KERANGKA
DASAR LAPORAN KEUANGAN SYARIAH, AKAD MUDHARABAH,
dan AKAD MUSYARAKAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Akuntansi Keuangan”
Dosen: M. Djazuli, S.E., M.Si
OLEH:
Ulfatun Nazilah
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH 3A
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AKADEMIK 2013-2014
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
Penulisan
BAB II KERANGKA DASAR LAPORAN KEUANGAN SYARIAH
BAB III AKAD MUDHARABAH
BAB IV AKAD MUSYARAKAH
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagai mahasiswa Ekonomi
Syariah, sangat tidak wajar apabila tidak tahu tentang akuntansi keuangan
syariah. Sarjana yang sangat mumpuni ilmu ekonominya, khususnya tentang
akuntansi keuangan sangat diperlukan dalam perkembangan ekonomi kedepannya.
Maka dari itu, butuh materi-materi tentang akuntansi keuangan khususnya
kerangka dasar laporan keuangan untuk bisa menghitung keuangan sebuah
perusahaan. Makalah ini akan mencoba mengulas sedikit tentang Kerangka Dasar Laporan Keuangan, Akad
Mudharabah, dan Akad Musyarakah,
sebagai bekal dalam menekuni ilmu ekonomi syariah dan menjadi out put yang
benar-benar tahu penerapan ekonomi syariah.
Proses akuntansi, yang dimulai
dari identifikasi kejadian dan transaksi hingga penyajian dalam laporan
keuangan, membutuhkan sebuah kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan. Kerangka
dasar atau kerangka konseptual akuntansi adalah suatu sistem yang melekat
dengan tujuan-tujuan serta sifat dasar yang mengarah pada standar yang
konsisten dan terdiri atas sifat, fungsi dan batasan dari akuntansi keuangan
dan laporan keuangan. Kerangka konseptual diperlukan agar dihasilkan standard
an aturan yang koheren yang disusun atas dasar yang sama sehingga menambah
pengertian dan kepercayaan para pengguna laporan keuangan, serta dapat
dibandingkan di antara perusahaan yang berbeda atau periode yang berbeda.
Telah banyak peneliti di bidang akuntansi, baik muslim
maupun non muslim yang menelaah teori maupun penelitian tentang tujuan maupun
kerangka dasar atas laporan keuangan syariah. Misalnya, AAOIFI (Accounting And
Auditing Organization For Islamic Financial Institution), sebagai organisasi
yang mengembangkanakuntansi dan auditingbagi lembaga keuangan syariah di
tingkat dunia, telah mengeluarkan pernyataan akuntansi No. 1 dan No. 2 tentang
tujuan akuntansi keuangan untuk bank dan lembaga keuangan syariah. Sementara
itu, Dewan Standar Akuntansi Indonesia (DSAK) menyusun psak syariah tentang
kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah.
Untuk itu, dalam makalah ini kami membagi menjadi 2
bagian, Bagian pertama menjelaskan tentang kerangka dasar dan laporan keuangan
sesuai dengan PSAK kemudian dilanjutkan dengan bagian kedua, tentang kerangka
dasar dan laporan keuangan menurut AAOIFI dan para pemikir akuntansi Islam.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang
diatas, rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah kerangka dasar laporan keuangan syariah?
2. Bagaimanakah akad mudharabah?
3. Bagaimanakah akad musyarakah?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui kerangka dasar laporan keuangan
syariah
2. Untuk mengetahui akad mudharabah
3. Untuk mengetahui akad musyarakah
BAB II KERANGKA DASAR LAPORAN KEUANGAN
A. Kerangka konseptual
akuntansi
Suatu sistem yang
melekat dengan tujuan-tujuan serta sifat dasar yang mengarah pada standar yang konsisten
dan terdiri dari sifat, fungsi dan batasan dari akuntansi keuangan dan laporan
keuangan.
B. Tujuan kerangka dasar
syari’ah
Tujuan
dari kerangka dasar syariah adalah:
1. Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang
mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya.
Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh
entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik maupun sektor
suasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi:
2. Penyusun standar akuntansi keuangan syariah,
dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Penyusunan laporan keuangan, untuk
menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar
akuntansi keuangan syariah.
4. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai
apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntassi syariah yang
berlaku umum.
5. Para pemakai laporan keuangan, dalam
menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai
dengan standar akuntansi keuangan syariah.
Ø
Pemakai dan Kebutuhan Informasi laporan keuangan meliputi:
1. Investor sekarang dan investor potensial; hal
ini karena mereka harus mutuskan apakah akan membeli, nenahan atau menjual
investasi atau penerimaan deviden.
2. Pemilik dana qardh; untuk mengetahui apakah
dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
3. Pemilik dana syariah temporer; untuk
pengambilan keputusan pada investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang
bersaing dan aman.
4. Pemilik dana titipan; untuk memastikan bahwa
titipan dana dapat diambil setiap saat.
5. Pembayar dan penerima zakat, infak, dan
wakaf; untuk informasi tentang sumber dan penyaluran dana tersebut.
6. Pengawas syariah; untuk menilai kepatuhan
pengelolaan lembaga syariah terhadap prinsip syariah.
7. Karyawan; untuk memperoleh informasi tentang
stabilitas dan protabilitas esensial syariah.
8. Pemasok dan mitra usaha lainnya; untuk
memperoleh informasi tentang kemampuan esensial membayar utang pada saat jatuh
tempo.
9. Pelangan; untuk memperoleh informasi tentang
kelangsungan hidup entitas syariah.
10. Pemerintah serta lembaga-lembaganya; untuk
memperoleh informasi tentang aktivitas entitas syariah, perpajakan serta
kepentingan nasional lainnya.
11. Masyarakat; untuk memperoleh informasi
tentang kontribusi entitas terhadapmasyarakat dan negara.
Ø
Paradigma transaksi syari’ah
Alam semesta diciptakan
oleh Tuhan sebagai amanah
(kepercayaan ilahi) dan sarana
kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai
kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah). Substansinya:
1. aktivitas umat manusia
memiliki akuntabilitas dan nilai
illahiah yang menempatkan perangkat syari’ah dan akhlak sebagai
parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha.
2. terbentuk integritas yang membentuk karakter
tata kelola yang baik dan disiplin pasar yang baik.
Ø
Azas transaksi syari’ah
1.
persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan
dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di
atas kerugian orang lain. Prinsip ini didasarkan atas:
a.
prinsip saling mengenal (ta’aruf)
b.
saling memahami (tafahum)
c.
saling menolong (ta’awun)
d.
saling menjamin (takaful)
e.
saling bersinergi
f.
saling beraliansi (tahaluf)
2.
keadilan (‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu
hanya pada yang berhak dan sesuai pada posisinya. Realisasi prinsip ini
adalah melarang adanya unsur:
a. riba/bunga dalam
segala bentuk dan jenis
b.
kezhaliman, baik terhadap kepada diri sendiri,
orang lain atau lingkungan
c.
judi atau bersikap spekulatif (maysir) dan tidak berhubungan
dengan produktivitas
d.
unsur ketidakjelasan (gharar), manipulasi dan
eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad
e.
haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al
Quran dan Assunnah, baik dalam barang/jasa ataupun aktivitas operasional
terkait.
3.
kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat
yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual
dan kolektif. Kemaslahatan harus memenuhi dua unsur yaitu: halal (patuh terhadap ketentuan
syari’ah) dan thayyib
(membawa kebaikan dan bermanfaat).
4.
keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek
material dan spiritual, antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan
dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan serta
pelestarian. Transaksi syari’ah tidak hanya memperhatikan kepentingan pemilik
semata tetapi memperhatikan kepentingan semua pihak sehingga dapat merasakan
manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut .
5.
universalisme (syumuliyah), dimana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan
untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan
golongan sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
C. Karakteristik
transaksi syari’ah
Diantara karakteristik transaksi syariah
adalah:
§
hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham
dan saling ridha;
§
prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang
objeknya halal dan baik (thayyib);
§
uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan
pengukur nilai, bukan sebagai komoditas;
§
tidak mengandung unsur riba;
§
tidak mengandung unsur kezhaliman;
§
tidak mengandung unsur maysir;
§
tidak mengandung unsur gharar;
§
tidak mengandung unsur haram;
§
tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time
value of money);
§
dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas
dan benar
§
tidak ada distorsi harga melalui rekayasa
permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ihtikar);dan
§
tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
D. Tujuan laporan
keuangan syari’ah
Tujuan adanya laporan keuangan syariah antara
lain:
1.
meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah
dalam semua transaksi & kegiatan usaha
2.
informasi kepatuhan entitas syari’ah terhadap
prinsip syariah, bila ada informasi aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban
yang tidak sesuai dengan prinsip syariah & bagaimana perolehan dan
penggunaannya
3.
informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan
tanggung jawab entitas syari’ah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak
4.
informasi mengenai tingkat keuntungan investasi
yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi
mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syari’ah.
E. Bentuk laporan keuangan
syari’ah
Bentuk-bentuk
laporan keuangan syariah diantaranya:
a)
Posisi Keuangan Entitas Syari’ah, disajikan sebagai
neraca
b)
Informasi Kinerja Entitas Syari’ah, disajikan dalam
laporan laba rugi
c)
Informasi Perubahan Posisi Keuangan Entitas
Syari’ah
d)
Informasi Lain; seperti Laporan Penjelasan tentang
Pemenuhan Fungsi Sosial Entitas Syari’ah
e)
Catatan dan Skedul Tambahan.
F. Asumsi dasar syariah
a.
Dasar Akrual
Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada
saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar)
dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan
pada periode yang bersangkutan.
b.
Kelangsungan Usaha
Entitas syari’ah akan
melanjutkan usahanya di masa depan (going concern) dan diasumsikan tidak
bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala
usahanya.
c.
Karakteristik
kualitatif
1. Dapat dipahami (understandable) yaitu kemudahan informasi untuk segera dapat dipahami
oleh pemakai.
2.
Relevan (relevance)
·
mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai;
·
membantu mengevaluasi peristiwa masa lalu,
masa kini atau masa depan;
·
menegaskan atau mengoreksi, hasil
evaluasi di masa lalu.
3.
Keandalan
(reliable), yaitu bebas
dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan
pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (representation
faithfulness)
4.
Dapat
dibandingkan (comparable). pembandingan
berupa pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa
lain yang serupa , antar periode entitas syari’ah yang sama, untuk entitas
syari’ah yang berbeda, maupun dengan entitas lain.
Ø Kendala relevan & keandalan
a. Tepat waktu
Jika
terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang
dihasilkan akan kehilangan relevansinya.
b. Keseimbangan antara biaya dan manfaat
Manfaat
yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya penyusunannya.
G. Unsur laporan keuangan syariah
Unsur-unsur
laporan keuangan syariah antara lain:
·
komponen laporan
keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial
yang terdiri dari laporan posisi keuangan,
laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan ekuitas.
·
komponen laporan
keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat
serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
·
komponen laporan
keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas
syari’ah tersebut.
H. Posisi keuangan syariah
1. Aktiva
adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syari’ah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh entitas syari’ah.
2. Kewajiban
merupakan hutang entitas syari’ah masa kini yang timbul dari peristiwa masa
lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
entitas syari’ah yang mengandung manfaat ekonomi.
3. Dana
syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka
waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syari’ah
mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan
pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
4.
Ekuitas adalah hak residual atas aktiva entitas syari’ah setelah dikurangi
semua kewajiban dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan
menjadi setoran modal pemegang saham, saldo laba, penyisihan saldo laba dan
penyisihan penyesuaian pemeliharaan modal.
I.
Kinerja syariah
1. Penghasilan (income)
adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan
(income) meliputi pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gain).
2. Beban (expenses)
adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk
arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal, termasuk didalamnya beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syari’ah
maupun kerugian yang timbul.
J.
Hak pihak ketiga atas bagi
hasil
Hak pihak ketiga atas
bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana
atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syari’ah dalam
suatu periode laporan keuangan.
K. Dasar pengukuran syari’ah
a. Biaya historis (historical
cost)
§ Aktiva dicatat
sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar
dari imbalan (consideration)
§ Kewajiban dicatat
sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation).
b. Biaya kini (current cost)
§ Aktiva dinilai
dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aktiva yang
sama atau setara aktiva diperoleh sekarang
§ Kewajiban
dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted)
yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation)
sekarang.
c. Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement
value)
§ Aktiva dinyatakan
dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual
aktiva dalam pelepasan normal (orderly disposal)
§ Kewajiban
dinyatakan sebesar nilai penyelesaian yang tidak didiskontokan yang diharapkan
akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal
L. Tujuan Akuntansi Keuangan-AAOFI
·
Dapat digunakan sebagai
panduan bagi dewan standar untuk menghasilkan standar yang konsisten.
·
Tujuan akan membantu
bank dan lembaga keuangan syari’ah untuk memilih berbagai alternatif metode
akuntansi pada saat standar akuntansi belum mengatur.
·
Tujuan akan membantu untuk memandu manajemen dalam
membuat pertimbangan/ judgement
pada saat akan menyusun laporan keuangan.
·
Tujuan jika diungkapkan
dengan baik, akan meningkatkan kepercayaan pengguna serta meningkatkan
pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan meningkatkan kepercayaan
atas lembaga keuangan syari’ah.
·
Penetapan tujuan yang
mendukung penyusunan standar akuntansi yang konsisten. Ini seharusnya dapat
meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.
M.Pemakai laporan keuangan-AAOFI
§ Pemegang
saham
§ Pemegang
investasi
§ Pemilik
dana (bagi deposan bank)
§ Pemilik
dana tabungan
§ Pihak
yang melakukan transaksi bisnis
§ Pengelola
Zakat
§ Pihak
yang Mengatur
N. Paradigma, Azas & Karakteristik -AAOFI
·
Tidak boleh adanya bunga
dan perdagangan tersebut adalah halal,
·
Tidak boleh dilakukan
secara tidak adil.
·
Tidak boleh memasukkan
hal-hal yang belum pasti atau keadaan yang tidak jelas.
·
Harus mempertimbangkan
Al-Maqasid dan Al-Masalih. Dimana Al-Maqasid adalah tujuan harus selalu
disesuaikan dengan tuntunan Islam, sedangkan Al-Masalih adalah kesejahteraan/
perbaikan di muka bumi.
O. Bentuk laporan keuangan-AAOFI
1. Laporan
Perubahan Posisi Keuangan
2. Laporan
Laba Rugi
3. Laporan
Perubahan Ekuitas atau Laporan
Perubahan Saldo Laba
4. Laporan
Arus Kas
5. Laporan
Perubahan Investasi yang dibatasi dan ekuivalennya
6. Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Zakat serta Dana Sumbangan
7. Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Qard Hasan.
P.
Kerangka akuntansi
syari’ah-AAOFI
a. Entitas
unit akuntansi
b. Kegiatan
usaha yang berkelanjutan
c. Periodisasi
d. Satuan
Mata Uang
e. Konservatif
f. Harga
Perolehan
g. Penandingan
antara pendapatan dan beban
h. Dasar
Akrual
i. Pengungkapan
penuh
j. Substansi
mengungguli bentuk.
Ø Karakteristik Kualitatif - AAOFI
1. Relevan
2. Dapat
diandalkan
3. Dapat
dibandingkan
4. Konsisten
5. Dapat
Dimengerti
Ø Bentuk laporan - Pemikir Islam
a. Neraca yang menggunakan nilai saat ini (current value balance
sheet), untuk mengatasi kelemahan dari historical cost yang kurang
cocok dengan pola perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan kek`ayaan
dengan nilai sekarang.
b. Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) sebagai pengganti
laporan laba atau sebagai laporan tambahan atas neraca dan laporan laba rugi. `
Ø Pertanyaan
1. Apa saja tujuan
kerangka dasar syariah?
2. Siapa saja pemakai
laporan keuangan syariah?
3. Apa saja azaz
transaksi syariah?
4. Ada berapa bentuk
laporan keuangan syariah? Sebutkan!
5. Apa saja yang
menjadi dasar pengukuran syariah?
BAB III AKAD MUDHARABAH
A. Pengertian Mudharabah
Menurut bahasa adhdharby fil ardhi adalah
bepergian untuk urusan dagang. Secara terminologi mudharabah adalah akad
kerjasama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan
usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah
pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana
kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh
pengelola dana.
B. Karakteristik akad
mudharabah
v Investasi
mudharabah mempunyai resiko tinggi karena:
-
pemilik dana tidak boleh
ikut campur dalam pengelolaan usaha kecuali sebatas memberikan saran-saran dan
melakukan pengawasan
-
informasi usaha dipegang
oleh pengelola dana dan pemilik dana hanya mengetahui informasi secara
terbatas.
v Pembagian Resiko
-
Pemilik dana memiliki resiko dalam
bentuk finansial
-
Pengelola dana memiliki resiko dalam bentuk
non finansial
v Pembagian
keuntungan
-
Menggunakan nisbah yang
disepakati
-
Menggunakan nilai
realisasi keuntungan, yang mengacu pada laporan hasil usaha periodik yang disusun oleh pengelola dana
v Dasar
pembagian hasil usaha
-
Pembagian hasil usaha mudharabah
dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
yaitu laba bruto (gross profit) atau bagi laba (profit sharing)
yaitu berdasarkan laba neto (net profit).
v Jaminan
modal
-
Tidak boleh ada jaminan
atas modal, namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik
dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Dan
jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal
yang telah disepakati bersama dalam akad.
v Perjanjian
-
Akad/kontrak/perjanjian
sebaiknya dituangkan secara tertulis dan dihadiri para saksi. Dan dalam
perjanjian harus mencakup berbagai aspek antara lain tujuan mudharabah, nisbah
pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan, ketentuan pengembalian
modal, hal hal yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan sebagainya..
v
Persengketaan
-
Apabila terjadi
perselisihan diantara dua belah pihak maka dapat diselesaikan secara musyawarah
diantara mereka berdua atau melalui badan arbitrase syari’ah.
C. Hikmah akad mudharabah
Hikmah akad mudharabah adalah
dapat memberi manfaat dan keringanan
kepada manusia. Karena ada sebagian orang yang memiliki harta, tetapi tidak
mampu untuk membuatnya menjadi produktif. Dan ada pula orang yang tidak
memiliki harta tetapi ia mempunyai kemampuan untuk memproduktifkannya. Dengan
demikian, dapat tercipta kerjasama antara modal dan kerja demi kemashlahatan
dan kesejahteraan umat manusia. Apabila untung akan dibagi sesuai nisbah, apabila
rugi ditanggung oleh Pemilik Dana.
D. Jenis mudharabah
1.
Mudharabah muthlaqah (Unrestricted Investment Account)
Mudharabah
muthlaqah (Unrestricted Investment Account), yaitu bentuk kerja sama antara
shahibul mal dan mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam bahasa Inggris, para ahli ekonomi
Islam sering menyebut mudharabah muthlaqah sebagai Unrestricted Investment
Account (URIA). Pengelola dana memiliki
kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanan bisnis bagi keberhasilan
tujuan mudharabah itu. Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian
atau kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya. Sedangkan apabila terjadi kerugian
atas usaha itu, yang bukan karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka
kerugian itu akan ditanggung oleh pemilik dana.
2. Mudharabah muqayyadah (Restricted
Investment Account)
Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account),
yaitu bentuk kerja sama antara syarat-syarat dan batasan tertentu. Dimana
shahibul mal membatasi jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Contoh: tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan
dana lainnya; tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan,
tanpa penjamin, atau mengharuskan pengelola dana
untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. Dalam istilah ekonomi
Islam modern, jenis mudharabah ini disebut Restricted Investment Account.
Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan modalnya dari resiko
kerugian. Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib
melanggar batasan-batasan ini, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian
yang timbul.
Pembatasan
pada jenis mudharabah ini diperselisihkan para ulama mengenai keabsahannya.
Namun yang rajih, pembatasan tersebut berguna dan sama sekali tidak menyelisihi
dalil syar’i, karena hanya sekedar ijtihad dan dilakukan berdasarkan
kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak, sehingga wajib ditunaikan. Cara
pencatatan mudharabah muqayyadah ada dua macam, yakni:
1. Off Balance Sheet, ketentuan-ketentuannya yaitu:
·
Bank
Syari’ah bertindak sebagai arranger saja dan mendapat fee sebagai
arranger.
·
Pencatatan
transaksi di bank syari’ah secara off balance sheet.
·
Bagi
hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan debitur saja.
·
Besar
bagi hasil sesuai kesepakatan nasabah investor dan debitur.
2. On Balance Sheet, ketentuan-ketentuannya yaitu:
·
Nasabah
Investor mensyarakatkan sasaran pembiayaan dananya, seperti untuk
pertanian tertentu, properti, atau pertambangan saja.
·
Pencacatan
di bank Syari’ah secara on balance sheet.
·
Penentuan
nisbah bagi hasil atas kesepakatan bank dan nasabah.
3.
Mudaharabah musyarakah
·
Pengelola dana turut
menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
·
Diawal kerjasama, akad
yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana,
setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan
dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha
tersebut dan akadnya disebut mudharabah musytarakah (merupakan perpaduan antara
akad mudharabah dan akad musyarakah).
E. Dasar Syariah
1. Al Qur’an
“apabila telah ditunaikan shalat
maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS.62:10)
… Maka, jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya….” (QS.2:283)
2. As-Sunnah
·
Dari Shalih bin Suaib ra bahwa Rasulullah saw
bersabda, “tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampadukkan dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majah)
·
“Abbas bin Abdul
Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada
pengelola dana nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah,
serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (pengelola
dana) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang diteapkan Abbas
didengar Rasulullah SAW, beliau membenarkannya.”. (HR.Thabrani dari Ibnu
Abbas)
3.
Ijma’
(kesepakatan) Ulama
Diriwayatkan,
sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai
mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu
dipandang sebagai ijma’. (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,
1989, 4/838). Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah
berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah.
Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu
Ubaid.
Di
antara dalil kuat yang menunjukkan akan disyariatkannya mudharabah ialah
kesepakatan ulama Islam sejak zaman dahulu hingga sekarang akan hal tersebut.
Ibnu Munzir asy-Syafi’i berkata, “Kita tidak mendapatkan dalil tentang
al-Qiradh (mudharabah) dalam Kitab Allah ‘Azza wa Jalla, tidak juga dalam sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, kita dapatkan bahwa para
ulama telah menyepakati akan kehalalan al-Qiraadh dengan modal berupa uang
dinar dan dirham.” (Al-Isyaraf oleh Ibnul Munzir asy-Syafi’i, 2/38).
Ibnu
Hazm berkata, “Al-Qiraadh (al-Mudharabah) telah dikenal sejak zaman Jahiliyyah,
dan dahulu kaum Quraish adalah para pedagang. Mereka tidak memiliki mata
pencaharian selain darinya, padahal di tengah-tengah mereka terdapat orang tua
yang tidak lagi kuasa untuk bepergian, wanita, anak kecil, anak yatim. Oleh
karena itu, orang-orang yang sedang sibuk atau sakit menyerahkan modalnya
kepada orang lain yang mengelolanya dengan imbalan mendapatkan bagian dari
hasil keuntungannya. Dan tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
diutus, beliaupun membenarkan akad tersebut, dan kaum muslimin kala itu juga
menjalankannya. Kalaupun sekarang ada yang menyelisihi tentang hal ini, maka
pendapatnya itu tidak perlu diperhatikan, sebab ia telah terlebih dahulu
menyelisihi praktik nyata seluruh umat dari zaman kita hingga zaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al-Muhalla oleh Ibnu Hazm, 8/247).
Di
antara bukti nyata bahwa kesepakatan akan disyariatkannya mudharabah ialah
praktik dari para al-Khulafa’ ar-Rasyidiin, tanpa ada seorangpun dari sahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengingkarinya (Riwayat-riwayat dari
para al-khulafa’ ar-Rasyidin dapat dibaca di kitab Irwaa’ul Ghalil oleh
al-Albany, 5/290-294).
4.
Qiyas
Transaksi
mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah. Mudharabah di qiyaskan kepada
al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain di antara
manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak orang
kaya yang tidak dapat mengusahakan hatanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang
yang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian
dengan adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua
golonngan di atas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhan mereka.
5.
Kaidah
fiqh
“Pada dasarnya,
semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
F.
Rukun
dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah
1. Pelaku
(pemilik dana dan pengelola dana)
Dalam mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak
pertama bertindak sebagai pemilik dana, sedangkan pihak kedua bertindak sebagai
pengelola dana:
a. keduanya harus cakap hukum, baligh dan
memiliki kemampuan untuk diwakilkan dan mewakilkan.
b. pelaku
akad mudharabah tidak hanya antara muslim dengan muslim.
G. Obyek mudharabah (modal
dan kerja)
Ø
Modal
1.
Modal yang diserahkan
dapat berbentuk kas atau aset non kas yang harus jelas jumlah dan jenisnya.
2.
Tunai dan tidak hutang.
3.
Modal harus diketahui
dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan.
4.
Pengelola dana tidak diperkenankan
untuk memudharabahkan kembali modal mudharabah.
5.
Pengelola dana tidak
diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain.
6.
Pengelola dana memiliki
kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri.
Ø
Kerja
1.
Kontribusi pengelola
dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management
skill.
2.
Kerja adalah hak
pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana.
3.
Dalam bekerja tidak
melanggar ketentuan syariah.
4.
Pengelola dana harus
mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.
5.
Dalam hal pemilik dana
tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan,
pengelola dana sudah menerima modal dan sudah
bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah.
H. Ijab kabul (persetujuan
kedua belah pihak)
Ijab
Kabul merupakan ekspresi kesepakatan antara pemilik dana dan pengelola dana
yang dilakukan sama-sama rela. Pemilik dana setuju atas perannya dalam
kontribusi dana, sementara pengelola dana setuju atas perannya dalam kontribusi
kerja.
a)
Akad dapat dituangkan
secara lisan, tertulis, melalui korespodensi , atau menggunakan cara cara
komunikasi modern.
b)
Akad tidak boleh
dikaitkan dengan suatu kejadian dimasa depan yang belum pasti.
I. Nisbah keuntungan
Nisbah
adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan. Pengelola dana
mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas
penyertaan modalnya.
Nisbah
keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua pihak. Jika dalam akad tidak dijelaskan maka pembagiannya menjadi 50% dan 50%.
Ø Kerugian
mudharabah
Kerugian
ditanggung oleh pemilik dana kecuali ada misconduct, negligence atau violation.
Apabila terjadi kerugian, maka cara menyelesaikannya adalah:
a.
Diambil terlebih dahulu
dari keuntungan karena keuntungan merupakan pelindung modal.
b.
Bila kerugian melebihi
keuntungan, maka baru diambil dari pokok modal.
Ø Berakhirnya Akad Mudharabah
Para
ulama menyatakan bahwa akad mudharabah akan berakhir apabila :
§ Masing-masing pihak menyatakan akad batal, atau
mudharib (Pengelola dana) dilarang untuk bertindak hukum terhadap modal yang
diberikan, atau shahibul maal (Pemilik dana) menarik modalnya.
§ Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
§ Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Jika shahibul
maal yang wafat maka menurut Jumhur Ulama akad mudharabah itu batal, karena
akad mudharabah sama dengan akad wakalah yang gugur disebabkan wafatnya orang
yang mewakilkan. Selain itu, Jumhur Ulama berpendapat bahwa akad mudharabah
tidak bisa diwariskan. Akan tetapi, Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika
salah seorang yang berakad meninggal dunia, akadnya tidak batal, tetap
dilanjutkan oleh ahli warisnya, karena menurut mereka akad mudharabah boleh
diwariskan.
§ Salah seorang yang berakad kehilangan kecakapan
bertindak hukum, misalnya gila.
§ Modal habis di tangan shahibul maal sebelum dikelola
oleh mudharib.
§ Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai
pengelola usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad.
Sebagai pihak yag mengemban amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati.
Ø Prinsip
Pembagian Hasil Usaha
Pembagian
hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue
sharing) atau bagi laba (profit sharing).
1. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka
dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total
pendapatan usaha (omzet).
2. Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar
pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban
yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.
Ø Contoh perhitungan
bagi hasil
-
Penjualan Rp 1.000.000
-
HPP Rp 650.000
-
Laba kotor Rp 350.000
-
Biaya-biaya Rp 250.000
-
Laba (rugi) bersih Rp
100.000
-
metode profit sharing dengan nisbah
pemilik: pengelola = 30:70
-
Pemilik
: 30% x Rp 100.000 = Rp 30.000
-
Pengelola :
70% x Rp 100.000 = Rp 70.000
- metode revenue sharing dengan nisbah
pemilik:pengelola=10:90
- Pemilik : 10% x Rp 350.000 = Rp
35.000
- Pengelola : 90% x Rp 350.000 = Rp
315.000
Ø Akuntansi
untuk Pemilik Dana
1. Akad
Mudharabah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada
pengelola dana.
2. Pengukuran
Akad Mudharabah dalam bentuk kas dan non-kas pada saat kontrak
v
Jurnal pada saat
penyerahan kas sebesar jumlah yang
dibayarkan;
Dr. Investasi mudharabah xxx
Cr. Kas xxx
v
Jurnal untuk Penyerahan
Aset Non Kas
v
jika nilai wajar lebih
tinggi daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan
tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah;
Dr.
Investasi mudharabah xxx
Cr.
Keuntungan tangguhan xxx
Cr.
Aset non kas xxx
Dr.
Keuntungan tangguhan xxx
Cr
Keuntungan xxx
v
jika nilai wajar lebih
rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Dr.
Investasi mudharabah xxx
Dr Kerugian
penurunan nilai xxx
Cr. Aset non kas mudharabah xxx
v
Penurunan nilai aset nonkas.
v
Sebelum usaha dimulai: diakui sebagai
kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
Dr. Kerugian investasi
mudharabah xxx
Cr. Investasi
mudharabah xxx
v
Penurunan nilai setelah usaha dimulai: diakui
sebagai kerugian dan diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.
Dr. Kas xxx
Dr. Kerugian investasi mudharabah xxx
Cr. Pendapatan
bagi hasil mudharabah xxx
v
Penurunan nilai pada saat atau setelah barang
dipergunakan : maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat pembagian bagi
hasil.
Dr. Kas xxx
Dr. Kerugian investasi mudharabah xxx
Cr. Pendapatan
bagi hasil mudharabah xxx
v
Pencatatan kerugian yang terjadi dalam suatu
periode sebelum akad mudharabah berakhir, diakui sebagai
kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi.
Dr. Kerugian Mudharabah xxx
Cr.Penyisihan Kerugian Investasi mudharabah xxx
v
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh
pengelola dana diakui sebagai piutang
Dr. Piutang pendapatan bagi
hasil xxx
Cr. Pendapatan
bagi hasil mudharabah xxx
v
Saat pengelola dana membayar bagi hasil,
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang pendapatan bagi hasil xxx
v
Pada saat akad mudharabah berakhir
Dr. Kas/Piutang/Aset non-kas xxx
Dr. Penyisihan Kerugian investasi xxx
Cr. Investasi Mudharabah xxx
Cr. Keuntungan xxx
ATAU
Dr. Kas/Piutang/Aset non-kas xxx
Dr. Penyisihan Kerugian investasi xxx
Dr. Kerugian xxx
Cr. Investasi Mudharabah xxx
v
Penyajian : Pemilik dana
menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat.
v
Pengungkapan: Pemilik
dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas,
pada:
·
isi kesepakatan utama
usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha
mudharabah, dan lain-lain;
·
rincian jumlah investasi
mudharabah berdasarkan jenisnya;
·
penyisihan kerugian
investasi mudharabah selama periode berjalan;
·
pengungkapan yang
diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syari’ah
Ø Akuntansi untuk Pengelola Dana
1. Pengakuan
Dana Syirkah Temporer
Dana
Syirkah Temporer diakui pada saat kas atau aset nonkas diterima
2. Pengukuran
Dana Syirkah Temporer
Dana
Syirkah Temporer diukur sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang
diterima.
Dr. Kas/aset non-kas xxx
Cr.
Dana syirkah temporer xxx
Ø
Jurnal ketika menerima
pendapatan bagi hasil (apabila dana syirkah temporer disalurkan kembali)
Dr. Kas/Piutang xxx
Cr. Pendapatan yang belum dibagikan xxx
Ø
Jurnal ketika
dibagihasilkan pada pemilik dana
Dr. Beban bagihasil mudharabah xxx
Cr.
utang bagi hasil mudaharabah xxx
Ø
Jurnal pada saat
pengelola dana membayar bagi hasil
Dr. Utang bagi hasil mudharabah xxx
Cr. Kas xxx
Ø
Jurnal penutup untuk
pendapatan bagi hasil dan beban bagi hasil (apabila dana syirkah temporer
disalurkan kembali)
Dr.
Pendapatan belum dibagihasilkan xxx
Cr. Beban Bagi Hasil xxx
Ø
Jurnal penutup yang
dibuat apabila dana dikelola sendiri dan ada keuntungan
Dr. Pendapatan xxx
Cr.
Pendapatan belum dibagihasilkan xxx
Cr.
Beban xxx
Ø
Jurnal ketika
dibagihasilkan kepada pemilik dana
Dr. Beban bagihasil mudharabah xxx
Cr.
Utang bagi hasil mudaharabah xxx
Ø
Jurnal pada saat
pengelola dana membayar bagi hasil
Dr. Utang bagi hasil mudharabah xxx
Cr. Kas xxx
Ø
Jurnal penutup yang
dibuat apabila dana dikelola sendiri dan rugi
Dr. Pendapatan xxx
Dr.
Penyisihan kerugian xxx
Cr.
Beban xxx
Ø
Kerugian yang
diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban
pengelola dana
Dr. Beban
xxx
Cr.
Utang lain-lain/kas xxx
Ø
Diakhir akad akan
pencatatan yang akan dilakukan:
Dr. Dana Syirkah Temporer xxx
Cr.
Kas/Aset non-kas
xxx
Ø
Jika ada penyisihan
kerugian sebelumnya:
Dr. Dana
Syirkah Temporer xxx
Cr. Kas/Aset non-Kas xxx
Cr.
Penyisihan Kerugian
xxx
Ø
Penyajian Pengelola dana
menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan:
a) dana
syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk
setiap jenis mudharabah;
b) bagi
hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan
kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di
kewajiban.
Ø
Pengungkapan
a. isi
kesepakatan utama usaha mudharabah,
b. rincian
dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;
c. penyaluran
dana berasal mudharabah muqayadah.
Ø Pertanyaan
1.
Jelaskan pengertian mudharabah menurut
bahasa dan istilah!
2.
Sebutkan karakteristik akad mudharabah!
3.
Apa saja jenis-jenis mudharabah?
4.
Bagaimana dasar hukum akad mudharabah?
Sebutkan dalil yang mendasarinya!
5.
Apa yang menjadi obyek mudharabah?
BAB IV AKAD
MUSYARAKAH
A. Pengertian Akad Musyarakah
Menurut bahasa
adalah al-syirkah/al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua
orang atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan atau tidak
dapat dipisahkan. Menurut istilah musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
B. Karakteristik Akad Musyarakah
Diantara karakteristik dari akad musyarakah adalah:
1.
Modal musyarakah dapat diberikan dalam
bentuk kas, setara kas, atau aktiva non-kas, termasuk aktiva tidak berwujud
seperti lisensi dan hak paten yang sesuai dengan syariah.
2.
Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam
modal dan pekerjaan.
3.
Keuntungan atau pendapatan musyarakah
dibagi di antara mitra musyarakah berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian musyarakah dibagi
diantara mitra musyarakah secara proporsional berdasarkan modal yang
disetorkan.
4.
Keuntungan dibagi menggunakan nisbah yang
disepakati dan menggunakan nilai realisasi keuntungan
Karakteristik
lainnya:
1.
Jaminan modal
Dalam pembiayaan musyarakah setiap mitra tidak dapat menjamin
modal mitra lainnya, namun setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk
menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang di sengaja.
2.
Perjanjian
Untuk menghindari persengketaan di kemudian
hari, sebaiknya akad kerjasama dibuat secara tertulis dan dihadiri para saksi.
Akad atau perjanjian tersebut harus mencakup berbagai aspek antara lain terkait
dengan besaran modal dan penggunaannya (tujuan usaha musyarakah), pembagian
kerja diantara mitra, nisbah yang digunakan sebagai dasar pembagian laba,
periode pembagian laba dan lain sebagainya.
3.
Persengketaan
Apabila terjadi perselisihan diantara dua belah
pihak maka dapat diselesaikan secara musyawarah diantara mereka berdua atau
melalui badan arbitrase syari’ah.
C. Hikmah akad musyarakah
Dalam
musyarakah dapat ditemukan nilai ajaran Islam tentang ta’awun (gotong royong),
ukhuwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan sangat terasa ketika penentuan
nisbah untuk pembagian keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal
karena disesuaikan oleh faktor lain selain modal misalnya keahlian,
ketersediaan waktu dan sebagainya. Selain itu keuntungan yang dibagikan kepada
pemilik modal merupakan keuntungan riil, bukan merupakan nilai nominal yang
telah ditetapkan sebelumnya seperti bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa
ketika hanya orang yang punya modal saja yang dapat dibebankan/menanggung
resiko finansial.
D. Sifat
Musyarakah
a. Musyarakah
permanen
Dalam musyarakah permanen bagian modal setiap
mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
b. Musyarakah
menurun
Dalam musyarakah menurun, bagian modal salah satu mitra akan dialihkan
secara bertahap kepada mitra lain, sehingga pada akhir akad mitra yang lain
akan memiliki usaha tersebut secara penuh.
E. Jenis musyarakah
1. Syirkah Al Milk
merupakan kepemilikan bersama dan keberadaannya muncul apabila dua orang atau
lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan
(asset) tanpa telah membuat perjanjian kemitraan yang resmi.
a. Apabila
harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan
untuk tetap memilikinya bersama, maka syirkah Al Milk tersebut bersifat ikhtiari (sukarela/voluntary).
b. Apabila
barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan mereka terpaksa harus memilikinya
bersama, maka syirkah Al Milk tersebut bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary atau terpaksa).
2. Syirkah Al ’uqud
(kontrak), yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau
lebih untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra dapat berkontribusi dengan
modal/modal dan atau kerja, serta
berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai
kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara
sukarela berkeinginan untuk membuat suatu kerjasama investasi dan berbagi
untung dan risiko. Berbeda dengan syirkah al milk, dalam kerjasama
jenis ini setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil dari pihak lainnya.
Syirkah Al’uqud dibagi menjadi:
a.
Syirkah abdan (syirkah fisik)/syirkah
a’mal (syirkah kerja)/ syirkah
shanaa’i (syirkah para tukang)/ syirkah taqabbul (syirkah
penerimaan), merupakan bentuk
syirkah antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja/profesional dimana
mereka sepakat untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima. Contoh:
kerjasama antara para akuntan, dokter, ahli hukum, tukang jahit, tukang
bangunan dan lainnya
b.
Syirkah wujuh merupakan kerjasama
antara dua pihak di mana masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan
modal. Mereka menjalankan usahanya
berdasar kan kepercayaan pihak ketiga. Setiap mitra menyumbangkan nama baik,
reputasi, creditworthiness, tanpa menyetorkan modal.
c.
Syirkah ’inan yaitu sebuah
persekutuan di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya
adalah tidak sama, baik dalam hal modal maupun pekerjaan. setiap
mitra bertindak sebagai agen untuk kepentingan pihak lain (mutual agency),
karena tindakan yang dilakukan atas nama mitra lain harus berdasarkan pengakuan
hukum.
d.
Syirkah mufawwadhah yaitu sebuah persekutuan di mana
posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam
hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Bentuk syirkah
ini mirip seperti firma, namun dalam firma jumlah modal yang disetorkan tidak
harus sama.
F.
Dasar Syariah
1.
Al
Qur’an
Maka mereka berserikat pada sepertiga.”
(QS.an-Nisa:12)
”Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat dzalim
kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh.” QS.Shad:24
2.
As
Sunnah
Hadits
Qudsi dari Abu Hurairah: ”Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang
yang berserikat, sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat
terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat terhadap lainnya maka Aku keluar
dari keduanya.” (HR.Abu Dawud dan al-Hakim dari Abu Hurairah).
G. Rukun Musyarakah
1.
Pelaku (para mitra)
a.
Para mitra harus
cakap hukum.
b.
Setiap mitra dianggap
sebagai wakil dari mitra lain dan dari usaha kerjasama.
2.
Obyek musyarakah
a.
Modal
-
Modal yang diberikan
harus tunai.
-
Modal yang diserahkan
dapat berupa uang tunai, emas, perak, atau aset perdagangan.
-
Jika modal dalam bentuk
non kas, maka harus menggunakan nilai tunainya.
-
Modal yang diserahkan
oleh setiap mitra harus dicampur.
-
Dalam kondisi normal,
setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset kemitraan.
-
Mitra
tidak boleh meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian juga meminjamkan
uang kepada pihak ketiga.
-
Seorang mitra tidak
diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan modal itu untuk kepentingannya
sendiri.
-
Pada prinsipnya dalam
musyarakah tidak boleh ada penjaminan modal.
-
Modal yang ditanamkan
tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh
syariah.
b.
Kerja
-
Partisipasi para mitra
dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
-
Tidak dibenarkan bila
salah seorang di antara mitra menyatakan tidak ikut serta menangani pekerjaan
dalam kemitraan tersebut.
-
Porsi kerja antara satu
mitra dengan mitra lainnya tidak harus sama.
-
Setiap mitra bekerja
atas nama pribadi atau mewakili mitranya.
-
Para mitra harus
menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
-
Seorang mitra yang
melaksanakan pekerjaan di luar wilayah tugas yang ia sepakati, berhak
mempekerjakan orang lain untuk menangani pekerjaan tersebut.
-
Jika seorang mitra
mempekerjakan pekerja lain untuk melaksanakan tugas yang menjadi bagiannya,
biaya yang timbul harus ditanggungnya sendiri.
3.
Persetujuan kedua belah
pihak (ijab-qabul)
Dapat dilakukan secara lisan
atau secara tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara cara
komunikasi modern. Namun bentuk perjanjian
musyarakah secara tertulis lebih baik
dengan disaksikan oleh saksi-saksi yang memenuhi syarat untuk menghindari
persengketaan di kemudian hari.
4.
Nisbah keuntungan
a.
Nisbah diperlukan untuk
pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para mitra diawal akad.
b.
Perubahan nisbah harus berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak.
c.
Keuntungan harus dapat
dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan keuntungan.
d.
Keuntungan yang
dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan
nilai realisasi keuntungan.
e.
Mitra tidak dapat
menentukan bagian keuntungannya sendiri dengan menyatakan nilai nominal
tertentu.
f.
Pada prinsipnya
keuntungan milik para mitra namun Diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk
pihak ketiga bila disepakati.
Ø Penentuan Nisbah
1. Pembagian
keuntungan proporsional sesuai modal
Menurut pendapat ini, keuntungan harus dibagi di
antara para mitra secara proporsional sesuai modal yang disetorkan, tanpa
memandang apakah jumlah pekerjaan yang dilaksanakan oleh para mitra sama
ataupun tidak sama. Apabila salah satu pihak
menyetorkan modal lebih besar, maka pihak tersebut akan mendapatkan proporsi
laba yang lebih besar.
2. Pembagian
keuntungan tidak proporsional dengan modal
Menurut pendapat ini, dalam penentuan nisbah
yang dipertimbangkan bukan hanya modal yang disetorkan, tapi juga tanggung
jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu kerja yang lebih panjang.
Ø Kerugian
Kerugian
akan dibagi secara proporsional sesuai dengan porsi modal dari masing masing
mitra.
Ø Berakhirnya
akad musyarakah
Akad musyarakah
berakhir apabila:
-
Salah seorang mitra
menghentikan akad
-
Salah seorang mitra
meninggal, atau hilang akal. Dalam hal ini mitra yang
meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah seorang ahli warisnya
yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat) apabila disetujui oleh semua
ahli waris lain dan mitra lainnya.
-
Modal musyarakah
hilang/habis.
Ø Akuntansi untuk Mitra Aktif/Pasif
v
Pengakuan Investasi
Musyarakah
Investasi
musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.
v
Pengukuran investasi musyarakah:
v
Pencatatan ketika mitra
aktif mengeluarkan biaya pra akad:
Dr. Uang
muka akad xxx
Cr.
Kas xxx
v
Apabila mitra lain
sepakat biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah
Dr.
Investasi musyarakah xxx
Cr.
Uang muka akad xxx
v
Apabila mitra lain tidak
setuju biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah
Dr. Beban Musyarakah xxx
Cr.
Uang muka akad xxx
v
Apabila investasi dalam bentuk kas akan dinilai
sebesar jumlah yang diserahkan; dan dicatat:
Dr. Investasi Musyarakah –
Kas xxx
Cr. Kas xxx
v
Pencatatan
yang dilakukan jika nilai wajar asset non kas yang diserahkan lebih besar dari
nilai buku, maka selisihnya akan dicatat dalam akun selisih penilaian asset
musyarakah:
Dr. Investasi Musyarakah xxx
Dr. Akumulasi Penyusutan xxx
Cr. Selisih penilaian aset musyarakah
xxx
Cr. Aset non kas xxx
v Pencatatan amortisasi selisih penilaian asset
musyarakah adalah sebagai berikut:
Dr. Selisih penilaian asset musyarakah xxx
Cr Keuntungan xxx
v
Pencatatan
yang dilakukan jika nilai wajar asset non kas yang diserahkan lebih kecil dari
nilai buku, maka selisihnya dicatat sebagai kerugian:
Dr. Investasi Musyarakah xxx
Dr. Akumulasi Penyusutan xxx
Dr. Kerugian xxx
Cr. Aset non kas xxx
v
Apabila investasi dalam
bentuk aset non-kas dan diakhir akad akan diterima kembali maka atas aset
nonkas musyarakah disusutkan berdasarkan nilai wajar tersebut.
Dr. Beban Depresiasi xxx
Cr. Akumulasi Depresiasi xxx
v
Apabila dari investasi
musyarakah diperoleh keuntungan Jurnal:
Dr.
Kas/Piutang xxx
Cr.
Pendapatan investasi musyarakah xxx
v
Apabila dari investasi
yang dilakukan rugi, jurnal:
Dr.
Kerugian xxx
Cr.
Penyisihan Kerugian xxx
v
Apabila modal investasi
yang diserahkan berupa aset non-kas, dan diakhir akad dikembalikan dalam bentuk
kas sebesar nilai wajar aset non kas yang disepakati ketika aset tersebut
diserahkan. Ketika akad musyarakah
berakhir, aset nonkas akan dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan
atau kerugian dari penjualan aktiva ini (selisih antara nilai buku dengan nilai
jual) didistribusikan pada setiap mitra sesuai kesepakatan.
v
Jika untung maka akan
dicatat:
Dr. Piutang xxx
Cr.
Pendapatan xxx
v
Jika rugi, akan dicatat:
Dr.
Kerugian xxx
Cr
Penyisihan Kerugian xxx
v
Pencatatan di akhir
akad:
1.
Apabila modal investasi yang diserahkan berupa kas:
-
Jika tidak ada kerugian, Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
- Jika ada kerugian, jurnal:
Dr. Kas xxx
Dr. Penyisihan kerugian xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
2.
Apabila modal investasi berupa aset nonkas, dan dikembalikan
dalam bentuk aset non kas yang sama
pada akhir akad:
-
Jika tidak ada kerugian, jurnal:
Dr. Aset non-kas xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
-
Jika ada kerugian, maka perusahaan harus menyetorkan uang
sebesar nilai kerugian, jurnal:
Dr. Penyisihan kerugian xxx
Cr. Kas xxx
Dr. Aset non kas xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
3. Apabila
modal investasi berupa aset nonkas, dan dikembalikan dalam bentuk kas sebesar nilai wajar ketika
aset non kas diserahkan.
-
Jika tidak ada penyisihan kerugian dan penjualan
aset non kas menghasilkan
keuntungan;
Dr. Kas xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
Cr.Piutang xxx
-
Jika ada penyisihan kerugian dan penjualan aset
non kas menghasilkan keuntungan:
Dr. Kas xxx
Dr
Penyisihan Kerugian xxx
Cr. Investasi Musyarakah xxx
Cr. Piutang xxx
v
Penyajian
Mitra
pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah
dalam laporan keuangan:
a. Kas
atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif disajikan sebagai investasi
musyarakah.
b. Keuntungan
tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar
disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.
Ø Akuntansi
untuk Pengelola Dana
1.
Pengukuran investasi musyarakah:
Dr. Uang muka akad xxx
Cr. Kas xxx
2.
Biaya yang terjadi
akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat
diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari
seluruh mitra.
v
Apabila mitra lain
sepakat biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah
Dr. Investasi musyarakah xxx
Cr. Uang muka akad xxx
v
Apabila mitra lain tidak
setuju biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah
Dr. Beban xxx
Cr. Uang muka akad xxx
v
Penerimaan dana musyarakah
dari mitra pasif atau mitra aktif diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar:
a.
jumlah yang diterima
untuk penerimaan dalam bentuk kas, Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Dana syirkah Temporer xxx
Dana
syirkah temporer harus dipisahkan (dalam bentuk sub ledger) antara dana yang
berasal dari mitra aktif atau mitra pasif.
b.
nilai wajar untuk
penerimaan dalam bentuk aset nonkas, Jurnal:
Dr. Aset non-kas xxx
Cr. Dana Syirkah Temporer xxx
v
Apabila diakhir akad
aset nonkas tidak dikembalikan maka yang mencatat beban depresiasi adalah usaha
musyarakah atas dasar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama
umur ekonomis. Sedangkan jika dikembalikan, yang mencatat beban depresiasi
adalah mitra yang menyerahkan aset nonkas sebagai modal investasinya.
Dr. Beban Depresiasi xxx
Cr.
Akumulasi Depresiasi xxx
v
Sebelum pembagian laba,
pengelola akan mengakui pendapatan dan beban dimana dicatat dengan cara yang
tidak berbeda dengan akuntansi konvensional. Jurnal penutup:
Dr. Pendapatan xxx
Cr.
Beban xxx
Cr. Pendapatan yang belum dibagikan xxx
v
Pencatatan untuk
pembagian laba untuk mitra aktif/pasif :
Dr. Beban bagi hasil xxx
Cr. Utang xxx
v
Pada saat pembagian laba
tersebut dibagikan
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx
v
Pada akhir periode, akun
pendapatan yang belum dibagikan dan beban bagi hasil ditutup. Jurnal:
Dr. Pendapatan belum dibagihasilkan xxx
Cr.
Beban bagi hasil xxx
v
Jika pengelola mengakui
adanya kerugian, jurnal penutup:
Dr. Pendapatan xxx
Dr.
Kerugian yang belum dialokasikan
xxx
Cr. Beban xxx
v
Untuk pengakuan
pendisitribusian kerugian,Jurnal:
Dr. Penyisihan
kerugian xxx
Cr Kerugian yang belum dialokasikan xxx
v
Pencatatan yang
dilakukan pada akhir akad:
1.
Apabila dana investasi yang diserahkan kas, jurnal:
Dr. Dana Syirkah
Temporer xxx
Cr. Kas xxx
Cr. Penyisihan Kerugian xxx
2.
Apabila dana investasi
yang diserahkan berupa aset non-kas, dan diakhir akad dikembalikan, jurnal:
Dr. Dana Syirkah Temporer xxx
Cr.
Aset nonkas xxx
Jika
aset harus dikembalikan, dan terjadi kerugian maka harus menyerahkan kas untuk
menutup kerugian. Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Penyisihan
Kerugian xxx
3.
Apabila modal investasi
yang diserahkan berupa aset non-kas, dan diakhir akad dikembalikan dalam bentuk
kas, maka aset nonkas harus dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan
atau kerugian dari penjualan aktiva didistribusikan pada setiap mitra sesuai
kesepakatan. Jika penjualan menghasilkan
keuntungan:
Dr. Kas xxx
Dr. Akumulasi Depresiasi xxx
Cr.
Aset non kas xxx
Cr. Keuntungan xxx
Dr. Keuntungan xxx
Cr.
Utang xxx
Jika penjualan tersebut
menghasilkan kerugian, :
Dr. Kas xxx
Dr. Akumulasi
Depresiasi xxx
Dr. Kerugian xxx
Cr. Aset non kas xxx
Dr. Piutang xxx
Cr. Kerugian xxx
4.
Ketika Pelunasan, asumsi
tidak ada penyisihan kerugian dan dari penjualan aset non-kas mengalami
kerugian:
Dr. Dana Syirkah Temporer xxx
Cr. Kas xxx
Cr. Piutang xxx
v
Ketika Pelunasan, asumsi
ada penyisihan kerugian dan dari penjualan aset non-kas mengalami kerugian:
Dr. Dana Syirkah Temporer xxx
Cr. Kas/Kewajiban xxx
Cr.
Piutang xxx
Cr.
Penyisihan Kerugian xxx
v
Bagian mitra aktif atas
investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian modal mitra secara
bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang
diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah
modal syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan
dikurangi kerugian (jika ada).
Ø Akuntansi
untuk Pengelola Dana
1.
Penyajian
Pengelola menyajikan hal-hal sebagai berikut yang
terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan:
a. Kas
atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;
b. Aset
musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah
temporer;
c. Selisih
penilaian aset musyarakah, disajikan sebagai unsur ekuitas.
2.
Pengungkapan
Mitra
mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:
a. isi
kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha,aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
b. pengelola
usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
c. pengungkapan
yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah.
Ø Pertanyaan
1.
Jelaskan pengertian musyarakah menurut
bahasa dan istilah!
2. Bagaimana dasar
hukum musyarakah? Sebutkan dalil yang
mendasarinya!
3. Sebutkan
karakteristik musyarakah!
4. Apa saja
sifat-sifat musyarakah?
5. Ada berapa
jenis-jenis musyarakah? Sebutkan!
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Kerangka dasar laporan keuangan syariah
PSAK kerangka dasar penyusunan dan penajian laporan kuangan
syariah yang dikeluarkan oleh DSAK IAI merupakan kerangka dasar yang lengkap,
karenan mencakup tidak hanya tidak tentang akuntansi keuangan dan pelaporannya.
Menganai postulates yang digunakan oleh akuntansi konvensional juga disepkati
untuk diterima oleh PSAK maupun AAOIFI. Pemikiran mengenai akuntansi syariah
masi terus berkembang dan salah satu laporan keuangan yang diusulkan adalah
neraca.
Ø Akad mudharabah
Mudharabah adalah
akad kerja sama usaha antara dua pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang di tuangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi di tanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu di akibatkan
karena kecurangan atau kelalaian si pengelola maka si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Jenis-
jenis mudharabah:
a.
Mudharabah
Muthlaqah
b.
Mudharabah
Muqayyadah
c.
Mudharabah
Musytarakah
Aplikasi
dalam perbankan, Mudharabah biasanya di terapkan pada produk-produk pembiayaan
dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah di terapkan pada:
1.
Tabungan
berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti
tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya; deposito berjangka.
2.
Deposito
spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk
bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja.
Adapun
pada sisi pembiayaan, mudharabah di terapkan untuk:
a.
Pembiayaan
modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b.
Investasi
khusus, di sebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan
penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan oleh
shahibul maal.
Ø Akad musyarakah
Dewan syariah Nasional MUI dan PSAK
No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu , di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dana bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan porsi kontribusi dana.
Dimana para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru, apabila salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain.
Dimana para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru, apabila salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. DR. H. Rachmat Syafei, MA. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung:
CV Pustaka Setia
http://andinurhasanah.wordpress.com/2012/11/01/kerangka-dasar-penyusunan-dan-penyajian-laporan-keuangan-syariah-psak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar