MAKALAH EKONOMI MAKRO ISLAM
POLA PRODUKSI DAN INVESTASI DALAM
PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP PENDAPATAN NASIONAL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu: Dzikrulloh, S.E.I., M. SEI
KELOMPOK 2:
Ulfatun Nazilah (120721100096)
Indah Antiyani (120721100047)
Irodatul Mughitsah (120721100037)
Ummul Bariroh (120721100045)
Rotibah
(120721100028)
Bi’rotul Husnia (120721100101)
Hikmatus Sholihah D. (120721100056)
Nur Kholifah (120721100055)
Munawaroh (120721100076)
Elmawati (120721100077)
Moh. Zairi (120772110097)
Fajar Shodiqi Aprilia (120721100013)
Karimatun Nisa’ (120721100024)
Muaddin (120721100121)
Dalilatus Shobahah (120721100133)
Husni Mubarak (120772110115)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS ILMU-ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang
telah menolong hambaNya menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolonganNya mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik, makalah ini disusun
untuk menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen pengajar mata
kuliah Ekonomi Makro Islam
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di
susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama karena pertolongan
Allah SWT.
Makalah ini memuat tentang “Pola Produksi Dan Investasi Dalam
Perspektif Islam Terhadap Pendapatan Nasional”
yang mana peyusun yakin bahwa makalah ini masih memerlukan revisi karena begitu
banyak kekurangan yang ada dari berbagai sisi. Kami ucapkan terima kasih dari
berbagai pihak yang telah mendukung dalam rangka penyusunan makalah ini, semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat memberikan tambahan wawasan ilmu kita semua. Amin….
Kelompok 2
DAFTAR
ISI
Kata
Pengatar
Daftar
isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
B.
Rumusan masalah
C.
Tujuan Masalah
BAB
II PEMBAHASAN
A.
PRODUKSI
1.
Konsep Produksi
dalam islam
2. Teori produksi menurut konvensional dan Ialam
3. Pengertian produksi menurut islam
4. Tujuan Produksi
5. Formulasi Maslahah bagi Produsen
6. Penurunan Kurva Penawaran
7.
Pendapatan Nasional
dalam Perspektif Ekonomi Islam
B. INVESTASI
1. Investasi
Secara Umum
2. Instrument
investasi publik zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf
3. Investasi dengan pendekatan ekonomi konvensional
4. Fungsi investasi dengan pendekatan ekonomi islam
5. Hubungan antara tingkat keuntungan yang diharapkan dan
investasi
C. ANALISIS
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ukuran perkembangan perekonomian dari suatu periode ke
periode lainnya dalam suatu negara biasanya menggunakan variabel pendapatan
nasional negara tersebut. Oleh karena itu, variabel pendapatan nasional
merupakan variabel pokok yang dibahas dalam teori ekonomi makro. Besar kecilnya
nilai variabel pendapatan nasional suatu negara bergantung dari banyak variabel
yang membentuk variabel pendapatan nasional tersebut. Namun, untuk mempermudah
dalam menganalisis pendapatan nasional suatu perekonomian, biasanya kegiatan
ekonomi suatu negara dikelompokkan menjadi empat sektor ekonomi, yaitu sektor
rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah, dan sektor luar negeri.
Pada tahap awal, pembahasan mengenai analisis pendapatan
nassional dilakukan terhadap perekonomian yang sederhana (disebut juga perekonomian
dua sektor). Kemudian dilanjutkan dengan analisis pendapatan nasional pada
perekonomian tertutup dengan kebijakan fiskal (perekonomin tiga sektor), dan
perekonomian terbuka(perekonomian empat sektor).
Permasalaan
yang terjadi dilapangan adalah ketidak sesuaian angka pendapatan perkapita
dengan pendapatan nasional yang menyatakan bahwa masyarakat suda sejahtera.
Padahal, kenyataan di lapangan adalah sebaliknya, karena pendapatan perkapita
yang rendah tertutupi oleh pendapatan perkapita yang tinggi sehingga pendapatan
perkapita masyarakat dianggap setara. Maka dari itu, penulis hanya ingin
menganalisis solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan diatas yakni dengan
analisis investasi berdasarkan perspektif islam yang mempengaruhi pendapatan nasional
agar mengurangi ketimpangan yang terjadi.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang diatas, diperoleh rumusan masalah
yaitu bagaimanakah pola produksi dan investasi dalam perspektif islam terhadap
pendapatan nasional?
C.
TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas dapat diperoleh tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk mengetahui pola produksi dan investasi dalam perspektif islam
terhadap pendapatan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PRODUKSI
1. Konsep Produksi dalam Al-Qur’an
Surat Al-Nahl : 5 & 11 & 65-71
·
Al-Nahl Ayat 5 :
وَالْأَنْعَامَ
خَلَقَهَا ۗ لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُون
Artinya :“Dan Dia telah menciptakan binatang ternak
untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat,
dan sebahagiannya kamu makan).
·
Al-Nahl Ayat 11 :
يُنْبِتُ لَكُمْ
بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالْأَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ
الثَّمَرَاتِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُون
Artinya :“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air
hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang memikirkan”.
·
Al-Nahl Ayat 65 :
وَاللَّهُ أَنْزَلَ
مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ إِنَّ فِي
ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
Artinya : “Dan Allah menurunkan dari langit air
(hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang mendengarkan (pelajaran)”.
·
Al-Nahl Ayat 66 :
وَإِنَّ لَكُمْ فِي
الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۖ نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ
وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ
Artinya : “Dan sesungguhnya pada binatang ternak
itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada
apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah,
yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya”.
·
Al-Nahl Ayat 67 :
وَمِنْ ثَمَرَاتِ
النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا ۗ إِنَّ
فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya : “Dan dari buah korma dan anggur, kamu
buat minimuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
memikirkan”.
·
Al-Nahl Ayat 68 :
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ
إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ
وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Artinya : “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang
dibikin manusia",
·
Al-Nahl Ayat 69 :
ثُمَّ كُلِي مِنْ
كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا
شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ
لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam)
buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan”.
·
Al-Nahl Ayat 70 :
وَاللَّهُ
خَلَقَكُمْ ثُمَّ يَتَوَفَّاكُمْ ۚ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ
الْعُمُرِ لِكَيْ لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ
قَدِيرٌ
Artinya : “Allah menciptakan kamu, kemudian
mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang
paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah
diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”.
·
Al-Nahl Ayat 71 :
وَاللَّهُ فَضَّلَ
بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ ۚ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي
رِزْقِهِمْ عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ ۚ
أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ
Artinya : “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu
dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan
(rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang
mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka
mengingkari nikmat Allah?”.
2. Teori Produksi Menurut Ekonomi Konvensional dan Islam
Kegiatan
produksi dalam Ekonomi Konvensional tujuan utamanya adalah untuk mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya. Sedangkan dalam Ekonomi Islam, kegiatan
produksi tidak
semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi juga keuntungan
diakhirat.
Bagi Islam,
memproduksi sesuatu bukanlah sekadar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual
kepasar. Islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula
mewujudkan fungsi sosialnya.Faktor teori produksi dalam islam : Alam,
Kerja manusia, Ilmu. Sedangkan menurut Al-Ghazali
adalah sebagai berikut[1]:
1.
Tanah dengan segala
potensinya, sekaligus sebagai barang tidak akan pernah bisa dipisahklan dari
bahasan proses produksi
2.
Tenaga kerja. Juga
merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam proses prodiksi. Kualitas dan
kuantitas produksi sangat ditentukan oleh tenaga kerja.
3.
Modal / capital, juga
merukan alat-alat yang terlibat langsung dengan proses produksi. Modal adalah
objek material yang digunakan untuk memproduksi kekayaan atau menyelenggarakan
jasa ekonomi.
4.
Manajemen produksi.
Untuk mendapatkan kualitas produksi yang baik, maka bdiperklukan manajemen yang
baik pula.
5.
Teknologi, yang
dimaksud teknologi disini bukan saja penggunaan mesin-mesin atau alat-alat yang
canggih, tetapi lebih mengarah bagaimana memanfaatkan alam sebagai sumber
kesejahteraan manusia.
6.
Bahan baku atau
material merupakan faktor yang paling penting dalam proses produksi. Al-Ghazali
menjelaskan faktor yang harus diproduksi adalah pertambangan, pertanian, dan
hewan.
3.
Pengertian
Produksi Menurut Islam
Kepentingan manusia, yang sejalan dengan moral Islam, harus menjadi fokus
atau target dari kegiatan produksi. Produksi[2]
adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output
dalam rangka meningkatkan maslahah bagi manusia. Jadi, produksi dalam
pandangan Islam adalah suatu kegiatan memproduksi atau menghasilkan suatu
barang yang menjadi kebutuhan konsumen dengan konsep maslahah untuk mencapai
falah.
Kegiatan produksi membutuhkan berbagai
jenis sumber daya ekonomi yang lazim disebut input atau faktor produksi, yaitu
segala hal yang menjadi masukan secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses produksi. Sebuah mobil misalnya tidak bisa dibuat dengan hanya dengan
tersedianya besi atau karet saja , tetapi merupakan kombinasi antara beberapa
faktor produksi sebagai input produksi.
Pada dasarnya, faktor produksi atau
input ini secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
input manusia dan input non manusia. Yang termasuk input manusia yaitu kerja/
buruh dan wirausahawan. Semantara yang termasuk dalam input non manusia adalah
sumber daya alam, kapital (fincial capital), mesin. Alat-alat, gedung dan
input-input fisik lainnya. Pengkategorian input menjadi input manusia dan non
manusia setidaknya dilandasi dengan dua alasan, yaitu[3]:
1)
Manusia adalah faktor
produksi yang memiliki peran paling penting dalam keseluruan faktor produksi.
Manusia dikatakan sebagai faktor yang paling penting dikarenakan manusialah
yang memiliki ide, mengorganisasi, memproses dan memimpin semua faktor produksi
sehingga menjadi barang dan jasa yang bermanfaat untuk mmenuhi kebutuhan.
Karenanya tidaklah salah kalau ibnu kahldun (1263-1328) menganggap bahwa
manusia adalah faktor terpenting dan merupakan sumber utama nilai barang dan
jasa.
2)
Manusia adalah makhluk
hidup yang tentu saja memiliki berbagai karakteristik yang berbeda dengan
faktor produksi lainnya. Manusia adalah ciptaan Allah yang diberi kedudukan
paling mulia di antara makhluk-makhluk lain. Manusia tentu tidak dapat
disamakan dengan sumberdaya alam, grdung, uang, faktor produksi fisik lainnya. Secara umum. Semua sumberdaya
non manusia dapat diperdagangkan sesuai dengan mekanisme pasar tapi tidak
dengan manusia,
4. Tujuan Produksi
Kegiatan
produksi harus sepenuhnya sejalan dengan kegiatan konsumsi. Apabila keduanya
tidak sejalan, maka tentu saja kegiata ekonomi tidak akan berhasil mencapai tujuan
yang diinginkan. Misalnya, dalam konsumsi kita dilarang untuk memakan atau
meminum barang-barang yang haram, seperti alkohol, babi, bangkai, binatang yang
tidak disembelih atas nama Allah, dan binatang buas. Seorang konsumen yang
berperilaku Islami juga tidak dibolehkan melakukan Israf atau berlebih-lebihan,
tetapi hendaknya konsumsi dilkukan dalam takaran moderat (sesuai kebutuhan).
Perilaku
konsumen yang seperti ini, tentu akan sulit terwujud apabila kegiatan
produksinya tidak sejalan. Misalnya, produksi (dan mata rantainya, seperti
pemasaran) alkohol yang marak, kemudian produsen memasarkan alkohol tersebut
sedemikian rupa (dengan cara menarik) sehingga kemungkinan perilaku konsumen
akan terpengaruh. Jadi, perilaku produsen haruslah sejalan dengan perilaku
konsumen.
Tujuan
seorang konsumen dalam mengonsumsi barang dan jasa, dalam perspektif Ekonomi
Islam adalah mencari maslahah maksimum dan produsen pun juga harus demikian.
Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan maslahah
yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, diantaranya:
a. Pemenuhan kebutuhan manusia pada
tingkatan moderat
Produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan (needs)
meskipun belum tentu merupakan keinginan (wants) konsumen. Selain itu,
kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang
wajar.
b. Menemukan kebutuhan masyarakat
dan pemenuhannya
Produsen harus bersikap proaktif, reatif dan inovatif menemukan brbagai
barang an jasa yang memang dibutuhkan oleh manusia. Penemuan ini kemudian
disosialisasikan atau di promosikan kepada konsumen, sehingga konsumen mengetahuinya.
Sikap proaktif menemukan kebutuhan ini sangat penting, sebab terkadang konsmen
juga tidak mengetahui apa yang sesungguhnya dibutuhkannya.
c. Menyimpan persediaan barang atau
jasa di masa depan
Sikap proaktif produen ini juga harus berorientasi kedepan, dalam arti :
pertama, menghasilkan barang dan jasa
yang bermanfaat bagi kehidupan masa mendatang., kedua, menyadari bahwa
sumber daya ekonomi, tidak hanya diperuntukkan bagi manusia yang hidup
sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang. Efisiensi dengan sendirinya
juga akan senantiasa dikembangkan, sebab dengan cara inilah kelangsungan dan
kesinambungan pembangunan akan terjaga.
d. Pemenuhan sarana bagi kegiatan
sosial dan ibadah kepada Allah swt.
Tujuan produksi adalah
mendapatkan berkah, yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh pengusaha itu
sendiri. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia sendiri, produksi harus
berorientasi kepada kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah swt. Tujuan ini
akan membawa implikasi yang luas sebab produksi tidak akan selalu menghasilkan
keuntungan material,
Jadi, tujuan kegiatan produksi dalam konsep ekonomi
konvensional dan ekonomi islam itu berbeda. Dimana Dalam konsep ekonomi
konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba
sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan
produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang
maksimum bagi konsumen. Tetapi, walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan
mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam
bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan
keuntungan ditambah dengan berkah.
5. Formulasi Maslahah bagi Produsen
Disini,
rumusan maslahan yang menjadi perhatian produsen adalah[4]
:
Maslahah = Keuntungan + Berkah
Dimana
keuntungan merupakan selisih antara pendapatan total / total revenue
(TR) dengan biaya totalnya / total cost (TC), yaitu :
∏ = TR – TC
Pada
dasarnya berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai
Islam dalam kegiatan produksinya. Penerapan prinsip dan nilai Islam ini sering
kali menimbulkan biaya ekstra yang relatif besar dibandingkan jika mengabaikannya.
Di sisi lain, berkah yang diterima merupakan kompensasi yang tidak secara
langsung diterima produsen atau berkah revenue (BR) dikurangi dengan biaya
untuk mendapatkan berkah tersebut atau berkah cost (BC), yaitu :
B = BR – BC = -BC
Dalam
persamaan di atas penerimaan berkah dapat diasumsikan nilainya nol atau secara
inderawi tidak dapat diobservasi karena berkah memang tidak secara langsung
selalu berwujud material. Dengan demikian, maslahah sebagaiamana didefinisikan pada
persamaan diatas menjadi :
M = TR – TC – BC
Pada
persamaan diatas ekspresi berkah (BC) menjadi faktor pengurang. Hal ini masuk
akal karena berkah tidak bisa datang dengan sendirinya, melainkan harus dicari
dan diupayakan kehadirannya sehingga ada kemungkinan akan menimbulkan beban /
biaya ekonomi. Contohnya, seorang produsen dilarang untuk melakukan eksploitasi
terhadap tenaga kerja dan harus memperlakukan atau menunaikan hak-hak para
pekerja dengan baik, meskipun kesempatan mengeksploitasi terbuka dengan tanpa
para pekerja sadari.
Sebenarnya,
dengan mengeksploitasi tenaga pekerja, produsen dapat meningkatkan efisiensi
biaya tenaga kerja yang kemudian akan berdampak pada meningkatknya keuntungan.
Namun, disini para pengusaha muslim berorientasi pada berkah, maka hal tersebut
tidak akan mereka lakukan. Contoh lainnya adalah dalam penerapan prinsip dan
nilai halalan thayyiban dalam produksi, dimana seluruh kegiatan
produksi dan input yang digunakan adalah legal / resmi dan baik.
Sementara
penggunaan illegal loging dalam suatu industri (produksi), memang
kemungkinan akan memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan jika
menggunakan legal logging, sebab biasanya kayu yang berasal dari legal
logging harganya lebih mahal. Untuk mendapatkan berkah, seorang
produsen muslim akan rela mengeluarkan biaya yang lebih tinggi guna membeli
kayu yang legal.
Seorang
produsen muslim akan rela mengeluarkan biaya yang lebih mahal untuk mendapatkan
berkah. Berkah dari langit berupa pahala yang nantinya akan diterimanya di
akhirat. Sedangkan berkah di dunia dapat berupa segala hal yang memberikan
kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri ataupun masyarakat banyak. Jadi,
upaya mencari berkah dalam jangka waktu pendek, memang dapat menurunkan
keuntungan (karena adanya biaya berkah), tetapi untuk jangka waktu panjang
kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan (karena meningkatnya
permintaan). Oleh karena itu,
bagaimanapun dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan
dalam input produksi, sebab berkah mempunyai andil (share) nyata dalam
membentuk output.
Adapun
biaya untuk mencari berkah (BC), tentu saja akan membawa implikasi terhadap
harga barang dan jasa yang dihasilkan produsen. Harga jual produk adalah harga
yang telah mengakomodasi pengeluaran berkah tersebut, yaitu :
BP = P + BC
M = BTR – TC - BC
BP dQ = dTC+ dBC
Jadi,
dari persamaan diatas menyatakan bahwa maslahah akan maksimum jika dan hanya
jika dari nilai unit terakhir yang diproduksi (BPdQ) sama dengan
perubahan atau pertambahan yang terjadi pada biaya total dan pengeluaran berkah
(BC) pada unit terakhir yang diproduksi. Jika nilai dari unit terakhir yang
ddiproduksi (BPdQ) masih lebih besar
dari pengeluarannya (dTC+ dBC), maka produsen akan mempunyai dorongan
untuk menambah jumlah produksi lagi. Hanya jika nilai unit terakhir hanya pas
untuk membayar kompensasi yang dikeluarkan dalam rangka produksi unit tersebut
(dTC+ dBC), maka tidak akan ada lagi dorongan bagi produsen untuk menambah
produksi lagi. Dalam kondisi demikian produsen dikatakan berada pada posisi
keseimbangan (equilibrium) atau optimum[5].
6. Penurunan Kurva Penawaran
Kurva
penawaran adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tingkat harga dengan
jumlah produk yang ditawarkan oleh produsen. Anggaplah kita sedang memproduksi
suatu barang, dimana harga jual barang tersebut Rp. 171. Untuk memproduksi 1
unit barang itu diperlukan biaya total Rp. 140, sedangkan untuk memproduksi 2
unit, diperlukan biaya total Rp. 145, begitu dan seterusnya. Untuk mendapatkan
kegiatan produksi yang mengandung berkah, maka diperlukan biaya sebesar Rp. 18
ketika jumlah produksi 1 unit, Rp. 20 ketika 2 unit, begitu dan seterusnya.
Untuk
mengetahui bagaimana proses yang ditempuh oleh seorang produsen Muslim dalam
memaksimumkan maslahah, maka kita perhatikan tabel dibawah ini.
Tabel 6.1
Maksimasi Maslahah Produsen
Diasumsi Harga 171
Q
|
dQ
|
BP
|
TC
|
dTC
|
BC
|
dBC
|
BP dQ
|
dTC+ dBC
|
1
|
1
|
171
|
140
|
-
|
18
|
-
|
171
|
-
|
2
|
1
|
171
|
145
|
145
|
20
|
20
|
171
|
165
|
3
|
1
|
171
|
291
|
146
|
41
|
21
|
171
|
167
|
4
|
1
|
171
|
293
|
147
|
43
|
22
|
171
|
169
|
5
|
1
|
171
|
295
|
148
|
45
|
23
|
171
|
171
|
6
|
1
|
171
|
297
|
149
|
47
|
24
|
171
|
173
|
7
|
1
|
171
|
299
|
150
|
49
|
25
|
171
|
175
|
8
|
1
|
171
|
301
|
151
|
51
|
26
|
171
|
177
|
9
|
1
|
171
|
303
|
152
|
53
|
27
|
171
|
179
|
10
|
1
|
171
|
305
|
153
|
55
|
28
|
171
|
181
|
11
|
1
|
171
|
307
|
154
|
57
|
29
|
171
|
183
|
Keterangan :
Q :
Unit yang diproduksi
dQ : Tambahan jumlah yang diproduksi
BP : Harga
jual unit yang diproduksi
TC : Biaya
total produksi
dTC :
Tambahan biaya bagi unit terakhir
BC :
Pengeluaran untuk memperoleh berkah
dBC : Tambahan pengeluaran untuk memperoleh berkah
Jika kita lihat baris kedua sampai keempat pada kolom-kolom tersebut, maka
dapati bahwa pendapatan yang diperoleh produsen dari memproduksi unit yang terakhir melebihi biaya produksi dan
pengeluaran untuk memperoleh berkah dalam memproduksi unit tersebut. Dalam
kondisi seperti ini maka produsen mempunyai dorongan untk menambah jumlah
produksi.
Pada jumlah unit produksi sebesar 5, nilai tambahan pendapatan dari hasil
produksi unit terakhir tepat sama dengan jumlah biaya produksi dan pengeluaran
untuk memperoleh berkah dalam memproduksi unit Tersebut. Hal ini berarti bahwa
nilai tambahan pendapatan dari hasil produksi unit terakhir hanya mampu menutup
biaya produksi dan pengeluaran untuk memperoleh berkah. Dalam kondisi seperti
posisi produksi tidak akan memproduksi barang melebihi jumlah ini, dan ini
berarti ini maslahah maksimum bagi produsen. Karena produksi ynag melebihi 5
unit, akan menyebabkan kerugian bagi produsen. Berikut tabel 6.2, dimana
maksimisasi maslahah produsen pada harga 181 :
Tabel 6.2
Maksimisasi Maslahah Produsen, Harga 181
Q
|
dQ
|
BP
|
TC
|
dTC
|
BC
|
dBC
|
BP dQ
|
dTC+ dBC
|
1
|
1
|
181
|
140
|
-
|
18
|
-
|
181
|
-
|
2
|
1
|
181
|
145
|
145
|
20
|
20
|
181
|
165
|
3
|
1
|
181
|
291
|
146
|
41
|
21
|
181
|
167
|
4
|
1
|
181
|
293
|
147
|
43
|
22
|
181
|
169
|
5
|
1
|
181
|
295
|
148
|
45
|
23
|
181
|
171
|
6
|
1
|
181
|
297
|
149
|
47
|
24
|
181
|
173
|
7
|
1
|
181
|
299
|
150
|
49
|
25
|
181
|
175
|
8
|
1
|
181
|
301
|
151
|
51
|
26
|
181
|
177
|
9
|
1
|
181
|
303
|
152
|
53
|
27
|
181
|
179
|
10
|
1
|
181
|
305
|
153
|
55
|
28
|
181
|
181
|
11
|
1
|
181
|
307
|
154
|
57
|
29
|
181
|
183
|
Dengan
mengguanakan cara yang sama yang digunakan untuk memahami tabel 6.1, maka kita
bisa menemukan bahwa produsen akan memproduksi sebanyak seuluh unit agar maslahah
yang diperolehnya maksimum. Pada jumlah output ini, nilai unit terakhir yang
diproduksi sama dengan tambahan biaya total dan tambahan biaya berkah yang
dikeluarkan, yaitu 181 rupiah. Di atas jumlah output 10 unit tambahan biaya
total dan tambahan biaya berkah lebih besar daripada nilai unit terakhir
sehingga merugikan produsen.
Dari
ilustrasi diatas tampak bahwa titik optimum produksi akan naik sejalan dengan
kenaikan tingkat harga produk, demikian pula sebaliknya. Implikasinya, semakin
tinggi harga produk, maka akan semakin banyak output yang harus dihasilkan oleh
produsen agar titik optimum produksi tercapai. Sebaliknya, semakin rendah harga
produk, akan semakin sedikit jumlah output yang ditawarkan oleh produsen. Pola
hubungan antara jumlah output yang ditawarkan produsen dengan tingkat harga
produk ini akan membentuk kurva penawaran.[6]
Jadi,
dalam hukum penawaran “apabila harga naik, maka jumlah barang yang akan
diproduksi dan ditawarkan ke pasar akan naik”, tetapi jumlah permintaan akan
turun. itu merupakan konsep berdasarkan harga. Tetapi apabila berdasarkan
konsep berkah, maka “ apabila harga naik, maka jumlah barang yang akan
diproduksi dan ditawarkan akan naik dan permintaan pun juga akan naik”, karena
konsumen akan tetap membeli atau mencari barang-barang yang mengandung unsur
berkah meskipun dengan harga yang lebih tinggi atau mahal. Dan juga konsumen
akan lebih memilih barang yang bisa memberikan maslahah dalam jangka waktu yang
panjang dalam kehidupannya.
7.
Pendapatan Nasional
dalam Perspektif Ekonomi Islam
Pendekatan ekonomi konvensional menyatakan “Pendapatan
Nasional riil dapat dijadikan sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi
(measure of economic welfare) pada suatu negara”. Saat pendapatan
Nasional naik, maka diasumsikan bahwa
rakyat secara materi bertambah baik posisinya atau sebaliknya, tentunya setelah
dibagi dengan jumlah penduduk (GNP per kapita). Akan tetapi, bagi sejumlah
ekonom (ekonom muslim) konsep tersebut ditolak.
Mereka mengatakan bahwa “Pendapatan Nasional per
kapita merupakan ukuran kesejahteraan yang tidak sempurna”. Karena mereka melihat bahwa masih
banyak pendapatan-pendapatan rakyat kecil yang belum masuk kedalam perhitungan
pendapatan nasional, dan hanya memandang kepada pendapatan rakyat kota. Selain
itu juga karena mereka melihat dari segi nilai output turun sebagai akibat
orang-orang mengurangi jam kerja atau menambah waktu istirahatnya, maka hal itu
bukan menggambarkan keadaan orang itu menjadi lebih buruk. Seharusnya ukuran
kesejahteraan ekonomi dalam konsep Pendapatan Nasional riil harus mampu
menggambarkan kesejahteraan pada suatu negara secara riil.
Konsep Pendapatan Nasional riil dalam ekonomi
konvensional tidak mampu menjawab hal tersebut.Pendapatan Nasional juga tidak
mampu mendeteksi kegiatan produksi yang tidak ditransaksikan di pasar.Itu
artinya kegiatan produktif keluarga yang langsung dikonsumsi dan tidak memasuki
pasar tidak tercatat di dalam Pendapatan Nasional.Di samping itu, seharusnya
konsep pendapatan nasional harus lebih memberi tekanan/ bobot terhadap produksi
bahan kebutuhan pokok. Selama ini konsep pendapatan nasional memberi nilai yang sama antara bahan
kebutuhan pokok dengan komoditas tersier lain jika nilai nominalnya sama.
Pendapatan Nasional dalam Perspektif Ekonomi Islam
terdapat beberapa perbedaan dalam Aktifitas ekonomi dengan ekonomi
konvensional, salah satunya adalah dalam sistem ekonomi islam menggunakan
parameter falah, yaitu kesejateraan dunia dan akhirat, Sejahtera dunia
diartikan sebaga segala yang memberikan kenikmatan hidup inderawi, baik fisik,
intelektual, biologis maupun material. Sedangkan kesejahteraan akhirat
diartikan sebagai kenikmatan yang yang diperoleh setelah kematian manusia.
Prilaku manusia di dunia diyakini akan berpengaruh terhadap kesejahteraan di
akhirat yang abadi.
Dalam konteks dunia, falah merupakan konsep yang
multidimensi.Ia memiliki implikasi pada aspek mikro maupun makro atau dalam
sektor riil dan moneter. Dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional yang
hanya memperhitungkan kesejahteraan dunia semata. Maka dari itu, selain
memasukkan unsur falah, perhitungan pendapatan nasional berdasarkan islam juga
harus mampu mengenali bagaimana interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan
sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat[7].
Ada skema akonomi dalam perspektif ekonomi islam
dalam sektor riil dan moneter. Pada gambar skema tersebut sektor rumah tangga memperoleh pendapatan
dari sektor perusahaan berupa upah (Ijarah) dan bagi hasil, memperoleh upaha
dari hasil tenaga kerja dan memperoleh bagi hasil dari investasi. Investasi
dapat berupa akad Mudharabah atau musyarokah dengan pihak perusahaan. Adapun
pengeluaran sektor rumah yang tidak dapat dipungkiri lagi adalah konsumsi,
dimana Konsumsi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pendapatan
nasional dan pengeluaran yang lainnya seperti pajak, zakat, infaq dan sadhokah
yang dimana di ddalam ekonomi konvensional sama sekeli tidak dimasukkan sebagai
faktor yang mempengaruhi pendapatan.
Adapun sektor perusahaan memperoleh pendapatan dari
hasil penjualan barang-barang yang telah diproduksi yamg merupakan pengeluaran
dari sektor rumah tangga untuk konsumsi menjadi pendapatan pada sektor
perusahaan, pendapatan yang lainya berupa bagi hasil dengan pihak investor dan
pendapatan dari hasil ekspor impor barang dan jasa.Ada pun pengeluaranya adalah
untuk membeli faktor-faktor produksi dari sektor rumah tangga, dan membayar
zakat, infak, shadokah dan pajak.
Untuk lebih jelasnya pendapatan nasional mempunyai
beberpa pendekatan sebagai berikut:
a. Pendapatan nasional harus mampu mengukur produksi
di sektor pedesaan dan sektor riil. Tingkat produksi komoditas dalam subsistem
pedesaan dan sektor riil begitu penting karena menyangkut hajat hidup orang
banyak dan mengentaskan kemiskinan oleh pemerintah.Data tersebut dapat menjadi
landasan kebijakan pemerintah dalam mengambil keputusan yang menyangkut ekonomi
riil dan ekonomi masyarakat pedesaan.
b. Pendapatan nasional harus dapat mengukur
kesejahteraan ekonomi islami. Pendapatan per kapita yang yang ada selama ini
tidak menyediakan data yang cukup untuk mengukur kesejahteraan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu sungguh menarik tentang apa yang telah dinyatakan
dalam konsep measures for economic welfare oleh akademisi barat yang menyatakan
bahwa kesejahteraan rumah tangga yang merupakan ujung dari seleruh kegiatan
ekonomi yang sebenarnya bergantung pada tingkat konsumsinya. Karena
sesungguhnya konsep ini memberikan petunjuk-petunujuk berharga untuk
memperkirakan level kebutuhan hidup minimum secara islami
c. Pendapatan nasional sebagai ukuran dari
kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan
sedekah. Di negara muslim, jumlah dan kisaran dari kegiatan dan transaksi yang
didasarkan pada keinginan untuk melakukan amal kebajikan memiliki peranan
penting. Tidak hanya karena luasnya kisaran dari kegiatan ekonomi tetapi juga
memberikan dampak positif bahkan produktif dalam masyarakat melalui zakat,
infak dan shadaqah.
B. INVESTASI
1. Investasi Secara Umum
Kata investasi merupakan adopsi dari bahas inggris yaitu
investmen.sedangkan dalam bahas arab berasal dari kata Ististmar yng artinya
menjadikan berbuah (berkembng) dan bertambah jumlahnya. Investasi merupakan
salah satu ajaran yang dianjurkan dalam
konsep islam bagi muslim, yang memenuhi proses Tadrij dan trichotomy pengetahuan.
Konsep investasi sebagai pengetahuan, juga bernuansa spiritual karena
menggunakan konsep syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu dan
amal.
Menurut Antonio, Investasi merupakan bagian penting dalam perekonomian,
yang mengandung resiko karena harus berhadapan dengan unsure ketidakpastian.
Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.[8]
Dalam AL quran surat Lukman ayat 34:
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ
وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ
مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal”.
Ayat di atas menegaskan bahwa tak ada seorangpun yang mengetahui apa
yang akan terjadi dihari esok. Maka islam memerintahkan manusia untuk
berinvestasisebagai bekal dunia akhirat.
Berdasarkan teori ekonomi investasi berarti, pembelian dari capital atau
modal barang-barang yang dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan
dating. Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, diliat
dengan kaitannyaI= (Y,i).
Tambahan pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana
tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi
sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. investasi
menurut definisi adalah menanamkan atau menempatkan asset, baik berupa harta
maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau
akan meningkat nilainya dimasa mendatang.
Prinsip investasi adalah kita sisihkan uang sekarang, kita taruh untuk
menghasilkan sesuatu dimasa depan, yang diharapkan lebih bebas dari pada
sekarang. Kesimpulannya bahwa investasi secara umum adalah kegiatan
mengalokasikan dana (finance),untuk mendapatkan nilai lebih atau
keuntungan dimasa depan (yang akan datang).
Dasar dalam pengambilan keputusan berinvestasi adalah return, risk, the
time factor.Pihak yang melakakukan investasi disebut investor.Manfaat
dilaksanakannya investasi adalah:
a. Menambahkan pendapatan nasional
b. Meningkatkan stabilitas penerimaan, melalui
diversifikasi ekspor, memproduksi barang-barang substitusi dan lain-lain.
c. Menambah lapangan kerja.
d. Memanfaatkan bahan baku lokal.
Tujuan investasi yang baik menurut Al-quran hendaknya diniatkan untuk Ibtighai
mardhatillah (menuntut keridhaanAllah) atau untuk mencari ridha Allah.Investasi
merupakan sarana atau jembatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
fitrawinya (ingin menikmati kekayaan dalam waktu dan bidang seluas mungkin bagi
dirinya dan keturunannya).
Seorang muslim
boleh memilih tiga alternatif atas dananya (kekayaan) yaitu dipegang dalam
bentuk uang kas, ditabung, atau diinvestasikan.Dalam Al-quran juga
memerintahkanmuslim untuk mempersiapkan hari esok secara lebih baik dan
memperhatikan kesejahteraan yang baik dan tiak meninggalkan kesusahan secara
ekonomi dengan cara berinvestasi.
Aktifitas
investasi harus berdasarkan pada motivasi social yaitu membantu sebagian
masyarakat yang tidak memiliki modal namun mempunyai keahlian (skill) dalam
usaha yang sesuai dengan etika dan prinsip syariat islam. Hal ini karena islam
melarang aktifitas perjudian, riba, penipuan, serta investasi disektor-sektor
maksiat yang justru akan menghambat produktifitas manusia.
Prinsip-prinsip
Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah
(pihak terkait) adalah :
a.
Tidak mencari rizki
pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta
tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
b.
Tidak mendzalimi dan
tidak didzalimi.
c.
Keadilan
pendistribusian kemakmuran.
d.
Transaksi dilakukan
atas dasar ridha sama ridha.
e.
Tidak ada unsur riba,
maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Dalil-dalil yang
berkenaan dengan investasi menurut perspektif islam.
a.
Surat An-nisa’: 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيمًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
b.
Ayat Al-Baqarah: 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْل الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ
فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ
فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
c.
Surat Al-Muzammil: 20
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَىٰ
مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ
ۚ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ
فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ۚ عَلِمَ أَنْ
سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَىٰ ۙ وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ
مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ فَاقْرَءُوا
مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ۚ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا
اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ
تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا ۚ وَاسْتَغْفِرُوا
اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui
bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau
seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa
yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu
orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan
Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman
yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
d.
Surat Shaad: 24
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَىٰ
نِعَاجِهِ ۖ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ
بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ ۗ
وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا
وَأَنَابَ ۩
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya dia
telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan
kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah
mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta
ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
e.
Surat Al-Hasyr: 7
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ
الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ
الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.
2. Instrument investasi publik zakat, infaq, shodaqoh,
dan wakaf.
a. Zakat sebagai instrumen investasi publik
Investasi merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
dimasa yang akan dating. Mengetahui kebutuhan dimasa yang akan dating menjadi
kata kunci sebelum melakukan investasi. Kemampuan untuk melakukan investasi dan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang akan dating akan sangat tergantung
dengan seberapa besar kemampuan menyisihkan tabungan. Berkenaan dengan ini,
zakat merupakan salah satu instrument investasi yang berlandaskan social
investmen cost terhadap kelebihan harta benda yang sudah mencapai nishab.
Aplikasi zakat dikenakan pada ssemua bentuk asset-aset yang tidak
termanfaatkan(uang tunai, perhiasan, pinjaman, deposito bank dan
lain-lain).Yang telah memenuhi nisab kebutuhan hidup. Dalam ekonomi islam, dana
atau tabungan yang tidak diinvestasikan pada sector riil akan dikenakan zakat.
Dana atau tabungan senantiasa akan diputar oleh pihak perbankan atau lembaga
keuangan lainnya, karena apabila tidak diinvestasikan ke sector riil maka akan
mengurangi nilai dari dana atau tabungan tersebut, sehingga sector riil akan
terus bergerak. Kemudian tingkat produktivitas atau investasi dalam
perekonomian secara otomatis akan meningkat.
Investasi dalam perekonomian islam ditentukan dalam 2 faktor, yaitu
tingkat harapan akan tingkat keuntungan yang meningkat dan tingkat atau besaran
iuran pada asset-aset yang tidak termanfaatkan meningkat. Karena tingkat
harapan keuntungan bukan mrupakan variable yang dapat dikendalikan, salah
satunya instrument yang tersedia untuk mendorong investasi adalah tingkat iuran
pada asset-aset yang tidak termanfaatkan.Hal ini merupakan alternative dalam
perekonomian konvensional.
Melihat demikian, zakat merupakan instrument yang berfungsi untuk
mendorong masyarakat/ investor untuk melakukan investasi.Hal ini sejalan dengan
teori ekonomi konvensional dimana investasi merupakan variable yang sangat di
butuhkan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi suatu Negara selain
variable konsumsi, belanja pemerintah, dan ekspor. Jadi, zakat bukan hanya
sebagai kegiatan amal ibadah semata tetapi juga sebagai salah satu instrument
kebijakan fiscal dalam ekonomi islam.
Di samping itu, zakat memainkan peran yang sangat penting dalam
mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan melalui dua jalur, yaitu pemenuhan
kebutuhan dasar mustahiq terlebih dahulu dan kemudian meningkatkan distribusi
pendapatan sehingga mustahiq meningkat pendapatannya. Dari hasil penelitian
empiris ditemukan bahwa marginal propensity to consume(MPC) kelompok orang
berpenghasilan rendah. Jika pemerintah melakukan langkah-langkah peningkatan
kesejahteraan melalui mekanisme transfer zakat, maka kaum mustahiq yang di atas
akan meningkatkan pendapatannya.
Adanya peningkatan pendapatan ini akan menggeser pola konsumsi mustahiq
tersebut. Misalnya, sebelum ada zakat, konsumsi mustahhik sebgian besar untuk
makanan. Kemudian etelah ada zakat, karena kebutuhan akan pangan dasar telah
terpenuhi, maka mustahik tersebut akan lebih memilih untuk menabung dan
berinvestasi. Karena itu akan terjadi penurunan MPC atau dengan kata lain
Marjinal Propencity to Save (MPS) para mustahik tersebut meningkat. Ketika MPS
meningkat, maka tingkat investasi masyarakat juga meningkat.Sehingga dalam
jangka panjang tingkat pendapatan nasional (y) akan meningkat secara
keseluruhan
Secara mikro ekonomi, zakat itu sendiri tidak mempunyai pengaruh
terhadap penawaran agregat karena zakat diterapkan dalam bentuk quasi rent,
bukan seperti value added tax (pajak pertambahan nilai). Dengan memaksimumkan
zakat, maka akan terjadi maksimum quasi rent dan maksimum keuntungan. Zakat itu
sendiri merupakan bagian kecil dari profit (keuntungan).
Quasi
rent adalah merupakan perbedaan antara penerimaan total dan variable total.
Pada persaingan murni atau sempurna, dalam jangka panjang quasi rent ini akan
hilang karena semua biaya merupakan biaya variable dan penerimaan total
perusahaan sama dengan biaya total.
Sementara, Value added tax akan menciptakan maximizing behaviour
terhadap produsen yang berbeda dari kondisi jika tidak dikenal berbeda (lebih
kecil dari profit Funcion jika tidak dikenal pajak) dan profit yang lebih kecil
pula (lebih kecil dari provit jika tidak dikenai pajak). Pada level ekonomi,
hal tersebut akan mengakibatkan turunnya penawaran agregat.
Dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan dalam islam
mengaktifkan sisten ekonomi islam melalu instrument zakat, dengan pengelolaan
manajemen professional merupakan alternative terbaik dan solutiv. Karena
instrument ini langsung produk dari Allah SWT yang tertulis dalam wahyunya.
Dengan demikian, bila pendistribusian zakat efektif, apalagi ditanbah dengan
infaq dan shodaqah, maka akan hebatlah system ekonomi islam khususnya model
pengalihan distribusi pembayaran.
Penggunaan zakat harus dapat dioptimalkan kepada yang lebih
memmbutuhkan, maka tahapan yang dilakukan dalam peningkatan kesejahteraaan dan
semangat berusaha setidkanya meliputi :
1) Insentif ekonomi dalam rangka pemenuhan basic needs.
Dalam taapan awal zakat didistibusikan oleh BAZ/LAZ kepada masyarakat fakir dan
miskin guna pemenuhan basic needs, seperti kebutuhan pangan, dan kebutuhan akan
kesehatan. Pada tahap ini dana murni berasal dari zakat.
2) Pelatihan kewirausahaan. Setelah pemenuhan diatas
terpenuhi, setidaknya si fakir dan si miskin tidak hawatir akan kebutuhan
setiap harinya. Tentu bagi mustahik yang mampu, diperlukan adanya pelatihan
akan kewirausahaan. Pada tahap ini dana berasal dari infaq dan shodaqh. BAZ/LAZ
menfasilitasi kegiatan pendidikan dan pelatihan melalui kerjasama dengan
instansi pendidikan atau LSM.
3)
Pola pembiayaan
BAZ/LAZ dan lembaga keuangan mikro syari’ah terhadap pemberdayaan masyarakat faqir
dan miskin adalah menfasilitasi pembiayaan qard dan mudharabah.
4)
Pola kemitraan yang
bertujuan untuk menunjang pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan
kesejahteraan dan semangat berusaha setelah proses edukasi (pelatihan
kewirausahaan) dan pembiayaan dalam rangka menjalankan usaha.
5)
Tahap kemandirian
usaha fakir dan miskin (pelaku usaha) yaitu tahap motivasi dan belajar,
pertumbuhan, pengembangan dan kemandirian.
Urgensi zakat sebagai instrument investasi berbasis social terletak pada
pendistribusian zakat dengan pengelolaan modern. Artinya, zakat yang selama ini
dipahami hanya dari sudut pandang religiositas, perlu ditimbang pula dari sisi soisial dan ekonomi,
terutama dari sudut pandang investasi.
Sebagai salah satu instrument investasi, zakat menjadi alternative
pengembangan dibidang ekonomi, terutama pada aspek fungsinya, yaitu:
1) Redistribusi pendapatan dan kekayaan
2) Stabilisator perekonomian
3) Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Disamping itu pula, amil zakat dapat meninvestasikannya pada sector riil
yang produktif.Bila para mustahiq mempunyai menejerial skiil yang baik, maka
distribusi zakat dengan pengelolaan zakat produksi dengan akad qardhu
al-hasan.Sementara amil menjadi supervisor produksi dan menejemennya. Adapun
muzakki, semakin mantap dan percaya bahwa harta yang dikeluarkannya dapat
dimanfaatkan dengan baik, sehingga tingkat kepercayaan akan terbangun terhadap
amylin professional, dan motivasi dan kesadaran untuk berzakat semakin
bertambah.
Dengan demikina zakat sebagai instrument investasi berbasis public dapt
menjadi solusi bagi pemberdayaan masyarakat dan alternative dalam pengentasan
kemiskinan, serta pilihan dalam kebijakan fiscal dan moneter islami yang
adil.Sehingga, aspek religiusitas berupa semangat dan motivasi untuk mengeluarkan
zakat bagi para muzakki manjadi nilai tambah keimanan mereka, dan menjadi kaum
dermawan yang mampu memberikan keadilan sosila berupa pendistribusian kekayaan
bagi masyarakat (mustahiq).
b. Infaq dan shodaqoh (sunnah) sebagai instrument
investasi publik
Dana zakat, infaq dan shodaqoh apabila mampu dikelola dengan baik oleh
suatu lembaga professional ataupun sejenisnya. Disamping harus didistribusikan
sesuai dengan surat at-taubah ayat 60, juga dimanage (dikelola) dengan
orientasi pada pengembangan kesejahteraan umat produktif maupun
konsumtif..karena itu, pengelolaan pendistribusian semacam ini secara social
ekonomis, dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
1) Dana sosial kemasyarakatan, untuk kebutuhan pokok
minimal masyarakat fakir.
2) Dana pembangunan ekonomi untuk pengembangan ekonomi
masyarakat miskin, memperluas lapangan kerja dan pendapatan masyarakat.
3) Dana prestasi kerja berupa gaji bagi amil.
4) Dana pembinaan dan pengembangan dakwah untuk muallaf.
5) Dana pembebasan utang masyarakat fakir miskin ataupun
lainnya.
6) Dana perjuangan membebaskan perbudakan.
7) Dana perjuangan menegakkan jalan Allah SWT., jalan
kebenaran pendidikan pembangunan ilmu dan kemaslahatan umum lainnya.
8) Dana mengatasi permasalahn masyarakat lainnya.
Karenanya, bila pemanfaatan infaq sedekah dapat dioptimalkan
dimasyarakat tentu akan berdampak positif bagi pengembangan perekonomian umat
itu sendiri. Disisi lain, meskipun infaq sedekah merupakn suatu anjuran
perspektif agama, namun multiplier efecnya mampu mendorong investasi social, disamping
membentuk kesalihan pribadi juga menyangkut kesalihan social. Kesejahteraan
akan terbangun dengan adanya kesadaran bagi komponen masyarakat, baik yang kaya
maupun yang biasa.
Selain infaq sedekah dari segi sosio ekonomi dapat memperdayakan potensi
masyarakat menuju masyarakat produksi produktif, mampu membangun mentalitas dan
solidaritas masyarakat inovatif yang
kreatif, karena etos kerja dibangun bersamaan dengan jiwa kedermawanan, antara
si kaya dan si miskin tidak ada bedanya, karena yang dilihat dari sisi
ketakwaan oleh Allah. Inilah pesan moral agama yang diajarkan oleh surat
al-baqarah berkaitan dengan pendistribusian pendapatan (kekayaan).
Dengan infaq sedekah, berarti kata kuncinya adalah keikhlasan seseorang
ataupun masyarakat dan lembaga untuk menolong sesame, kepedulian social yang
dibangun oleh kesadarn pribadi akan sangat penting bila dibanrengi dengan
keikhlasan, bukan kerena kepentingan maupun tendensi pribadi atau golongan.
c. Wakaf sebagai instrument investasi public
Dana yang berasal dari hibah masyarakat, atau sedekah jariah, seperti
pemberian tanah dan bangunan harta wakaf untuk mengoptimalkan fungsinya
merupakan suatu kegiatan yang sudah lama berjalan. Tetapi apabila dana berasal
dari syuatu lembaga yang mengelola dana wakaf atau lembaga pembiayaan, maka hal
ini merupakan hal baru dan biasanya menyangkut berbagai persyaratan formal.
Agar dapat terus berjalan sesuai tujuan, maka perluu pelayanan prima dalam
rangka memelihara biaya –biaya yang telah dikeluarkan.
Apabila wakaf tunai dapat didistribusikan untuk investasi public yang
dapat secara signifikan menekan biaya social yang harus ditanggung
masyarakat.Sehingga wakaf tunai misalnya, memiliki kontribusi yang cukup besar
dalam meningkatkan kesejahteraan.Jadi, investasi public baik dari harta hibah
maupun wakaf tunai ini dapat mengimbangi investasi didunia usaha yang bertujuan
pada peningkatan kinerja ekonomi secara riil.
Secara
umum, bank dapat berperan sebagai penerima dan penyalur dana wakaf. Sedangkan
peran bank syariah sebagai pengelola dana wakaf tidak disebutkan secara
eksplisit. Wakaf dapat dikategorikan – dari segi jenis wakaf investasinya,
menjadi investasi wakaf produktif dan wakaf tunai yang berupa uang.
3.
Investasi
dengan pendekatan ekonomi konvensional
Invetasi
merupakan pengeluaran perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memprodukdi
barang-barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian.
Ada
tiga bentuk pengeluaran investasi:
1)
Investasi tetap
bisnis (business fixed invesment), yaitu pengeluaran investasi untuk pembelian
berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin, peralatan produksi lainnya
untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
2)
Investasi
residensial (residential invesment), yaitu pengeluaran untuk mendirikan rumah
tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik, dan lain-lain.
3)
Investasi
persediaan (inventory investment), yaitu pertambahan nilai stok barang-barang
yang belum terjual, bahan mentah, dan barang-barang yang masih dalam proses
produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.
4.
Fungsi
investasi dengan pendekatan ekonomi islam
Fungsi
investasi dengan pendekatan ekonomi islam tentu berbeda dengan fungsi investasi
dalam ekonomi konvensional. Perbedaannya karena fungsi investasi dalam ekonomi
konvensional di pengaruhi tingkat suku bunga, hal ini tentunya tidak berlaku di
sistem ekonomi islam.
Menurut
metwally (1995), investasi di negara-negara penganut ekonomi islam dipengaruhi
oleh 3 faktor, yaitu ada sanksi terhadap pemegang aset yang kurang atau tidak
produktif, dilarang melakukan berbagai bentuk spekulasi dan segala macam judi,
tingkat bunga untuk berbagai pinjaman sama dengan nol. Sehingga seorang muslim boleh memilih tiga
alternatif atas dananya, yaitu: memegang kekayaannya dalam bentuk uang,
memegang tabungan nya dalambentuk aset tanpa berproduksi seperti deposito, real
estate, permata atau menginvestasikan tebungan nya (seperti memiliki proyekn
yang menambah persediaan kapital nasional.
Menurut
metwally juga, fungsi investasi dalam ekonomi islam sebagai berikut:
I= f (r,Za,Znm),
dimana r diperoleh dari: r=(SI/SF)
Jadi
bisa dipadukan menjadi: I= f [(SI/SF),Za,Znm]
Keterangan: I = Permintaan akan investasi
r = Tingkat
keuntungan yang diharapkan
SI =
Bagian/pangsa keuntungan/kerugian investor
SF =
Bagian/pangsa
keuntungan/kerugian peminjam dana
Za =
Tingkat zakat atau aset yang tidak atau kurang produktif
Zn =
Tingkat zakat atas keuntungan investasi
m
= Pengeluaran
lain-lain.
Karena Za dan Zn
besarnya tetap, maka variable
yang berubah-ubah besarnya dapat
disederhanakan menjadi I = f (r,m).
Dari
persamaan diatas, dapat dinyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besar
kecilnya investasi, adalah: tingkat keuntungan yang diharapkan (r), pengeluaran
lain-lain (m) dan zakat atas
aset yang tidak atau kurang produktif (Za).
Khan
menyatakan bahwa permintaan investasi ditentukan oleh tingkat keuntungan yang
diharapkan (r). Sedangkan tingkat keuntungan yang diharapkan (r) tergantung
pada total profit
yang diharapkan dari kegiatan firm/usaha. Total profit merupakan gabungan dari share in profit yang diklaim oleh masing-masing pemilik
dana.
Contoh perhitungan investasi syariah adalah:
Diket: SI: 100
SE: 50
Za: 100
Zn: 75
m: 25
Dit: I/ Permintaan akan investasi?
Jawab: I= f [(SI/SF),Za,Znm]
I= f [(100/50)+100+75+25)
I= f (2+100+75+25)
I= 202
Jadi, permintaan
akan investasi adalah 202.
5.
Hubungan
antara tingkat keuntungan yang diharapkan dan investasi
Adanya
hubungan positif antara tingkat investasi dengan tingkat keuntungan yang diharapkan
maksudnya jika tin9gkat keuntungan yang diharapkan mengalami kenaikan, maka
akan meningkatkan tingkat investasi. Sebaliknya jika keuntunganyang diharapkan
mengalami penurunan, maka akan menyebabkan penurunan tingkat investasi.
C.
ANALISIS
Investasi dalam konfensional dan perspektif islam memiliki perbedaan.
Jika dalam konfensional memiliki perbandingan terbalik antara suku bunga dengan
investasi itu sendiri, karena ketika suku bunga naik, maka investor akan
berkurang. Dengan kata lain, orang-orang yang akan menginvestasikan uangnya
akan berkurang. Berbeda halnya dengan investasi dalam perspektif islam yang
memiliki perbandingan lurus antara tingkat suku bunga dengan investasi itu
sendiri, dimana ketika tingkat suku bunga naik, maka investor akan bertambah.
Karena investasi dalam islam menggunakan sistem bagi hasil yang merata.
Selain itu perhitungan dalam pendapatan nasional pada perekonomian
konfensional hanya menghitung pada pendapatan perusahan-perusahan besar, yang
menggunakan sistem bunga. Beda halnya dengan
perhitungan pendapatan nasional dalam perspetif islam yang menggunakan
sistem bagi hasil sehingga perhitungannya bisa memeratan kepada seluruh lapisan
masyarakat yang selanjutanya mampu menghindari ketimpangan pendapatan nasional.
Secara garis besar rumus pendapatan nasional yaitu Y=C+I+G (X-M). Dalam
menghitug I, antara konsep konfensional dan syariah berbeda. Rumus perbedaaanya
adalah:
I= I-di (bunga) Konfensional
I=f (r, ZA, Zπµ) Islam
Dalam rumus di atas, perhitungan investasi menurut islam sudah sangat
terperinci dengan menghitung segala bentuk kerugian dan zakat atas asset yang
produktif, kurang produktif dan yang tidak porduktif. Sehingga menurut penulis,
investasi syariah akan lebih bisa dipertanggungjawabkan daripada investasi konvensional
apabila terjadi ketimpangan di lapangan. Bahkan dalam investasi syariah akan
lebih minim mengalami ketimpangan tersebut, daripada konvensional yang
berprinsip bunga, sehingga pendapatan perkapita yang rendah akan sangat
tertutupi oleh yang berpendapatan perkapita tinggi.Ketimpangan dalam hal ini
menurut penulis adalah ketidaksesuaian antara hasil penghitungan pendapatan
nasional terhadap pendapatan perkapita di lapangan.
Apabila dalam investasi syariah tawaran bagi hasilnya mengalami peningkatan, maka investor akan
bertambah/meningkat untuk melakukan investasi syariah. Peningkatan investor
tersebut akan menyebabkan dana dari para investor juga semakin banyak, sehingga
perlu dikelola untuk kegiatan produktif. Kegiatan produktifitas ini bisa
dilakukan dengan mengadakan perserikatan usaha bersistem bagi hasil dengan para
pengusaha yang mempunyai skiil usaha dengan cara diberikan modal untuk
melakukan produksi.
Pada dasarnya,
tujuan dari produksi dalam Islam adalah untuk menciptakan maslahah.Dimana
maslahah tersebut terdiri dari 2 kelompok, yaitu manfaat dan berkah. Berkah
akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam
produksinya. Dan dengan prinsip berkah, masyarakat akan memberi apresiasi, dan
itu berupa peningkatan permintaan, sehingga akan meningkatkan keuntungan. Peningkatan permintaaan dalam suatu negara
bisa mempengaruhi peningakatan produksi, dan peningkatan produksi akan
berpengaruh terhadap pendapatan nasional suatu negara.
Contohnya saja,
jika permintaan dalam suatu perusahaan itu meningkat, maka perusahaan tersebut
akan menambah jumlah tenaga kerja, dan hal itu akan berdampak kepada
bertambahnya output yang dihasilkan. Dan berdampak juga pada berkurangnya
jumlah pengangguran, dan akan menambah pendapatan nasional suatu negara
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz,
Abdul, 2010, Manajemen Investasi Syari’ah, Bandung: Alfabeta.
Huda,
Nurul dkk, 2008, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup
Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, 2012, Ekonomi Islam,
Jakarta:Rajawali Pers
Suprayitno,
Eko, 2005, EKONOMI ISLAM Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yuliyana,
Indah, 2010, Investasi Produk Keuangan Syari’ah, Malang: UIN-MALIKI
PRESS
_________,
2012, EKONOMI ISLAM, JAKARTA: RAJAWALI PRESS.
http://belajarbareng-yuks.blogspot.com/2010/11/ekonomi-syariah-perbedaan-ekonomi-islam.html
Rahman, Abdur, 2010, Ekonomi Al-Ghazali,
Surabaya: PT Bina Ilmu.
http://setiawanslm.blogspot.com/2013/04/pengertian-pendapatan-nasional-dan_15.html
[1] Abdur
Rahman, Ekonomi Al-Ghazali, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2010) , 108
[2] Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta:Rajawali
Pers, 2012), 231
[3]Ibid, 262
[4] Ibid, 243
[5] Ibid, 243-246
[6] Ibid, 251
[7]http://setiawanslm.blogspot.com/2013/04/pengertian-pendapatan-nasional-dan_15.html
[8]Antonio, Riba dalam perspektif
agama dan sejarah (Terakhir), dikutip Indah Yuliana, Investasi produk
keuanagn syariah (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar