Minggu, 05 April 2015

DASAR-DASAR_TEOLOGI_ISLAM

MAKALAH
DASAR-DASAR TEOLOGI ISLAM
 
Diajukan  untuk memenuhi tugas mata kuliah “Teologi Islam”
Dosen : Firman Setiawan,S.Hi,M.Ei
Oleh:
Ulfatun Nazilah (120721100096)
 
PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS ILMU-ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN 2013
 KATA PENGANTAR            Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
            Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ‘dasar-dasar teologi’ ini. Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah teologi islam, makalah ini juga bisa menjadi penunjang bagi mahasiswa dalam mata kuliah teologi islam khususnya tentang dasar-dasar teologi.
            Makalah ini mengulas sedikit tentang dasar-dasar teologi, yang sub pokok bahasannya meliputi makna iman kepada Allah, sifat wajib bagi Allah, sifat muhal bagi Allah, dan sifat jaiz bagi Allah .Kami menyadari bahwa dalam makalah ini tentunya masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan pakar teologi islam dimohon saran dan kritiknya yang bersifat membangun demi kesempurnaan isi makalah ini.Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan kerja samanya demi selesainya makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik para mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Amien....Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh                                                                                                            Bangkalan, 10 maret 2013
Penulis,DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL
KATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB I PENDAHULUANA.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan
BAB II PEMBAHASANA.    Makna iman kepada Allah
B.     Sifat wajib bagi Allah
C.     Sifat muhal bagi Allah
D.    Sifat jaiz bagi Allah
BAB III PENUTUPA.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUANA.    LATAR BELAKANG
Ilmu kalam merupakan objek kajian berupa ilmu pengetahuan dalam agama islam yang dikaji dengan menggunakan dasar berfikir berupa logika dan dasar kepercayaan pribadi atau suatu golongan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan akan eksistensi atau keberadaan Tuhan, bagaimana Tuhan, seperti apa wujudnya Tuhan, dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya yang berhubungan dengan Tuhan.Dalam pembahasan kali ini, kami akan membahas tentang makna iman kepada Allah, sifat wajib bagi Allah, sifat muhal bagi Allah dan sifat jaiz bagi Allah. Makalah ini ditulis dengan harapan mudah-mudahan dapat memberikan efek positif kepada kita yang tengah menjalani teologi islam ini. Dengan pembahasan yang sederhana ini mudah-mudahan dapat membantu kita untuk memberikan suatu motivasi dan pemahaman untuk kita dalam menjalani hidup dan kehidupan beragama kita sekarang hingga akhir nanti.B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini antara lain:1.      Apa makna iman kepada Allah SWT?
2.      Apa saja sifat wajib bagi Allah SWT?
3.      Apa saja sifat mustahil bagi Allah SWT?
4.      Apa sifat jaiz bagi Allah SWT?
C.     TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, makalah ini bertujuan untuk:1.      Mengetahui makna iman kepada Allah SWT
2.      Mengetahui sifat wajib bagi Allah SWT
3.      Mengetahui sifat muhal bagi Allah SWT
4.      Mengetahui sifat jaiz bagi Allah SWT
 BAB II PEMBAHASAN1.      MAKNA IMAN KEPADA ALLAH SWT
Iman kepada Allah merupakan asas dan pokok dari keimanan, yakni keyakinan yang pasti bahwa Allah adalah Rabb dan pemilik segala sesuatu, Dialah satu-satunya pencipta, pengatur segala sesuatu, dan Dialah satu-satunyayang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Semua sesembahan selain Dia adalah sesembahan yang batil, dan beribadah kepada selain-Nya adalah kebatilan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 62:“(kuasa Allah)yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan)yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”Dialah Allah yang disifati dengan sifat yang sempurna dan mulia, tersucikan dari segala kekurangan dan cacat. Ini merupakan perwujudan tauhid yang tiga, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma’ wa shifat. Keimanan kepada Allah mengandung tiga macam tauhid ini, karena makna iman kepada Allah adalah keyakinan yang pasti tentang keesaan Allah Ta’ala dalam rububiyah, uluhiyah, dan seluruh nama dan sifat-Nya.[1]Iman kepada Allah mencakup 4 perkara:1.      Iman tentang keberadaan(wujud) Allah
2.      Iman tentang keesaan Allah dalam rububiyah
3.      Iman tentang keesaan Allah dalam uluhiyah
4.      Iman terhada asma’(nama) dan sifat-Nya.
Keimanan yang benar harus mencakup 4 hal diatas, barang siapa yang tidak beriman kepada salah satu saja maka dia bukan seorang mukmin.[2]Iman terhadap rububiyah maksudnya Allah adalah satu-satunya Rabb yang tidak mempunyai sekutu. Rabb adalah Dzat yang berwenang mencipta, memiliki, dan memerintah. Tiada yang dapat mencipta selain Allah, tiada yang memiliki selain Allah, serta tiada yang berhak memerintah kecuali Allah, seperti firman-Nya dalam surat Al-A’rof ayat 54.Tidak ada satupun dari makhluk yang mengingkari rububiyah Allah Ta’ala kecuali karena sombong. Namun sebenarnya ia tidak meyakini apa yang diucapkannya. Sebagaimana terdapat pada diri Fir’un yang mengatakan kepada kaumnya, seperti dalam surat An-Nazi’at ayat 24 dan surat Al-Qashash ayat 38. Namun sebenarnya yang dia katakan itu bukan berasal dari keyakinan. Allah berfirman dalam surat An-Naml ayat 14 yang artinya: dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan(mereka) padahal hati mereka meyakini(kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.”Bahkan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah SAW juga mengakui rububiyah Allah, namun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah. Allah berfirman dalam surat Az-Zukhruf ayat 87 yang artinya:”dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:” siapa yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab:”Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan(dari menyembah Allah). Dengan demikian beriman dengan rububiyah saja tidak cukup. Buktinya kaum musyrikin tetap diperangi oleh Rasulullah SAW, sedang mereka mengakui tentang rububiyah Allah.Kita harus beriman terhadap tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena penisbatannya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya kepada makhluk. Adapun yang dimaksud tauhid uluhiyah adalah pengesaan Allah dalam ibadah karena hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Seperti firman Allah dalam surat Luqman ayat 30. Banyak manusia yang kufur dan ingkar dalam hal tauhid ini. Karena itulah Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, sebagaimana Allah jelaskan dalam surat Al-Anbiya’ ayat 25. Antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tauhid uluhiyah terkandung  didalamnya tauhid rububiyah, maksudnya jika seseorang mengimani tauhid uluhiyah pasti ia mengimani tauhid rububiyah.Iman kepada Asma’(nama) dan Sifat Allah maksudnya adalah pengesaan Allah SWT dengan asma’ dan sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian artinya kita harus menetapkan seluruh asma’ dan sifat bagi Allah sebagaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam asma’ dan sifat-Nya. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya disurat Asy-Syuuro ayat 11 yang artinya:”tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. [3]Mengenai dasar-dasar dan ruang lingkup ilmu kalam adalah Al-Qur’an, hadits, pemikiran manusia dan insting. Cara pembahasan Ilmu Tauhid ada dua metode yaitu:
1.      Menggunakan dalil naqli, sebagaimana penegasan Allah dalam surat Al-Ikhlas ayat 1-4. Keesaan Allah SWT tidak hanya pada dzat-Nya tapi juga pada sifat dan af’al-Nya.
2.      Menggunakan dalil aqli untuk menghindari keyakinan yang didasarkan atas taklid saja karena ulama’ telah sepakat melarang taklid. Al-Qur’an pun mengkritik orang yang bersika taklid yakni dalam surat Al-Maidah ayat 104.
Dalam hukum akal dijelaskan apabila kita menerima suatu keterangan, maka akal kita tentu akan menerima dengan salah satu pendapat atau keputusan hukum, seperti:1.      Membenarkan dan mempercayainya(wajib aqli)
2.      Mengingkari dan tidak mempercayainya(muhal atau mustahil)
3.      Memungkinkan(jaiz)
Adapun dalam hal keyakinan, teori keyakinan membagi tipe keyakinan ada tiga, yaitu:1.      Keyakinan itu ada dua, sentral dan periferal,
2.      Makin sentral sebuah keyakinan, ia makin dipertahankan untuk tidak berubah,
3.      Jika terjadi perubahan pada keyakinan sentral, maka sistem keyakinan yang lainnya akan ikut berubah.
Berdasarkan keterangan diatas, tidak salah jika banyak perbedaan pandangan di berbagai aliran teologi islam, termasuk pemahaman mereka tentang konsep iman dan kufur. Menurut berbagai literatur yang ada, mereka acapkali lebih dititik beratkan pada satu aspek saja dari dua term, yaitu iman dan kufur. Ini dapat dipahami sebab kesimpulan tentang konsep iman nila dilihat kebalikannya juga berarti kesimpulan tentang konsep kufur.Menurut Hassan Hanafi, ada empat istilah kunci yang biasanya digunakan oleh para teolog islam dalam membicarakan konsep iman, yaitu:1.      Ma’rifah bi al aql, (mengetahui dengan akal)
2.      Amal, perbuatan baik atau patuh
3.      Iqrar, pengakuan secara lisan, dan
4.      Tashdiq, membenarkan dengan hati termasuk pula didalamnya ma’rifah bi al qalb(mengetahui dengan hati). [4] Keempat istilah kunci diatas misalnya terdapat dalam hadits Nabi SAW.yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri:
Artinya :”Barang siapa diantara kalian yang melihat(ma’rifah) kemunkaran,hendaklah mengambil tindakan secara fisik. Jika engkau tidak kuasa, lakukanlah dengan ucapanmu. Jika itupun tidak mampu, lakukanlah dengan kalbumu. (Akan tetapi yang terakhir) ini merupakan iman yang paling lemah.”(H.R.Muslim)A.    Aliran Khawarij
Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologis khawarij _terutama yang berkaitan dengan iman dan kufur_ lebih bertendensi politik ketimbang ilmiah-teoritis. Iman dalam pandangan khawarij, tidak semata-mata percaya kepda Allah. Mengerjakan segala perintah kewajiban agamajuga merupakan bagian dari  keimanan. Segala perbuatan yang berbau religius, termasuk didalamnya masalah kekuasaan adalah bagian dari keimanan (al amal jiz‘un al iman). Dengan demikian siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh khawarij. [5]Lain halnya dengan subsekte khawarij yang sangat moderat, yaitu ibadiyah. Subsekte ini memiliki pandangan bahwa setiap pelaku dosa besar tetap sebagai muwahhid(yang mengesakan Tuhan), tetapi bukan mukmin. Pendeknya mereka tetap disebut kafir tetapi hany amerupakan kafir nikmat dan bukan kafir millah(agama).[6] Siksaan yang akan mereka terima diakhirat nanti adalah kekal didalam neraka bersama orangorang kafir lainnya.[7]A.    Aliran murji’ah
Berdasarkan pandangan mereka tentang iman, Abu Hasan Al-Asy’ari mengklasifikasikan aliran teologi murji’ah menjadi 12 subsekte yaitu: Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Asy-Syimriyah, As-Saubaniyah, An-Najjariyah, Al-Kailaniyah bin Syabib dan pengikutnya, Abu Hanifah dan pengikutnya, At-Tumaniyah, Al-Marisiyah, dan Al-Karramiyah. Sementara Harun Nasution dan Abu Zahrah membedakan Murji’ah menjadi dua kelompok utama yaitu Murji’ah moderat(Murji’ah Sunnah) dan Murji’ah ekstrim(Murji’ah bid’ah).[8] Untuk memilah subsekte ekstrim dan moderat, Harun Nasution menyebutkan bahwa yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak didalam kalbu. Ucapan dan perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa yang ada didalam kalbu. Oleh karena itu segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangaan Tuhan. Iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman.[9]Sementara yang moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah kafir. Meskipun disiksa dineraka ia tidak kekal didalamnya, bergantung kepada dosa yang dilakukannya. Walaupun demikian, masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksa neraka.[10] Iqrar bagian dari iman, disamping tashdiq(ma’rifah).[11]  Subsekte Murji’ah kecuali As-Saubaniyah, At-Tuminiyah, dan Al-Karramiyah memasukkan unsur ma’rifat dalam konsep iman mereka.karena mereka beranggapan bahwa ma’rifah adalah cinta kepada Tuhan dan tunduk kepada-Nya(al-mahabbah wa al-khudu).B.     Aliran Mu’tazilah
Menurut mereka amal perbutan merupakan salah satu unsur terpenting dalam konsep iman, bahkan hampir mengidentikkannya dengan iman. Harun Nasution menjelaskan bahwa menurut mereka, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantara akal dan segala kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam. Dengan demikian menurut mereka, iman seseorang dapat dikatakan benar apabila didasarkan pada akal bukan karena taqlid pada orang lain.Aliran ini juga berpendapat bahwa manakala seseorang meningkatkan dan melaksanakan amal kebaikannya, imannya semakin bertambah. Setiap kali berbuat maksiai, imannya semakin berkurang.  C.    Aliran Asy’ariyah
Dalam hal ini Abu Hasan Al-Asy’ari mendefinisikan iman secara berbeda-beda. Dalam karyanya maqalat dan al-ibanah disebutkan bahwa iman adalah qawl dan amal dapat berkurang dan bertambah. Sedangkan dalam al-luma, iman diartikan sebagai tashdiq bi Allah. Dengan demikian menurut beliau iman adalah tashdiq bi al-qalb(membenarkan dengan hati).Diantara definisi iman yang diinginkan Al-Asy’ari dijelaskan oleh As-Syahrastani, salah satu teolog Asy’ariyah. As-Syahrastani menulis:”Al-Asy’ari berkata:”...iman(secara esensial)adalah tashdiq bi al-jannah(membenarkan dengan kalbu). Sedangkan mengatakan (qawl) dengan lisan dan melakukan berbagai kewajiban utama(amal bi al-arkan) hanyalah merupakan furu’(cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pu yang membenarkan keesaan Tuhan dengan kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa yang mereka bawa darinya, iman orang semacam itu merupakan iman yang sahih... Dan keimanan seseorang tidak akan hilang kecuali jika ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut.”  [12]D.    Aliran Maturudiyah
Aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Pengertian ini sebagai bantahan terhadap Al-Karamiyah, salah satu subsekte Mur’jiah. Ia berargumentasi dengan ayat Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14. Ayat ini dipahami sebagai penegasan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataan semata tanpa diimani pula dengan kalbu. Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidahAliran Maturidiyah Bukhara mengembangkan pendapat yang berbeda. Al-Bazdawi menyatakan bahwa iman tidak dapat berkurang, tetapi bisa bertambah dengan adanya ibadah yang dilakukan.2.SIFAT WAJIB BAGI ALLAHSifat wajib bagi Allah adalah sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah atau sifat yang wajib ada pada Allah. Diantara sifat wajib bagi Allah yaitu[13]:15.  Wujud artinya Ada. Dalilnya:1.      Qidam artinya Terdahulu.
2.      Baqa’ artinya Kekal.
3.      Mukhalafatuhu lil hawaditsi artinya Berbeda dengan makhluk-Nya(ciptaan-Nya).
4.      Qiyamuhu binafsihi artinya Berdiri sendiri.
5.      Wahdaniyah artinya Esa.
6.      Qudrat artinya Kuasa.
7.      Iradat artinya Berkehendak.
8.      ‘Ilmu artinya Mengetahui.:
9.      Hayat artinya Hidup.
10.  Sama’ artinya Mendengar.
11.  Bashar artinya Melihat.
12.  Kalam artinya Berfirman.
13.  Qadiran artinya Maha Kuasa.
14.  Muridan artinya Maha Berkehendak.
15.  ‘Aliman artinya Maha Mengetahui.
16.  Hayyan artinya Maha Hidup.
17.  Sami’an artinya Maha Mendengar.
18.  Bashiran artinya Maha Melihat.
19.  Mutakalliman artinya Maha Berfirman.[14]Dalam hal ini terdapat banyak pertentangan  antara kaum Mu’tazilah dan Asy’ariyah, persoalannya apakah Allah mempunyai sifat atau tidak. Jika Tuhan mempunyi sifat-sifat itu mestilah kekal seperti halnya dengan dzat Tuhan. Dan selanjutnya jika sifat-sifat itu kekal, maka yang bersifat kekal bukanlah satu, tetapi banyak. Tegasnya, kekalnya sifat-sifat akan membawa kepada paham banyak yang kekal. Dan ini selanjutnya membawa pula kepada paham syirik atau polytheisme. Suatu hal yang tak dapat diterima dala teologi.
Mu’tazilah mengatakan Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisi mereka tentang Tuhan sebagaimana dijelaskan oleh Al-Asy’ari , bersifat negatif. Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, kekuasaa, hajat dan sebagainya, namun bukan berarti tidak mengetahui, tidak kuasa, tidak hidup dan lain sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, tapi bukan sifat dalam arti sebenarnya. Kata Abu Huzail “Tuhan mengetahui dengan perantara pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan itu sendiri”, yaitu dzat atau esensi Tuhan. Dari hal, banyak penafsiran yang berbeda dari kalangan Mu’tazilah, namun meraka sepakat bahwa Tuhan tidak punya sifat.Kaum Asy’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan paham Mu’tazilah diatas. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat, namun bukan berarti sifat-Nya itu adalah Tuhan. Menurut mereka “sifat” mengandung arti tetap, kekal dan kuat, sedangkan keadaan mengandung arti berubah dan lemah.Kaum Maturidiyah golongan Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Golongan Samarkand dalam hal ii kelihatannya tidak sepaham dengan Mu’tazilah karena Al-Maturidiyah mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi pula tidak lain dari Tuhan.3.SIFAT YANG MUHAL BAGI ALLAH            Sifat muhal atau mustahil bagi Allah adalah sifat-sifat yang pasti tidak dimiliki oleh Allah dan wajib tidak ada pada Allah. Diantara sifat yang muhal bagi Allah yaitu:1.      ‘Adam artinya tidak ada
2.      Hudus artinya baru
3.      Fana’ artinya rusak
4.      Mumatsalatuhu lil hawaditsi artinya sama dengan makhluk yang lain atau hal yang baru
5.      Ihtiyajuhu lighairihi artinya membutuhkan makhluk lain
6.      Ta’addud artinya berjumlah
7.      ‘Ajzun artinya lemah
8.      Karahah artinya terpaksa
9.      Jahlun artinya bodoh
10.  Mautun artinya mati
11.  Summun artinya tuli
12.   ‘Umyun artinya buta
13.  Bukmun artinya bisu
14.  ‘Ajizan artinya mahalemah
15.  Mukrahan artinya mahaterpaksa
16.  Jahilan artinya mahabodoh
17.  Mayyitan artinya mahamati
18.  Ashamma artinya mahatuli
19.  A’ma artinya mahabuta
20.  Abkama artinya mahabisu
 4.      SIFAT YANG JAIZ BAGI ALLAH
Sifat yang jaiz bagi Allah adalah sifat yang mungkin boleh dimiliki dan boleh tidak dimiliki oleh Allah SWT. Sifat jaiz Allah hanya satu yaitu fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu, artinya memperbuat sesuatu yang mungkin terjadi atau tudak memperbuatnya. Maksudnya Allah berwenang untuk menciptakan dan berbuat sesuatu atau tidak, sesuai dengan kehendak-Nya.[15] BAB III PENUTUPA.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas bisa disimpulkan bahwa dalam memahami pembahasan ilmu Tauhid ada banyak perbedaan penalaran dari para aliran teolog. Utamanya dalam persoalan iman dan kufur, Allah mempunyai sifat atau tidak, dan lain sebagainya. Bagi mereka yang meyakini bahwa Allah mempunyai sifat, mereka menyepakati bahwa orang mukmin wajib mengetahui apa sajaa sifat wajib bagi Allah yang 20, sifat yang muhal bagi Allah yang 20 dan sifat yang jaiz bagi Allah yang 1. Serta juga harus mengetahui sifat wajib bagi Rasul yang 4, sifat yang muhal bagi Rasul yang 4, dan sifat yang jaiz bagi Rasul yang 1. Jadi semuanya berjumlah 50 sifat yang wajib diketahui oleh orang mukmin.B.     SARAN
Kita sebagai orang yang beriman harus mengetahui sifat-sifat yang 50 itu. Walaupun terdapat banyak perbedaan pendapat dalam beberapa hal yang disebabkan karena berbeda penalaran dari para aliran teolog, jangan sampai kita membingungkan diri, Caranya dengan mengikuti pendapat yang menurut akal kita bisa diterima. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat, AmienDAFTAR PUSTAKA1.(Al-Irsyaad ilaa shahiihil I’tiqaad,Syaikh Sholeh al Fauzan)2.(Syarh Al ‘Aqidah al Washitiyah, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin).3.http://catatanmuslimmanado.wordpress.com/tag/makna-iman-kepada-allah/4.Abu Al-Hassan Al-Asy’ari.1963.maqalat al-islamiyah wa ikhtilaf al-mushallin.Wiesbaden Frans Steiner Verlag.cet II.hal 855. Abu Al-Hassan Al-Asy’ari.1963.maqalat al-islamiyah wa ikhtilaf al-mushallin.Wiesbaden Frans Steiner Verlag.cet II.hal 1106. Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syarahtani.1987.Al Milal wa An Nihal.Mesir:Mustafa Al-bab Al-Halabi Wa Auladuh.juz 1.hal 134-1357. Abu Al-Hassan Al-Asy’ari.1963.maqalat al-islamiyah wa ikhtilaf al-mushallin.Wiesbaden Frans Steiner Verlag.cet II.hal 1108. Harun Nasution.1986.Teologi Islam:Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.Jakarta:UI Pres. Hal 249. Harun Nasution.1986.Teologi Islam:Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.Jakarta:UI Pres. Hal 26-28
10. Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syarahtani.1987.Al Milal wa An Nihal.Mesir:Mustafa Al-bab Al-Halabi Wa Auladuh.juz 1.hal 14611.Abu Al-Hassan Al-Asy’ari.1963.maqalat al-islamiyah wa ikhtilaf al-mushallin.Wiesbaden Frans Steiner Verlag.cet II.hal 134-140 12. Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syarahtani.1987.Al Milal wa An Nihal.Mesir:Mustafa Al-bab Al-Halabi Wa Auladuh.juz 1.hal 101.13.  http://www.ibrahimz.net/sifat-wajib-mustahil-dan-jaiz-bagi-allah.xhtml14. Syaikh Ahmad Marzuki.1258 H.nurudz dzalam.Surabaya:Al-Hidayah hal 7-8http://www.ibrahimz.net/sifat-wajib-mustahil-dan-jaiz-bagi-allah.xhtml 

[1] (Al-Irsyaad ilaa shahiihil I’tiqaad,Syaikh Sholeh al Fauzan)[2] (Syarh Al ‘Aqidah al Washitiyah, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin).[3] http://catatanmuslimmanado.wordpress.com/tag/makna-iman-kepada-allah/[4] Abu Al-Hassan Al-Asy’ari.1963.maqalat al-islamiyah wa ikhtilaf al-mushallin.Wiesbaden Frans Steiner Verlag.cet II.hal 85
[5] Abu Al-Hassan Al-Asy’ari.1963.maqalat al-islamiyah wa ikhtilaf al-mushallin.Wiesbaden Frans Steiner Verlag.cet II.hal 110
[6] Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syarahtani.1987.Al Milal wa An Nihal.Mesir:Mustafa Al-bab Al-Halabi Wa Auladuh.juz 1.hal 134-135
[7] Abu Al-Hassan Al-Asy’ari.1963.maqalat al-islamiyah wa ikhtilaf al-mushallin.Wiesbaden Frans Steiner Verlag.cet II.hal 110
[8] Harun Nasution.1986.Teologi Islam:Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.Jakarta:UI Pres. Hal 24
[9] Harun Nasution.1986.Teologi Islam:Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.Jakarta:UI Pres. Hal 26-28
[10] Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syarahtani.1987.Al Milal wa An Nihal.Mesir:Mustafa Al-bab Al-Halabi Wa Auladuh.juz 1.hal 146
[11] .Abu Al-Hassan Al-Asy’ari.1963.maqalat al-islamiyah wa ikhtilaf al-mushallin.Wiesbaden Frans Steiner Verlag.cet II.hal 134-140
[12] . Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syarahtani.1987.Al Milal wa An Nihal.Mesir:Mustafa Al-bab Al-Halabi Wa Auladuh.juz 1.hal 101.
[13].  http://www.ibrahimz.net/sifat-wajib-mustahil-dan-jaiz-bagi-allah.xhtml
[14] . Syaikh Ahmad Marzuki.1258 H.nurudz dzalam.Surabaya:Al-Hidayah hal 7-8

[15] http://www.ibrahimz.net/sifat-wajib-mustahil-dan-jaiz-bagi-allah.xhtml

Tidak ada komentar:

Posting Komentar