOOD (yaitu perusahaan yang identik dengan PT.ABC waktu tidak
mempunyai hutang), senilai 0.20 x Rp.50 juta = Rp.10 juta.
4. Dengan
demikian Arif dapat menghemat investasi senilai Rp.0,45 juta.
Pada waktu Arif masih memiliki 20% saham
PT.ABC yang menggunakan hutang, ia mengharapkan untuk memperoleh keuntungan
sebesar, 0,20 x Rp.6,00 juta = Rp.1,20 juta.Pada waktu ia memiliki 20% saham
PT.INDOFOOD dan mempunyai hutang sebesar Rp.10 juta, maka keuntungannya yang
diharapkannya adalah:
1. Keuntungan
dari saham PT.INDOFOOD
|
= 0,20xRp.10 juta
|
= Rp.2,00 juta
|
2. Bunga
yang dibayar
|
= 0,16 x Rp.5,0 juta
|
= Rp.0,80 juta
|
Keuntungan bersih
|
|
Rp.1,20 juta
|
Hal ini berarti Arif
dapat mengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang sama (yaitu Rp.1,20 juta),
menanggung resiko yang sama (karena proporsi hutang yang ditanggung sama),
tetapi dengan investasi yang lebih kecil sebesar Rp.0,45 juta. Apabila hal ini
disadari oleh semua pemodal, maka mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh
Arif.
Dengan demikian maka
semua orang akan menjual PT.ABC (harga akan turun) dan membeeli saham
PT.INDOFOOD (harga akan naik). Proses arbitase tersebut akan berhenti setelah
pemodal tidak dapat lagi menghemat investasi dari penjualan saham PT.ABC dan
pembelian saham PT.INDOFOOD.
Sebenarnya kalau kita
amati proses penggantian modal sendiri dengan hutang yang dilakukan oleh
PT.ABC, segera bisa kita jumpai kejanggalan. Di atas disebutkan bahwa PT.ABC
mengganti modal sendiri dengan hutang sebesar Rp.25 juta. Kalau semula (sebelum
menggunakan hutang) nilai modal sendirinya adalah Rp.50 juta maka setelah
diganti dengan hutang sebesar Rp.25 juta, nilainya tettu tinggal Rp.25 juta.
Tidak mungkin menjadi Rp.27,27 juta (sebagaimana diungkapkan oleh pendekatan
tradisional). Kalau nilai modal sendiri menjadi Rp.25 juta,maka mestinya biaya
modal sendiri setelah mengguakan hutang menjadi,
ke = E/S
|
= Rp.6 juta / Rp.25 juta
|
|
= 24%
|
Dengan
kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah menggunakan hutang
adalah
ko
|
= 24% (25/50) + 16% (25/50)
|
|
=20%
|
Ini berarti bahwa
biaya modal perusahaan (atau nilai perusahaan) tidak berubah, baik perusahaan
menggunkan hutang atau tidak. Karena pada pendekatan tradisional dasumsikan
biaya modal sendiri meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang
menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainnya dari perusahaan yang tidak
menggunakan hutang.
Dalam keadaan pasar
modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri
akan berperilaku sebagai berikut:
ke
= keu + (keu +
kd) (B/S)
Dalam
hal ini keu adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak
menggunakan hutang. Dalam contoh PT.ABC, ini berarti bahwa:
=
20% + (20% - 16%) (25/25)
|
=
24%
|
ke
(setelah menggunakan hutang)
Kita memperoleh angka yang sama dengan cara
perhitungang diatas.
Perhatikan bahwa
biaya hutang (kd) selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (keu).
Hal tersebut disebabkan karena pemilik modal sendirimenanggung resiko yang
lebih besar dari pemberi kredit dan kita berada dalam pasar modal yang sangan
kompetitif.
Hal tersebut disebabkan oleh (1)penghasilan yang diterima pemilik modal sendiri
bersifat tidak pasti dibandingkan dengan pemberi kredit, dan (2) dalam
peristiwa likuidasi pemilik sendiri akan menerima bagian paling akhir setelah kredit-kredit
dilunasi. Dalam kaeadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar yang
kompetitif, kd< ke. jadi tidaklah benar jika
perusahaan menghimpun dana dari equity, perusahaan kemuadian berhasil menghimpu
dana murah. Semua sumber pendanaan mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri
justru biayanya lebih mahal dibandingkan dengan dana pinjaman.
Dengan demikian MM
menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan
(financing decisions) menjadi tidak relefan. Artinya penggunaan hutang
ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang
sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan.
3. Teori-Teori
Lain dalam Struktur Modal
a.
Teori Trade-Off dalam Struktur
Modal.
Menurut trade-off
teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang sampai
pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari
tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”
(p.81). Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan
(bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang
meningkat akibat dariturunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Trade-off theory
dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara
lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan
(financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan
symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat
hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai
jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial
distress).
Trade-off theory
mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara
penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal.
Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan
berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga
tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam kenyataannya
jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan
pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan
dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan
korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
b.
Teori Pecking
Order
Menurut Myers (1984),
pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas
yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam
pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara
spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam
penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson,
dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih
sumber pendanaan, yaitu :
1.
Perusahaan lebih memilih
untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada
pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang
dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka
perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman,
yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko,
sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir
saham biasa.
3. Terdapat
kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah
pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan
tersebut untung atau rugi.
4. Untuk
mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang
konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka
perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking
order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory
menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan
tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan
investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang
mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang
kecil.
5. Dalam
kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk
kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang
disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan
Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara
berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam
membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang
menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih
dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.
6.
Teori Asimetri Informasi dan
Signaling. Teori
ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak
mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak
tertentu mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya.
Teori ini terdiri
dari Teori :
a. Myers
dan Majluf
Menurut Teori ini ada
asimetri informasi antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai informasi
yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.
b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal
yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa
prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia
ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Manager bisa menggunakan
hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang
meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek
perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal
tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
c. Teori
Keagenan (Agency Approach).
Menurut pendekatan ini,
struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok
kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah konsep
free-cash flow. Ada kecenderungan manager ingin menahan sumber daya sehingga
mempunyai control atas sumber daya tersebut.
Hutang bisa dianggap
sebagai cara untuk mengurangi konflik leagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan
hutang, maka manager akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan untuk
membayar bunga.
6. Checklist Keputusan Struktur
Modal
Selain
dari jenis-jenis analisis yang dibahas sebelumnya, perusahaan pada umumnya akan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini, ketika melakukan keputusan
struktur modal:
1. Stabilitas
penjualan. Suatu perusahaan yang penjualannya relative stabil dapat secara aman
mengambil utang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2. Struktur
asset. perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman
cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Asset umum yang dapat digunakan
oleh banyak perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk
asset dengan tujuan khusus. Jadi, perusahaan real estat biasanya memiliki
leverange yang tinggi sementara pada perusahaan yang terlibat dalam bidang penelitian
teknologi, hal seperti ini tidak berlaku.
3. Lavarange
operasi. Jika hal lain dianggap sama, perusahaan yang leverange operasi yang
lebih rendah akan lebih mampu menerapkan leverange keuangan karena perusahaan
tersebut akan memiliki resiko usaha yang lebih rendah.
4. Tingkat
pertumbuhan. Jika hal yang lain dianggap sama, maka perusahaan yang memiliki
pertumpuhan yang lebih cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal
eksternal. Selain itu, biaya emisi ynag berkaitan dengan penjualan saham
biasanya akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan menjual utang,
mondorong perusahaan yang mengalami poertumbuhan cepat untuk lebih mengandalkan
diri pada utang. Namun, pada waktu yang bersamaan, perusahaan tersebut sering
kali menghadapi ketidak pastian yang lebih tinggi, cenderung akan menurunkan
keinginan mereka untuk menggunakan utang.
5. Profitabilitas.
Sering kali diamati bahwa pereusahaan dengan tingkat pengembalian atas
investasi yang sangat tinggi ternyata
menggunakan utang dalam jumlah yang relative sedikit. Meskipun tidak ada
pembenaran teoritis atas fakta ini, salah satu penjelasan praktisinya adalh
perusahan yang sangat menguntungkan seperti Microsoft, coca-cola tidak
membutuhjan pendanaan utang terlalu banyak. Tingkat pengam bilan yang tinggi
memingkinkan perusahaan-perusahan tersebut melakukan sebagian besar pendanaan
melalui dana yang dihasikan secara internal.
6. Pajak.
Bunga merupakan suatu beban pengurangan pajak, dan penganguran ini lebih
bernilai pada perusahaan dengan tariff pajak yang tinggi. Jadi, makin tinggi
tarif pajak suatu perusahaan maka makin besar keunggulan dari utang.
7. Kendali.
Pengaruh utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan dapat mempengaruhi
struktur modal. Jika
menejemen saat ini memilki kendali hak suara (lebih dari 50 % saham) tetapi
tidak berada dalam posisi untuk membeli saham tambahan lagi, maka manajemen
mungkin akan memilih utang sebagai pendanaan baru. Di lain pihak, manajemen
mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika situasi keuangan perusahaan
begitu rendah sehingga penggunaan utang mungkin dapat membuat perusahaan dapat
menghadapi resiko gagal bayar karena jika perusahaan gagal bayar menejer akan
kehilangan pekerjaan, akan tetapai jika utang yang digunaakan terlalu sedikit,
manajemen akan menanggung resiko mengembalikan. Jadi, pertimbangan kendali dapat
mengarah pada penggunaan baik itu utang maupun ekuitas karena jenis modal yang
memberikan perlindungan terbaik pada manajemen akan bervariasi dari satu
situasi kesituasi lainnya. Apapun kondisinya jika manajemun tidak merasa aman
maka manajemen akan mempertimbangkan situasi kendali.
8. Sikap
Manajemen. Tidak ada yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal akan
mengarah pada harga saham yang lebih tinngi dibandingkan dengan struktur yang
lain. Manajemen dapat melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur
modal yang tepat. Beberapa manajemen cenderung lebih konservatif dibandingkan
yang lain dan menggunakan utang dalam jumlah lebih sedikit (kecil) dibandingkan
dengan rata-rata perusahaan didalam indrustinya, sementara manajemen agresif
menggunakan lebih banyak utang dalam usaha mereka untuk mendapatkan laba yang
lebih tinggi (maksimal).
9. Sikap
Pemberi Pinjaman Dan Lembaga Pemeringkat. Tanpa mempertimbangkan analisis
manajemen sendiri atas factor leverange yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi
pinjaman dan lembaga pemeringkat sering kali akan mempengaruhi keputusan
struktur keuangan. Perusahaan sering kali membahas struktur modalnya dengan
pihak pemberi pinjaman daln lembaga pemeringkat
serta sangat memperhatikan saran mereka. Contoh salah satu perusahaan listrik
baru-baru diperingatkan oleh Moody’s Standard dan Poor bahwa obligasi
perusahaan tersebut akan diturunkan peringkatnya jika perubahan menerbitkan obligasi yang
lain (baru). Hal ini mempengaruhi keputusan yang akan diambil dan perusahaan
lalu mendanai ekspansinya menggunakan ekuitas biasa.
10. Konsisi
Pasar. Kondisi pasar saham
dan obligasi mengalami perubahan dalm jangka panjang maupun jangka pendek yang
dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu perusahaan.
Misalnya selama terjadi kebijakan uang ketat, pasar obligasi sampah menjadi
sepi dan sama sekali tidak ada pasar pada tingkat bunga yang
wajar untuk pinjaman dalam jangka panjang yang baru dengan peringkat dibawah
BBB. Jadi, perusahaan berperingkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa pegi
kepasar saham atau pasar
dalam utang jangka pendek tanpa
melihat sasaran strutur modalnya. Namun ketika kondisi melonggar
perusahan-perusahaan ini menjual obligasi jangka panjang untuk mengembalikan
struktur modalnya kembali pada sasaran.
11. Kondisi
internal perusahaan. Kondisi internal suatu perusahaan sendiri juga dapat
berpengaruh pada sasaran struktur modalnya.misalnya suatu perusahaan baru saja
berhasil menyelesaikan suatu program litbang, dan perusahaan meramalkan laba
yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang tidak lama. Namun, laba yang baru ini
belum diantisipasi
oleh investor, sehingga tercermin dalam harga sahamnya. Perusahaan tersebut
tidak akan menerbitkan saham, perusahaan lebih memilih melakukan pendanaan
dengan utang sampai laba yang lebih tinggi terwujud dan tercermin pada harga
saham. Selanjutnya, perusahaan dapat menjual penerbitan saham biasa menggunakan
hasil untuk melunasi utang, dan kembali pada sasaran struktur modalnya.
12. Fleksibilitas
Keuangan. Seorang bendahara perusahaan harus cerdas membuat persyaratan sebagai
berikut ini kepada perusahaan:
Perusahaan
dapat menghasilkan uang dalam jumlah yang lebih besar dari penganggaran modal
dan keputusan koperasi yang baik dibandingkan dengan keputusan keuangan yang
baik.memang, kami tidak tahu secara pasti bagaimana keputusan keuangan akan
mempengaruhi harga saham kamin, tetapi kami tahu secara pasti bahwa jika kami
terpaksa menolak usaha yang menjanjikan karena tidak tersedianya dana maka hal
tersebut akan mengurangi profitabilitas kami dalam jangka panjang. Karena
alasan ini, sasaran utama saya sebagai bendahara adalah selalu berada dalam
posisi yang dapat menghimpun modal untuk mendukung operasi.
Kami
juga tahu bahwa ketika keadaan baik, kami dapat menghimpun modal baik itu
melalui modal maupun obligasi tetapi ketika keadaan memburuk pemasok modal akan
lebih bersedia menyediakan dana jika kami memberikan mereka posisi yang lebih
kuat, dan ini artinya adalah utang. Selain itu, ketika kami menjual emisi saham
baru maka hal ini akan mengirimkan “sinyal” negatif kepada para investor
sehingga penjualan saham yang dilakukan oleh perusahaan yang sudah mapan
seperti kami adalah suatu tindakan yang diinginkan.
Penyatuan
seluruh pemikiran diatas akan mengangkat sasaran dalam mempertahankan
fleksibelitas keuangan yang juka dilihat dari sudut pandang operasionalnya
berarti mempertahankan kecukupan “kapasitas pinjaman cadangan”.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1. Struktur
modal yang optimal adalah struktur yang memaksimalkan harga dari perusahaan,
dan hal ini biasanya meminta rasio utang yang lebih rendah dari pada rasio yang
memaksimalkan EPS yang diharapkan.
2. Inti teori struktur modal
menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai
perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dan Struktur modal yang dapat
memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang
terbaik.
3. Pengambilan keputusan sangatlah penting karena kalau
perusahaan salah dalam pengambilan keputusan maka tujuan perusahaan tidak akan
tercapai atau tidak tepat sasaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Horne, James C. Van & John M. Wachowicz,
Jr. 1998. Prinsip-prinsip Management
Keuangan. Jakarta: Salemba empat.
Fahmi,
Irham. 2013. Pengantar Manajemen Keuangan, Bandung: Alfabeta.
Drs. Sartono, R. Agus, 1997. Ringkasan
Teori Manajemen Keuangan,
Yogyakarta: BPFE.
Yulianto, Ali Akbar. 2011. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,Jakarta:
Salemba Empat.
Weston, J. fred dan E.copeland,
Thomas. 1996. Manajemen Keuangan, Jakarta:
Erlangga.
http://Ekonomi
Manajemen Manajemen Keuangan Struktur Modal.htm
http://MANAJEMEN
KEUANGAN _ Yusuda's Blog.htm.
http://Manajemen
Keuangan Struktur Modal Optimal _ digitalthree.htm.
http://MANAJEMEN KEUANGAN _
Yusuda's Blog.htm dan http://Ekonomi Manajemen
Manajemen Keuangan Struktur
Modal.htm
J. fred Weston dan Thomas E.copeland. 1996. Manajemen Keuangan, Jakarta: Erlangga.
hlm 51-52
Bringham & Houston, 2006.
Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Buku 2, Jakarta : Salemba Empat
Ali Akbar Y ulianto. 2011. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,Jakarta:
Salemba Empat.hlm 188-190